Dalam buku Hujajul Kiramah (karya Nawab Siddiq Hasan Khan), dari referensi Ibnu Arabi, tertulis bahwa ketika Masih Mau’ud datang, dia akan disebut sebagai pendusta dan jahil, bahkan dikatakan bahwa dia mengubah agama.
Pada saat ini, seperti itulah yang sedang terjadi pada kami. Tuduhan-tuduhan semacam itu dilontarkan pada kami. Kapan manusia bisa mendapatkan keselamatan, bila dia menutup buku ijtihadnya dan sebagai gantinya dia memikirkan apakah benar atau tidak pernyataanku.
Tidak ada keraguan sedikit pun, memang ada beberapa perkara di luar pemahaman manusia umumnya. Tetapi orang yang beriman kepada para nabi, akan menunggu waktu dengan husnuzan (baik sangka), sabar, dan teguh. Maka Allah Ta’ala akan membuka kebenaran sejati padanya.
Pada masa Nabi Muhammad saw., para sahabat nabi tidak bertanya. Tetapi mereka menunggu sampai ada orang lain datang dan bertanya kepada beliau, lalu mereka memperoleh manfaat darinya. Jika tidak, mereka tetap duduk dengan kepala tertunduk, tidak berani banyak bertanya.
Menurut pandanganku, cara yang benar dan aman adalah berperilaku sopan. Orang yang tidak mengerti sopan santun kepada nabi, dan tidak berupaya untuk mengerti, ada kekhawatiran jangan sampai dia terjatuh.
Salah besar orang yang ingin mencapai tingkat haqqul yaqin (keyakinan sejati) dalam satu hari. Ingatlah, ada prasangka dan ada pula keyakinan. Prasangka hanyalah hal khayali, tidak ada ketetapan tentang kebenarannya, bahkan mungkin mengandung kebohongan. Tetapi dalam keyakinan terdapat cahaya kebenaran.
Ada beberapa tingkatan keyakinan. Pertama, ‘ilmul yaqin (keyakinan ilmu). Kedua, ‘ainul yaqin (keyakinan penglihatan). Ketiga, haqqul yaqin (keyakinan sejati).
Seperti, dari jauh orang melihat ada asap mengepul. Dengan pengalaman itu dia kemudian yakin bahwa ada api di tempat keluarnya asap itu. Karena biasanya ada asap tentu ada api. Keyakinan seperti itu disebut ‘ilmul yaqin.
Kemudian ketika dia pergi mendekati sumber keluarnya asap dan melihat api di sana, maka dia semakin yakin adanya api itu, keyakinan itu dalam tingkatan ‘ainul yaqin. Selanjutnya ketika dia menyentuhkan tangan pada api dan merasakan panasnya api itu, dia menjadi sangat yakin adanya api itu, keyakinan itu dalam tingkatan haqqul yaqin.
Banyak orang yang belum lepas dan bebas dari prasangka. Apabila menurut sunatullah, pasti ada cobaan atau ujian pada para utusan yang datang dari Allah Ta’ala, lalu bagaimana mungkin aku bisa datang tanpa cobaan atau ujian?
Orang beriman seharusnya berpikir bahwa datangnya cobaan itu diperlukan. Mukmin sejati tidak akan hancur dengan cobaan seperti itu. Bahkan dia akan meningkat imannya dengan cobaan itu.
Orang-orang yang tersandung dan menderita kerugian dengan cobaan yang biasa, karena mereka tidak mengambil pelajaran dan menuai manfaat dari masa nabi-nabi, masa Nabi Musa as. dan masa Nabi Muhammad saw.
(Sentuhan Rohani oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 3a, hlm. 45-46).
Comment here