Edisi KemerdekaanTokoh

Yahya J. Keeskamp: Serdadu Belanda Yang Tenggelam dalam Keindahan Islam

Sejarah hidup singkat ini disusun pada kesempatan ulang tahun Haji Keeskamp yang ke-87 dan peresmian Perpustakaan Muhammad Ali di pusat Stichting Ahmadiyya Isha’at-i Islam di Den Haag, Belanda pada 15 Oktober 2000. Pada hari itu, sebuah perayaan diadakan untuk menghormati Keeskamp atas pelayanan seumur hidupnya kepada Islam melalui Holland Islam Mission (Misi Islam Belanda), Ahmadiyya Anjuman Isha’at-i Islam Lahore.

Biografi singkat dan faktual ini adalah hasil dari banyak percakapan yang saya lakukan dengan Haji Keeskamp selama 23 tahun terakhir. Dia adalah warga negara dan muslim yang penuh perhatian, yang seluruh kehidupan dan keberadaannya telah terinspirasi oleh Islam.

Saya berharap biografi ini menjadi inspirasi bagi setiap muslim.

Masa kecil Keeskamp

Haji Yahya J. Keeskamp lahir di Friesland (sebuah provinsi di Belanda bagian utara) pada 15 Oktober 1913. Suatu kali di usia dua belas tahun, Keeskamp berjalan-jalan di sebuah toko agen perjalanan. Saat tengah melihat-lihat beberapa brosur, pemilik agensi yang mengenal keluarga Keeskamp mendekatinya, lantas memberinya setumpuk selebaran dan brosur.

Salah satu brosur berisi tentang pariwisata di Maroko. Di samping foto menara salah satu masjid yang ada di brosur itu, terdapatlah kata-kata, “Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah UtusanNya.” Brosur lainnya menggambarkan sebuah resor melingkar dengan deskripsi, “Panggilan Adzan dari menara yang sangat menarik dan indah, sehingga banyak wisatawan asing yang pindah ke sini.”

Kalimat-kalimat di dalam brosur itu, tanpa ia sadari, menjadi jalan permulaan Keeskammp mengenal Islam.

Pada tahun-tahun berikutnya, Keeskamp sering berkunjung ke toko buku di waktu luang untuk mencari buku dan informasi tentang agama, filsafat, dan psikologi. Pada usia 18 tahun ia membeli terjemahan Al-Qur’an berbahasa Belanda karya Keijser. Dalam terjemahan itu ia mendapati adanya kesalahan, atau lebih tepatnya perbedaan dalam interpretasi, antara arti suatu ayat tertentu dan komentar penerjemah di dalam catatan kakinya. Ini adalah pengamatan pertamanya dimana ia kemudian membangun pandangan kritis tetapi positif tentang agama dan Islam pada khususnya.

Masuk ke Indonesia

Pada tahun 1935, Keeskamp bergabung dengan tentara dan ditugaskan di Indonesia, yang waktu itu masih menjadi koloni Belanda. Di sinilah ia bertemu komunitas Muslim dan mencari pengetahuan tentang Islam.

Suatu hari ia mengunjungi sebuah masjid dan bertemu dua orang pria yang tengah asyik mengobrol di serambi. Ia pun menyapa mereka dengan ucapan, “assalaamu ‘alaikum” lalu menjabat tangan mereka. Ia menyatakan kepada mereka bahwa ia ingin tahu lebih banyak tentang Islam dan berharap mendapat bantuan penerangan dari mereka.

Sembari menyeka tangan dengan kain, kedua orang itu berkata bahwa mereka hanya kyai kampung dan tidak dapat membantu Keeskamp. Mereka lantas menunjukkan Keeskamp sebuah kantor tempat dimana seorang pria muda tengah memperhatikan mereka dari jendela.

Pria muda itu menyapa Keeskamp sambil tertawa melihat adegan itu. Ia meminta maaf atas perilaku kedua orang yang menyeka tangan mereka, karena telah berjabat tangan dengan seorang ‘kafir’. Ia lantas mengarahkan Keeskamp ke sebuah bangunan di seberang jalan. Katanya, di sana Keeskamp akan bertemu orang-orang yang tahu lebih banyak tentang Islam dan secara aktif bekerja untuk tujuan itu. Pemuda itu dengan tegas mengatakan kepadanya, bahwa ia harus bertemu dan bekerja dengan Ahmadiyah Lahore, dan jangan pernah dengan Ahmadiyah Qadian.

