Mohammad Iskandar lahir pada tanggal 1 Mei 1955 di Klaten, Jawa Tengah dan wafat pada 10 Februari 2016, di Yogyakarta.
Setelah lulus dari SDN Dlanggu di tahun 1968, beliau melanjutkan sekolah di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Tegalgondo, lulus tahun 1972, dan kemudian di Pendidikan Guru Agama Tingkat Atas (PGAA) Tegalgondo, lulus tahun 1974.
Setahun kemudian, beliau mengikuti program Kursus Mubaligh selama enam bulan, Maret hingga Agustus 1975, yang diselenggarakan oleh Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah Indonesia (PB GAI) di Yogyakarta. Karena prestasinya, beliau dan seorang peserta kursus lainnya, M. Sardiman dari Purbalingga, dikirim ke Lahore, Pakistan, untuk mengikuti Pendidikan Muballigh Muslim Missionary, di Idarah Ta’limul Qur’an yang diselenggarakan oleh Ahmadiyya Anjuman Isha’ati Islam Lahore (AAIIL) Pakistan. Mereka tinggal di Pakistan selama tiga tahun berturut-turut, sejak Januari 1976 hingga Januari 1979.
Sekembalinya dari Pakistan, beliau menjadi anggota Tim Pembina Guru Agama di lingkungan Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia (PIRI).
Dalam rangka Upgrading Guru Agama, Yayasan PIRI menyelenggarakan kursus guru-guru Agama, sejak Maret 1979 hingga April 1980. Dan beliau diminta mengajar Bahasa Urdu, Bahasa Inggris dan Tajdid Islam. Dua orang muridnya di kursus ini, yakni Yatimin A.S. dari Magetan dan S.A. Syurayuda dari Jakarta, kemudian juga diberangkatkan ke Lahore, mengikuti jejaknya menimba ilmu di Idarah Ta’limul Qur’an yang diselenggarakan AAIIL Pakistan.
Tanggal 23 Juli 1980, beliau diangkat menjadi Guru Tetap di Yayasan PIRI, dan mengajar Pendidikan Agama bidang studi Tajdid Islam di sekolah-sekolah di lingkungan PIRI. Beliau juga berkali-kali diangkat menjadi Koordinator Guru Agama, yakni di SMK PIRI 1 (1980-1984), SMEA PIRI (1985-1990), SMA PIRI 1 (1992-1996), dan SMA PIRI 2 (1997-2000). Di sela-sela kesibukannya menjadi guru, beliau melanjutkan studi di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dan memperoleh gelar Sarjana Muda pada tahun 1985.
Beliau menikah dengan Umi Fadilah, dan dikaruniai 4 orang anak, yakni Muslih Wahyono, Diyanat Dwi S., Johan Tri Rozah dan Ekawati Muharomi. Istri pertama beliau meninggal tahun 2010. Kemudian beliau menikah dengan istri kedua, Ernita Doso, pada 16 Juli 2012.
Mohammad Iskandar adalah mubaligh yang cukup populer di tengah masyarakat. Beliau aktif menjadi penceramah dan khatib, baik di lingkungan GAI, PIRI, maupun masyarakat pada umumnya. Beliau juga aktif sebagai pembina pengajian rutin Malam Jum’at di Masjid Amanah, Kumendaman, Mantrijeron. Beliau juga pernah mengemban amanah sebagai Ketua RW 05 Kumendaman, Mantrijeron, Suryodiningratan, Yogyakarta selama beberapa kali periode. Di samping itu, beliau dikenal sebagai tabib yang banyak membantu masyarakat dengan berbagai pengobatan alternatif yang menjadi keahliannya.
Sejak tahun 1991 hingga akhir hayatnya, beliau menjabat sebagai ketua GAI cabang Yogyakarta. Beliau juga aktif menulis berbagai artikel yang diterbitkan oleh PB GAI dalam bentuk brosur, paket dakwah, majalah, dll.
Mohammad Iskandar mengabdikan sepenuh hidupnya untuk melayani gerakan dan agamanya, Islam. Semoga almarhum mendapat tempat yang layak di haribaan Allah SWT.
Comment here