Semua Nabi membuktikan kebenaran dirinya antara lain dengan mukjizat-mukjizat, yang dikagumi oleh umatnya, tetapi yang ternyata tidak seberapa efeknya terhadap umat.
Sebagai contoh Nabi Musa a.s.. Ia menyelamatkan umatnya dari kejaran Firaun dengan membelah laut, sehingga umatnya dapat menyeberang dengan selamat, dan belahan laut kembali menutup sehingga balatentara Firaun tenggelam. Tetapi umat Musa a.s. sesudah itu menjadi syirik kembali dengan menyembah anak sapi (QS 7:148, 20:88).
Demikian juga Nabi Isa a.s. disertai dengan mukjizat-mukjizat yang dikagumi, tetapi malahan beliau disalib, sedang umatnya hingga sekarang berbuat syirik dengan beragama baru ciptaan sendiri, yaitu Tuhan Berputra, yang membuat Tuhan teramat marah (QS 19:90).
Nabi Besar Muhammad saw. juga disertai dengan mukjizat-mukjizat. Adapun mukjizatnya yang terbesar adalah Qur’an Karim.
Mengapa terbesar? Sebab berasal langsung dari Tuhan, dikagumi juga oleh lawan Islam, apalagi oleh ilmuwan-ilmuwan, meskipun juga yang bukan Islam, karena masih otentik, pengaruhnya abadi, telah dibuktikan oleh Rasulullah saw. daya reformasinya teramat besar.
Dahsyatnya alam dalam bentuk makhluk ialah manusia FITRAH Muhammad saw. Adapun dahsyatnya alam dalam bentuk wahyu ialah Qur’an Karim, satu-satunya Kitab Suci yang menyatakan dirinya berasal dari Tuhan dan yang dijaga sendiri oleh Tuhan (QS 15:9), mengajarkan agama semesta alam (QS 3:82), agama fitrah (QS 30:30), agama semua Nabi (QS 42:13), agama bagi umat sampai akhir zaman, sebab sudah sempurna (QS 5:3), agama yang telah mereformasi umat jahiliah dalam waktu yang singkat menjadi umat yang dahsyat penakluk apa yang dinamakan dunia pada waktu itu.
Ada musuh-musuh Islam pada zaman Rasulullah saw., yaitu Abu Sufyan, Abu Jahal dan Achnas, yang suka sembunyi-sembunyi, yang satu tidak tahu ada yang lain, di gelapnya malam mengintip di rumah Rasulullah saw. dengan telinga menempel pada dinding, terpesona oleh ayat-ayat Qur’an yang dibacakan oleh Rasulullah saw.
Setiap pulang bertiga saling menangkap basah, dan setiap kali bersumpah jangan sampai ketahuan orang, tetapi siangnya kembali menjadi musuh Islam. Malam-malam berikutnya diulang lagi, saling berjumpa lagi, saling menuduh, bersumpah yang sama, esoknya mengejar-kejar umat Islam lagi.
Selain ayat-ayat yang amat dikagumi karena relevan untuk sembarang waktu, ialah bahasanya. Bahasa pujangga dari bangsa yang manapun amat tinggi, sehingga manusia berkesimpulan “Karya pujangga tentu hasil inspirasi atau ilham.”
Padahal bahasa Qur’an lebih tinggi lagi, lebih indah, lebih mulia, lebih luhur, yang membuat orang berkesimpulan bahwa “Qur’an tak mungkin karangan manusia.”
Labid bin Rabi’a, seorang penyair yang amat disegani, waktu itu menempelkan suatu syairnya di pintu Ka’bah. Tak ada yang sanggup menandingi. Tetapi setelah ada yang menempelkan ayat Qur’an di samping syair tadi, dari Surah Al-Baqarah ayat 54, Labid amat kagum dan merasa kalah, kemudian masuk Islam.
Maka bangsa Arab zamannya Rasulullah saw. yang tidak apriori tentu mengakui bahwa Al-Qur’an tidaklah mungkin karangan manusia, apalagi Muhammad yang ummi. Mau tidak mau mereka akhirnya menerima bahwa sumbernya haruslah Allah, karenanya mereka masuk Islam.
Mereka yang ragu, bahkan tidak percaya bahwa Qur’an berasal dari Tuhan, ditantang oleh Tuhan untuk membuat ayat yang melebihi Qur’an, bahkan menyamai saja tidak bakal dapat (QS 2:23, 10:38, 11:13, 17:88).[]
Penulis: Mardiyono Jaya S. Marja
Comment here