Di gedung di seberang jalan itulah Keeskamp bertemu sekelompok pemuda Muslim, yang energik dan berpendidikan tinggi. Salah satunya adalah Soedewo. Di sana ia merasa seperti di rumah sendiri, dan lantas memutuskan untuk bergabung dengan mereka. Pada saat itu, kelompok Muslim Indonesia ini tengah sibuk menerjemahkan buku ke dalam bahasa Belanda, di antaranya adalah terjemahan Al-Qur’an.

Setelah Keeskamp secara khusus menyatakan dirinya sebagai seorang muslim, kehidupannya di dalam militer Belanda menjadi tidak nyaman. Misalnya, ia sering diejek untuk hal-hal kecil seperti menggunakan nasi untuk lem ketimbang menggunakan lem impor dari Belanda. Tapi, ada sekelompok kecil Muslim Belanda di dalam militer yang dengan mereka ia dapat mengidentifikasi diri. Orang-orang itu juga mengenal Islam untuk pertama kalinya dalam hidup mereka di Indonesia.

Keeskamp tidak memiliki masalah dengan muslim Indonesia dan dia belajar banyak dari mereka. Ia kemudian menikah dengan seorang wanita Indonesia. Sayangnya, dalam masa Perang Dunia Kedua, dia harus kehilangan istrinya itu.

Saat itu Keeskamp mengetahui bahwa kelompok Evangelis dari Zeist, Belanda, sedang mencoba memikat orang banyak untuk tujuan missionaris mereka. Keeskamp tahu bahwa mereka menggunakan buku-buku dan surat-surat missionarisme lainnya untuk mengolok-olok Nabi Muhammad. Tulisan-tulisan mereka berisi semua jenis gambaran tak senonoh tentang Islam dan Nabi Muhammad.

Perwira militer menjadi marah kepada Keeskamp karena upayanya membela Islam, bahkan mengancamnya untuk membawa kasusnya ke pengadilan militer. Tetapi Keeskamp selalu mengemukakan argumen dan fakta untuk membuktikan bahwa propaganda Kristen itu salah dan dapat memicu pemberontakan di antara penduduk. Keeskamp meyakinkan militer dengan cara mengungkapkan sifat sebenarnya dari kelompok Injili, sehingga semua tuduhan terhadapnya dibatalkan.

Hingga tahun 1940, Keeskamp mengumpulkan banyak buku tentang Islam, Yahudi dan Kristen. Buku-buku itu menjadi perpustakaan pertamanya, dan ia gunakan untuk mempelajari semua agama dan pencarian akan kebenaran. Dengan cara ini ia dapat mengungkapkan kesalahan dalam banyak tulisan, terutama dalam hal serangan terdahap Islam yang dilakukan oleh para ilmuwan, Kristen, dan Yahudi. Terkhusus lagi dalam meneliti karya tulis kaum orientalis, yang sering membuat kesimpulan dari studi mereka yang seringkali di luar kenyataan dan kebenaran yang ada.

Selama tahun-tahun ini, komunitas Ahmadiyah Lahore di Indonesia mencapai banyak hal meski dengan sedikit sekali sumber daya. Berbagai buku diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Belanda. Salah satu karya yang paling mengesankan tentu saja terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Belanda oleh Soedewo. Pencetakan dan penerbitannya dibiayai oleh anggota komunitas. Para wanita, misalnya, mengumpulkan perhiasan mereka untuk tujuan ini.

Holland Islam Mission lantas didirikan, dan memulai kegiatannya di Belanda pada tahun 1938. Pendirinya adalah Mirza Wali Ahmad Baig, yang mengunjungi Indonesia untuk bekerja sama dengan komunitas Ahmadiyah Lahore di sana, sebelum perjalanannya ke Belanda dan tinggal di sana.

Perang Dunia Kedua adalah perang paling merusak yang pernah ada. Pendudukan Indonesia oleh Jepang adalah peristiwa bencana bagi semua orang di wilayah itu. Semua orang non-Indonesia ditempatkan di kamp-kamp pengasingan dan dipekerjakan sebagai tahanan Jepang. Keeskamp adalah salah satunya.

Sejak dalam pengasingan, Keeskamp bekerja sebagai perawat di kamp konsentrasi. Dia mengenakan ban lengan bergambar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Orang Jepang menunjukkan rasa hormat terhadap kedua gambar ini.

Keeskamp bekerja bagi para pasien dan orang sakit. Dia menghibur banyak orang yang sekarat. Dia seringkali menghibur orang-orang Kristen dan Yahudi dengan menggunakan kata-kata dari Al-Qur’an.

