Tokoh

Fathurrahman Ahmadi Djajasugita: Sebuah Obituari

Jika bangsa Indonesia menyebut tahun ini sebagai tahun politik, maka boleh jadi, bagi sebagian besar warga GAI, tahun ini adalah tahun duka cita.

Oleh: Basyarat Asgor Ali

fathurrahman ahmadiMungkin istilah “tahun duka cita” di atas terkesan berlebihan. Tetapi kiasan ini agaknya cukup relevan untuk menggambarkan situasi yang dialami warga GAI saat sekarang ini. Sebab, sejak awal tahun, GAI kehilangan beberapa sesepuh yang dicintainya, dari Banyumas, Kediri, Wonosobo, dan Yogyakarta.

Dan di pertengahan tahun ini, kita juga kehilangan sosok tauladan yang menjadi tampuk pimpinan di kepengurusan Pedoman Besar, dengan meninggalnya Ketua Umum PB GAI, Bapak Prof. Ir. H. Fathurrahman Ahmadi Djajasugita, M.Sc.

Pak Maman, demikian sapaan akrab almarhum, menghembuskan nafas terakhirnya pada Selasa Malam, 27 Mei 2014, sekitar pukul 19.15 wib. Almarhum dikebumikan pada keesokan harinya, Kamis, 29 Mei 2014 sekitar pukul 14.00 wib di Pemakaman Umum di daerah Cikutra, Bandung.

Sebelum dimakamkan, jenazah beliau disemayamkan di rumah duka, dan menjelang siang dibawa ke Kampus ITB  dan dishalatkan di Masjid Salman. Kemudian jenazah di bawa ke Auditorium Kampus untuk mendapatkan penghormatan terakhir dari segenap civitas akademika ITB.

***

Fathurrahman Ahmadi lahir di Malang, tanggal 28 April 1935. Setelah menamatkan sekolah menengah atas tahun 1955 di Yogyakarta, beliau kemudian menempuh studi di jurusan Teknik Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), dan berhasil meraih sarjana pada tahun 1960. Setelah menyelesaikan kuliah, beliau melakukan studi praktek kerja di Jerman. Kemudian beliau melanjutkan studi di Australia, dan memperoleh gelar Master of Science di bidang Teletraffic Science dari Bond University, Quensland, pada tahun 1992.

Beliau cukup lama mengabdikan diri di kampus almamaternya sebagai Dosen di Jurusan Teknik Elektro ITB. Hingga akhirnya, pada tahun 1998, beliau diangkat menjadi Guru Besar Madya (Profesor) dalam bidang Rekayasa Jaringan Telekomunikasi. Lalu, pada 20 Agustus 2005, bersama 26 Pegawai Negri Sipil Tenaga Akademik ITB lainnya, beliau menerima anugerah Medali Ganesa Bakti Cendikia Satya sebagai tanda purna bakti beliau di kampus yang dicintainya itu.

***

Fathurrahman Ahmadi Djajasugita adalah putra bungsu dari Minhadjurrahman Djojosoegito, salah satu tokoh utama pendiri GAI. Beliau kemudian bergabung dalam bahtera yang dibangun dan diwariskan ayahnya itu, dan meneruskan perjuangan serta cita-cita luhur sang ayahanda.

Beliau berbai’at di bawah tangan Bapak H. M. Bachrun, Ketua PB GAI sepeninggal Mbah Djoyo, pada tahun 1973. Pada tahun 1984, beliau diangkat sebagai Ketua GAI DATI I Jawa Barat. Jabatan itu terus beliau emban sampai dengan akhir tahun 1999. Hingga akhirnya, pada muktamar ke XIV di Yogyakarta, beliau terpilih sebagai Ketua Umum PB GAI periode 1999-2004, menggantikan Bapak S. Ali Yasir.

Kemudian, beliau terpilih kembali dalam dua kali muktamar berikutnya, sehingga Jabatan Ketua Umum beliau emban selama tiga periode berturut-turut, hingga tahun 2014. Namun sayang, sebelum berakhir masa kepemimpinannya di periode ketiga ini, beliau telah lebih dulu dipanggil oleh Allah Ta’ala.

Di lingkungan GAI, beliau cukup banyak meninggalkan karya tulis yang memperkaya khazanah wawasan pengetahuan warga GAI khususnya, dan umat Islam pada umumnya. Karya beliau yang telah terbit dalam bentuk buku antara lain: Kemenangan Islam (2000), Benarkah Ahmadiyah Sesat (2002), Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi, sebuah kajian ringkas (tt). Di samping itu, beliau juga menulis berbagai artikel keagamaan yang antara lain diterbitkan dalam majalah Studi Islam dan Fathi Islam. Tulisan-tulisan beliau juga terdokumentasi dengan cukup baik di website http://www.ahmadiyah.org.

Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’un. Selamat jalan, Pak Maman. Kembalilah kepada Tuhanmu dalam damai sentausa. Dharma baktimu akan selalu kami kenang dan kami teladani.[]

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here