Pada waktu masuk Gerakan Ahmadiyah, kita telah berjanji akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mentablighkan agama Islam dan menyebarkan Gerakan Ahmadiyah. Ini harus selalu kita perhatikan benar-benar. Tabligh atau dakwah harus menjadi amalan kita selama hidup sampai menjelang mati.
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad telah mengajarkan kepada kita bahwa kemenangan Islam bukan terletak pada banyaknya dzikir kepada Allah saja, tetapi terletak pada usaha sungguh-sungguh untuk berdakwah, bertabligh atau menyebarkan Islam di dunia.
Memang benar jika Islam terkenal sekali ajarannya dalam lapangan dakwah ini. Tidak berlebih-lebihan jika kita sebutkan bahwa Islam adalah agama dakwah. Dalam ayat-ayat Alquran dan Hadits Nabi saw., banyak perintah-perintah kepada pemeluknya supaya menghadapi dunia dan manusia ini dengan jalan dakwah.
Islam adalah agama bergerak, menyuruh maju ke depan, memerintahkan umatnya untuk beramal, bertindak, giat dan berjuang. Menjadi seorang muslim dengan sendirinya menjadi Da’i (juru dakwah) atau Muballigh, bila dan di mana saja, di segala bidang dan lapangan.
Tiap-tiap muslim, tidak ada kecualinya, baik yang banyak ilmunya maupun yang masih sedikit ilmunya, baik yang kaya maupun yang miskin, berkewajiban tabligh menurut kemampuan masing-masing.
Rasulullah saw. memerintahkan umatnya, sampaikan daripadaku walaupun hanya satu ayat (ballighu anni walaw aayah). Dengan begitu pemeluk Islam diberi tanggung jawab supaya menjadi seorang muslim merangkan menjadi juru dakwah atau muballigh.
Sebab, agama dan keyakinan tidak akan tegak dan berkembang merata, jika para pemeluknya diam dan enak-enak duduk saja, tidak mau menyampaikan ajaran dan keyakinan itu kepada dunia dan manusia.
Islam menuntut keluasan dan pelebaran daerah faham, keyakinan dan kepercayaan. Islam adalah agama untuk segala bangsa dan manusia, bersuara dalam segala persoalan dunia dan manusia, dalam segala bidang dan ruang kehidupan manusia.
Tetapi itu semua tidak akan terbukti, kalau umat Islam tinggal jumud, beku, membisu mati, tidak mau bergerak untuk menyebarkan agamanya. Kita tidak akan merasakan nikmat dan lezat beragama, dan hidup kita akan terasa sepi dan hampa, jika kita tidak giat berjuang untuk menyebarkan dan memajukan agama.
Segala kegiatan dan perkembangan, usaha dan karya umat Islam harus merupakan dakwah, seruan dan ajakan kepada manusia supaya suka menerima dan mengamalkan agama yang benar, ialah Islam.
Hidup kita adalah kepentingan Islam. Jika tidak saban hari, adakanlah waktu-waktu yang tertentu untuk bertabligh (yaumul-tabligh) kepada siapa saja yang kita anggap perlu. Boleh kepada keluarga dan anak sendiri, kepada saudara dan famili, kepada teman karib, dsb.
Pokoknya kita harus bertabligh. Caranya boleh dengan lisan atau tulisan, dengan memberikan buku-buku, mengadakan ceramah lewat radio, atau mengisi surat kabar atau majalah, dsb.
Jalan atau pintu dakwah selalu ada dan terbuka lebar, asal kita mau dan Allah SWT tentu menolong kita. Bahan-bahannya sudah lebih daripada cukup, antara lain buku-buku yang dikeluarkan oleh Gerakan Ahmadiyah.
Kita tidak perlu menyalahkan kemajuan agama lain, dan merasa mangkel melihat banyaknya orang yang tak acuh kepada agama. Yang kita perlukan hanyalah keharusan untuk ber-tabligh!
Dalam segala keadaan, bagaimanapun situasi dan kondisi masyarakat, bagaimanapun majunya dunia dan manusia berkembang, tidak boleh sepi dari kegiatan dakwah untuk memimpin kemanusiaan kepada keselamatan dan kebahagiaan.
Orang muslim yang suka dan selalu berdakwah menduduki pos terdepan dalam pejuangan Islam, tempat yang paling vital dan menentukan dalam kehidupan dan kemajuan Islam.
Tugas dakwah bukan tugas sambil lalu, bukan tugas iseng-iseng untuk pengisi waktu menganggur, dan bukan pula fardu kifayah seperti menyembahyangi orang mati, yang jika sudah ada yang mengerjakannya maka orang lain gugur kewajibannya.
Tugas dakwah menuntut adanya kesungguhan dan kepenuhan, menuntut pengorbanan yang maksimal. Hanya manusia yang berjiwa kecil, bertabiat sungkan dan masa bodoh saja yang tidak mau bergerak untuk pengembangan Islam.
Umat Islam zaman dahulu menjadi umat terhormat dan disegani oleh segala bangsa, agamanya tersiar ke mana-mana. Tetapi sekarang umat Islam menjadi umat yang terbelakang, agamanya kurang menarik, sebab kesalahan kita sendiri.
Tenaga, fikiran dan apalagi harta kita, tidak kita amalkan sungguh-sungguh demi kepentingan Islam. Kalaupun iya, itu pun masih diselubungi rasa khawatir. Khawatir kalau menjadi berkurang, atau menjadi lekas habis.
Tidak ingat akan sembahyangnya, lima kali wajib shalat yang harus kita tegakkan. Dan apa yang kita ucapkan di hadirat Allah Ta’ala, bahwasanya “shalatku, pengorbananku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah saja!” Mudah-mudahan kita, khususnya sebagai warga Ahmadi, tidak tergolong orang yang “lalai akan shalatnya”.
Umat Islam zaman dahulu giat sekali menyebarkan Islam, maka dalam jiwanya tertanam rasa, seolah-olah tidak ada perbuatan yang lebih mulia dan lebih penting daripada penyiaran Islam.
Mereka menjadi ummatan wasathan, umat yang tegak di tengah-tengah segala bangsa (QS 2:143) dan khaira ummah, sebaik-baik umat, karena sifatnya yang istimewa, ialah selalu menganjurkan kebaikan dan melarang berbuat kesalahan (QS 3:199).
Oleh karena itu, camkanlah anjuran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad,
“Hari ini agama Islam bagaikan lampu terang benderang, yang terkunci dalam peti besar. Atau bagaian mata air nikmat dan lezat, yang tersembunyi di bawah semak belukar dan sampah.
Itulah sebabnya maka Islam dalam keadaan mundur dan runtuh. Mukanya yang cantik, tidak menampakkan diri. Bentuknya yang memikat hati tidak tampak.
Maka kewajiban umat Islam ialah berjuang dengan sekuat tenaga, jiwa dan kekayaan mereka, untuk menyatakan bentuknya yang cantik itu.” (Fathi Islam, hlm. 52)
Sekali lagi, kepada kita semuanya, tidak ada kecuali, laksanakanlah tabligh Islam, menurut kemampuan masing-masing.
Tugas ini adalah tugas suci yang diamanatkan oleh Allah, yang harus kita jalankan selama hidup kita di dunia dengan tetap mantap, tidak jemu dan tidak putus asa.
Berdoalah dengan khusyu’, terutama dengan Shalat Tahajjud selalu, agar taufiq, hidayah dan ridla Allah selalu ada pada kita. Amin!
Penulis : Muh. Ali A.R. | Sumber : Majalah Warta Keluarga GAI No. 27 – 1 Maret 1973