Suatu ketika, saat Keeskamp ditugaskan dengan kapal menuju sebuah daratan, kapal itu ditorpedo dan tenggelam. Keeskamp yang selamat, berenang di air samudra dengan Al-Qur’an dan sajadah di tangannya. Karena peluangnya untuk bertahan hidup sangat kecil, ia pun lantas merelakan Al-Qur’an dan sajadahnya tenggelam di lautan.

Kala itu, ia membayangkan bahwa ia akan terbaring di dasar laut mengikuti barang-barang kesayangannya itu. Tetapi, setelah berjam-jam berenang dan membantu tahanan lain dan tentara Jepang dengan potongan puing-puing kapal yang mengambang, mereka diselamatkan. Sejak saat itu, tentara Jepang yang ia bantu selamatkan kemudian biasa memanggilnya “the swimming man” (pria pandai renang).

Atas tindakannya itu, ia kemudian “diberi penghargaan” oleh tentara Jepang, terkadang berupa makanan tambahan, seperti pisang dan telur. Tapi makanan itu ia bagikan di antara orang sakit di kamp konsentrasi.

Keeskamp kehilangan semua yang dimilikinya dalam Perang Dunia Kedua. Setelah perang berakhir, ia baru tahu bahwa istrinya telah menikah lagi, karena mengira ia telah mati selama masa perang berlangsung. Keeskamp kemudian mengunjungi keduanya, dan meminta suami baru istrinya itu merawat istrinya dengan baik. Keeskamp tidak memiliki kekayaan, juga tidak ada buku yang tersisa, pasca perang itu. Dia harus memulai segala sesuatunya dari awal lagi.

Keeskamp tinggal di Indonesia sampai 1962. Pada periode ini dia mengumpulkan buku untuk perpustakaan barunya. Dia tidak lagi berdinas di militer. Pada periode ini Indonesia tengah berjuang dalam meraih kemerdekaan. Dia mengenal Soekarno secara pribadi dan melakukan berbagai diskusi dengannya tentang Islam.

Selama tinggal di Indonesia, Keeskamp memperoleh wawasan tentang Islam dan khususnya dalam pengaruh agama-agama lain terhadap umat Islam.

Kembali ke Belanda

Pada 1962, Keeskamp kembali ke Belanda. Dia harus meninggalkan sebagian besar bukunya di Indonesia. Di Belanda dia memulai mengoleksi buku lagi untuk perpustakaan ketiganya.

Keeskamp tinggal di Amsterdam dan membuka toko seni. Dia bergabung dengan Misi Islam Belanda di bawah kepemimpinan G. A. Bashir. Dia juga tercatat sebagai anggota jaringan Friend of Islam (Sahabat Islam). Melalui majalah ‘Al-Fariq, yang diterbitkan secara berkala oleh Institute for Islamic Studies in Europe atas bantuan Mian Muhammad Trust, Keeskamp aktif meenyebarkan pengetahuan tentang Islam dalam bahasa Belanda.

Islam, menurut Keeskamp, dilukiskan terutama dan sebagian besar dalam dan oleh Al-Qur’an. Islam adalah satu dan tidak boleh dibagi ke dalam kelompok karena perbedaan budaya atau geografis. Rujukannya yang utama adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad.

Keeskamp mencari perbandingan melalui sumber-sumber agama lain untuk membentuk wawasan yang argumentatif dalam berpendapat tentang Islam, di masa lalu dan di masa sekarang, yang memungkinkan dia untuk secara adil memberikan penjelasan-penjelasan tentangnya.

Sejak kembali ke Belanda, Keeskamp aktif belajar Islam dan agama-agama lain. Dia telah menerbitkan buku The Power of Islam. Ia juga mengedit dan menebitkan publikasi berkala Our Religion The Foundation of Turth. Dia banyak menulis artikel dengan berbagai tema diskusi dan tanggapan atas berbagai serangan terhadap Islam. Dia mengelola Holland Islam Mission dengan caranya sendiri, membiayainya sendiri, nyaris tanpa mengambil untung.

Semua itu masih mungkin dilakukannya hingga setahun yang lalu. Tapi karena kesehatannya yang menurun, ia tidak lagi dapat mengelolanya secara berkala setiap bulan. Tapi, ia juga terus menulis tentang isu-isu aktual dan terbaru dalam berbagai subjek. Ia berkata pada dirinya sendiri, “Aku akan meneruskannya hingga ulang tahunku yang ke-100!”

Keeskamp selalu berkomunikasi dengan muslim di Indonesia. Ia juga sering berkirim informasi ke Suriname dan French Guiana.

