Kolom

Anjing Buas

Oleh: Asghar Ali | Alkisah, seorang murid yang tengah bersungguh-sungguh ingin belajar mengendalikan diri, menemui mursyidnya dan bertanya, “Guru, sudah sekian lama aku berusaha menundukkan syahwat liarku, tapi selalu saja aku tergelincir dan kalah. Apa yang harus kulakukan?”

Ditanya begitu, sang Mursyid diam saja. Ia lalu malah mengajak sang murid ke rumah seorang kaya, yang terkenal dermawan dan suka memberi hidangan yang lezat pada tamunya, di desa tempat mereka tinggal.

Sesampainya di pintu gerbang rumah si kaya, tiba-tiba seekor anjing besar yang nampak buas berlari sambil menyalak keras, menghampiri mereka. Sontak sang murid terperanjat dan ketakutan. Ia pun memegang erat tangan gurunya, yang tampak tenang-tenang saja.

Sambil menenangkan, sang mursyid bertanya, “Menurutmu, apa yang harus kita lakukan biar supaya kita dapat masuk ke rumah ini? Apa kita lawan saja anjing ini?”

Sang murid mengernyitkan dahi. Ia menganggap gurunya naif. Masak, ia harus bertarung dengan anjing galak itu? Ia pun menjawab, “Guru, bukankah lebih baik kita memanggil si tuan rumah untuk menenangkan anjing miliknya. Dengan begitu, kita bisa masuk rumahnya dan menikmati hidangannya?”

Sembari mengulum senyum, sang Mursyid berkata, “Nah, kau telah menjawab pertanyaanmu sendiri!”

“Maksud, guru?” tanya sang murid, bingung.

Sang mursyid menjelaskan, “Nafsumu ibarat anjing buas ini, yang menghalangimu untuk mencicipi kedermawanan Tuhanmu. Jika engkau melawannya dengan kekuatanmu sendiri, maka engkau akan hancur dan tak pernah sampai ke rumah Tuhanmu. Cara yang cepat dan aman untuk semua itu, panggillah Tuhanmu dan mintalah Dia menenangkan nafsu liarmu, yang adalah milikNya jua itu, agar kau dapat masuk ke hadiratNya.”

***

Ramadan adalah bulan penanda. Banyak peristiwa penting yang menjadi momentum sejarah kejayaan Islam terjadi di bulan ini, sejak masa Nabi Suci, hingga sesudahnya. Sebut saja Perang Badar, Fathul Mekah, Peristiwa Tabuk, Pembebasan Andalusia, Takluknya Mongolia, dan lainnya. Tapi Nabi Suci, sejak semula, selalu mengajarkan kebersahajaan kepada para sahabatnya, baik saat susah, terlebih pada saat berjaya.

Ketika pasukannya bersorak sorai sesaat sesudah kembali dari kemenangan di Tabuk, Nabi Suci hanya mengingatkan, “Kalian baru saja berjuang di medan perang yang tak seberapa dahsyatnya, menuju medan perang yang lebih dahsyat lagi!”

Nah lho, apapula yang lebih dahsyat daripada kecamuk Perang Tabuk? Siapa pula musuh besar Islam sesudah Romawi yang adidaya itu? Demikian renung para sahabat. Seorang sahabat lalu memberanikan diri bertanya. Dan Nabi Suci pun menjawab dengan mimik serius, “perang melawan dirimu sendiri!”

Ya, Berperang melawan musuh di dalam diri sendiri. Itu, lebih dahsyat! Super Man atau Wonder Woman, mungkin bisa dengan sangat gampang memusnahkan musuhnya dengan kekuatan ajaib yang mereka miliki. Tapi, melawan dirinya sendiri?

Karena itu, Nabi Suci berpuasa. Ia berperang melawan dirinya sendiri, dengan cara mendekatkan diri pada Sang Ilahi. Layaknya Sang Murid, yang memanggil-manggil tuan rumah sang pemilik si anjing buas.

Dan ia pun menganjurkan para sahabatnya, untuk melakukan hal yang sama. Ya, berpuasa. Berpuasa kapan pun saja dan dari apapun saja: kejayaan, kekuasaan, kemewahan, penghormatan, dll. Apalagi, kalo cuma sekedar soal puasa makan-minum. Ah, ter-la-lu…! []

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »