Berbuka puasa dalam istilah bahasa Arab disebut ifthar, berasal dari kata fathara, yang artinya “membelah sesuatu menurut panjangnya” (R). Adapun segala sesuatu yang membatalkan puasa disebut mufthirat, jamaknya kata mufthirah.
Ada tiga mufthirat yang harus dihindari selama berpuasa, yakni makan, minum, dan berhubungan seks. Tiga hal ini dapat membatalkan puasa, jika dilakukan dengan sengaja dan atas kemauan sendiri di siang hari, mulai fajar hingga terbenamnya matahari.[1]
Tetapi puasa seseorang tidaklah batal jika melakukan satu dari tiga hal itu di luar sadar atau lupa, sehingga puasanya dapat diteruskan hingga selesai (Bu. 30:26).
Mencuci mulut dengan air, menggosok gigi, berkumur atau menghirup air ke dalam lubang hidung, ini tak membatalkan puasa, sekalipun ada air yang secara tak sengaja masuk ke dalam kerongkongan (Bu. 30:25, 26, 27, 28).
Mandi, mengompres kepala dengan kain basah, atau mengguyur kepala dengan air (Bu. 30:25, MM. 7:4-II), juga tak membatalkan puasa, sekalipun dilakukan dengan sengaja sekedar untuk meringankan rasa dahaga.
Mengeluarkan darah atau muntah-mutah juga tak membatalkan puasa. Sebab, menurut sahabat Ibnu ‘Abbas dan Ikramah, puasa itu batal jika ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam tubuh, tetapi tidak batal jika sesuatu itu keluar dari tubuh (Bu. 30:32).[2]
Diriwayatkan pula dalam suatu Hadits bahwa Nabi Suci mencium istri beliau selagi menjalankan puasa, dan tetap meneruskan puasanya (Bu. 30:23).
Jika orang berbuka puasa karena mengira matahari telah terbenam pada suatu sore yang tampak gelap karena mendung, kemudian tak berapa lama ia melihat lagi sinar matahari, maka puasanya tidak batal, dan ia boleh meneruskan puasanya (Bu. 30:46).
Apabila orang sedang puasa lalu ia membuat perjalanan, ia boleh berbuka puasa (Bu. 30:34). Peraturan ini berlaku pula bagi orang sakit.
Dalam hal puasa sunnat, orang bebas menentukan pilihan, apakah ia akan berbuka atau tidak, baik pada waktu kedatangan tamu atau ada permintaan dari seorang kawan (Bu. 30:51).
Ada macam ragam pendapat ulama tentang sanksi atau hukuman bagi orang yang secara sengaja membatalkan puasa.
Seperti yang telah kami jelaskan di bab terdahulu, di bawah judul “Puasa Kifarat,” Qur’an Suci tak memberi keterangan mengenai perkara hal. Sedangkan dalam Hadits hanya diterangkan bahwa cukuplah bagi si pelanggar untuk menyatakan penyesalan yang sedalam-dalamnya atas perbuatannya.
Dinukil dari buku “Islamologi” Karya Maulana Muhammad Ali. Bab Puasa Sub Judul “Hal-hal yang dapat membatalkan puasa” (Darul Kutubil Islamiyah, 2013)
[1] Oleh sebab itu, jika tiga hal ini dilakukan dibawah ancaman atau karena disengaja, maka tak batal puasanya.
[2] Dalam hal ini, terdapat bermacam-macam pendapat. Tetapi apa yang kami uraikan di sini berdasarkan dalil yang kuat.
Comment here