Gerakan Ahmadiyah Lahore di Belanda belum mampu membangun dirinya dengan baik. Karena perbedaan budaya, konflik keluarga dan kepentingan politik, federasi kelompok Ahmadiyah Lahore (terutama kelompok dari Suriname dan kelompok yang didirikan pada tahun 1978) telah menyebabkan keberadaannya menjadi tidak efektif, lemah dan bahkan hampir tak terbilang eksistensinya.

Karena kenyataan ini, Keeskamp tidak memiliki pilihan lain selain melanjutkan Misi Islam Belanda untuk tetap berdiri teguh dan kritis terhadap kelompok-kelompok Ahmadiyah Lahore di Belanda.

Dalam masalah yang berkaitan dengan Islam dan agama, Keeskamp selalu mendorong orang untuk berpikir kritis. Ada dua ayat kunci dari Al-Qur’an yang menginspirasinya.

“… dan berjuanglah menghadapi mereka dengan Quran ini, dengan perjuangan yang hebat…” (QS 25:52)

“… dan hendaklah ada di antara kamu ada segolongan yang menyerukan kepada kebaikan …” (QS 3:104)

Pada 1980, dalam perjalanan ke Lahore, Pakistan, Keeskamp bertemu dengan Atiyya Black, seorang muslimah keturunan Amerika dan aktif di Gerakan Ahmadiyah Lahore. Mereka pun akhirnya menikah pada tahun 1983 dan tinggal di Amsterdam. Atiyya adalah pemberi semangat berikutnya bagi Keeskamp.

Pada tahun 1984, Keeskamp dan Atiyya melakukan perjalanan ke Indonesia untuk menemui semua sahabat mereka. Sebuah perjalanan yang indah dan penuh kemesraan.

Tujuan utama Haji Keeskamp dapat diekspresikan dalam satu kalimat: ia menghabiskan seluruh waktu dan hartanya untuk penyebaran Islam di Belanda, menekankan perlunya kesinambungan pekerjaan dan berkonsentrasi pada transfer pengetahuan, kebutuhan untuk terus belajar dan merenungkan masalah yang utama, dan menyingkirkan rintangan.

Tuhan telah menciptakan jiwa dan semua manusia setara dalam hal itu. Seluruh wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ditujukan untuk semua orang di segala zaman dan waktu.

Gambaran Keeskamp dalam puisinya sendiri

Anugerah alam adalah wilayahku
Segala alam, lebah, bunga-bunga dan pepohonan
Di bawah langit biru, dalam varian matahari dan gerimis
Dengan kebisingan kota di kejauhan, suara musik musisi jalanan,
pedagang pakaian bekas dan cat dinding,
memberikan suasana yang menyenangkan.
Mendengar suara bising dari jauh,
jauh dari kesunyian di perbatasan kota.

Sebuah tangan yang digerakkan oleh keindahan,
melukiskan keindahan ciptaan yang tiada bandingannya.
Satu gambar menara yang sederhana dan sebuah kalimat:
“HANYA ADA SATU TUHAN
dan MUHAMMAD adalah UTUSANNYA”,
sudah cukup untuk jadi bahan renungan.

Tergerak oleh panggilan sembahyang
dituntun oleh tangan yang tak nampak,
menuju AGAMA YANG FITRAH, QS 30:30.
Bukan lagi mimpi di alam penuh bunga dan lebah,
tetapi dalam alam SANG PENGUASA SEMESTA,
dengan perantaraan WAHYU SANG UTUSAN:
“Dan ke mana pun engkau hadapkan muka, di sanalah DIA adanya.”

Selama aku hidup,
dalam iman kepada Sang Nabi dan Kitab Sucinya,
lebih penting meningkatkan KEADILAN secara BIJAK,
ketimbang mengoleksi KEBAJIKAN.
Meski, KEBIJAKSANAAN tetaplah dibutuhkan,
seperti yang dikata penyair Vondel (abad ke-17):
“Andai semua orang menjadi bijak dan bekerja dengan baik,
bumi akan menjadi surga.
Tapi sekarang… sekarang ini neraka!”

Siapa yang setulus hati berISTIQOMAH di JALAN YANG LURUS,
dialah pembangun KERAJAAN ALLAH di SURGA
dan juga di BUMI, QS 2:107, 39:44.

Siapa aku, itu TIDAK PENTING,
tapi yang terpenting adalah
TERPENUHINYA MIMPI di ALAM NYATA ….
ISLAM.”

Yahya J. Keeskamp ??Muhammad Ali
Maret 2000

—————————————————————————————————
Penulis: Mohammed Abdallah Hans Drost, Almore, Holland
Penerjemah: Basyarat Asgor Ali

Yuk Bagikan Artikel Ini!