Ahmadiyya Anjuman Isha’ati Islam Lahore (AAIIL), dalam perspektif sejarah GAI, kelahirannya dilatari oleh ketidaksetujuan Maulana Muhammad Ali dan kawan-kawan atas pendapat dan atau klaim pimpinan Shadr Anjuman Ahmadiyah saat itu, yakni Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, yang menyatakan bahwa:
- Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi
- Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah sosok “Ahmad” yang dinubuatkan dalam QS 61:6
- Umat Islam yang tidak berbai’at kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, sekalipun tidak pernah mendengar nama beliau, dihukumi kafir dan keluar dari Islam.
Atas dasar itu, Maulana Muhammad Ali kawan-kawannya, keluar dari Shadr Anjuman Ahmadiyah, kemudian mendirikan organisasi yang sama sekali baru, yakni AAIIL sebagaimana tersebut sebelumnya. Saat sekarang ini lebih dikenal sebagai Ahmadiyah-Lahore.
Di satu pihak, Shadr Anjuman Ahmadiyah sendiri berkembang dengan ide-ide keagamaannya sendiri di bawah kepemimpinan Bashiruddin Mahmud Ahmad, yang saat ini lebih dikenal sebagai Ahmadiyah-Qadiyan. Di Indonesia, sayap organisasi ini bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Sejumlah pihak, seperti Ahmadiyah-Qadiyan, menduga, atau bahkan menuduh, bahwa Maulana Muhammad Ali, sebelum tahun 1914, juga mempercayai Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Dalam perspektif GAI hal sedemikian itu tidak benar adanya. Meski demikian, jika memang terbukti benar demikian adanya, maka hal itu menjadi tanggung jawab Maulana Muhammad Ali secara pribadi, dan tidak ada sangkut-pautnya dengan GAI. GAI sendiri dalam hal ini tetap pada pendirian bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah bukan nabi.
GAI memang mengakomodir, atau bahkan boleh dibilang mengusung, ide-ide kegamaan Ahmadiyah-Lahore. Tetapi tentu saja tidak sepenuhnya seluruh ide-ide keagamaan Ahmadiyah-Lahore itu diakomodir dan atau diusung oleh GAI. Raden Ngabehi Haji Minhadjdjoerrahman Djojosoegito, yang boleh dibilang sebagai tokoh sentral pendiri GAI, mengibaratkan Ahmadiyah-Lahore sebagai buah mangga, sementara GAI sekedar mengambil pelok-nya (pelok = biji) belaka, yang ditanam di Indonesia, tumbuh dan berkembang sesuai dengan situasi kondisi tanah dan iklim Indonesia, sehingga akhirnya diharapkan dapat berbuah sesuai dengan cita rasa Indonesia.
GAI adalah gerakan keagamaan yang independen, yang secara organisatoris maupun struktural tidak berkaitan dengan organisasi Ahmadiyah Lahore di manapun. Hubungan antara GAI dan organisasi Ahmadiyah Lahore yang ada di berbagai negara, tidak lebih dari hubungan ideologis semata, dalam arti memiliki semangat visi dan misi dakwah Islam yang serupa. Meskipun demikian, hubungan ideologis antara GAI dengan Ahmadiyah Lahore itu relatif bersifat longgar, meskipun tidak bisa disebut sebagai samar-samar.