Ingatlah baik-baik, mulanya suatu perbuatan terjadi dari manusia. Kemudian untuk perbuatan manusia yang mempunyai pengaruh tersembunyi itu, Allah Ta’ala mengatur suatu perbuatan yang menunjukkan hasil atau akibat perbuatan manusia. Misalnya, ketika kita menutup pintu dan jendela kamar rumah kita, hal ini merupakan perbuatan kita; kemudian untuk itu terjadi perbuatan dari Allah Ta’ala, yakni menutup masuk-keluarnya cahaya dan udara dalam kamar itu, lalu menyebarlah kegelapan dalam kamar itu. Jadi untuk setiap perbuatan manusia, ada perbuatan lain dari Allah Ta’ala yang diatur sebagai hasil atau akibat perbuatan manusia. Inilah kebiasaan Allah yang selalu berlangsung seperti itu dari zaman dahulu, yang tidak mungkin ada perubahan.
Demikianlah sunatullah yang berlaku dalam sistem lahiriah. Hal itu juga berlaku dalam sistem batiniah atau ruhaniah.
Barangsiapa membersihkan hatinya dari segala macam kotoran, dan mencari kebenaran, dalam penyerapan kepercayaan seandainya tidak banyak, maka setidaknya apa yang menjadi tujuannya, yakni kebenaran, tentu tercapai. Tetapi jika dari awal dalam hati manusia diliputi rasa suka menentang dan prasangka, maka akibatnya semangat permusuhannya semakin meningkat, menekan cahaya fitriahnya, menjadikan hitam hatinya. Kemudian dia tidak mendapatkan taufik (bimbingan) untuk membedakan yang benar (hak) dengan yang salah (batil).
Oleh karena itu, untuk memperoleh kesucian dan hidayah dari Allah Ta’ala, manusia hendaklah mewujudkan kesucian hatinya, yakni meninggalkan rasa permusuhan, prasangka, keserakahan, dan sama sekali tidak menipu jiwanya sendiri.
Seseorang yang di dalam hatinya telah ada keputusan yang mantap tentang suatu perkara, kemudian menyatakan akan mencari kebenaran, dia tidak bisa disebut pencari kebenaran. Tetapi dia pencari dunia, yang merelakan jiwanya untuk kemenangan duniawi. Aku tidak bisa percaya sama sekali, orang seperti itu beriman kepada Allah Ta’ala. Bahkan menurut pandanganku, dia itu ateis.
Orang yang suci hatinya tidak takut dengan ancaman dan celaan seseorang. Bila dia menemukan kebenaran, dalam pengakuan penerimaannya tidak pernah ada penyesalan dan rasa malu. Tentu saja, orang seperti itu akan memperoleh kebenaran, dan pada hatinya turun cahaya Ilahi.
Ingatlah baik-baik, Allah Ta’ala tidak akan membiarkan dan menyia-nyiakan orang yang berusaha keras dalam pencarian Allah. Karena Dia pasti ada, dan selalu memberikan bukti keberadaan-Nya. Sebagaimana Dia pernah menurunkan wahyu pada Almasih as., sekarang pun Dia masih menurunkan wahyu. Aku katakan yang sebenarnya, ini bukan pernyataanku belaka melainkan ada dalil-dalil yang terang yang menyertainya. Sekarang masih tetap ada Tuhan, Yang selalu berfirman. Dia sekarang juga menerangi dunia dengan firman-Nya.
(Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 3a, hlm. 76-77).
Comment here