Luqman Al-Hakim adalah seorang Nabi Utusan Allah, yang namanya diabadikan dalam Quran Suci, sebagai nama Surat di urutan ke 31 dalam susunan Surat Al-Quran.
Kenabian Luqman sendiri tak disebutkan secara tegas oleh Quran, karenanya para alim ulama Islam berselisih pendapat soal kenabiannya itu. Sebagian mufasir mengatakan bahwa Luqman adalah keturunan Azar, ayah Ibrahim, sehingga nama lengkapnya adalah Luqman ibnu Ba’ur ibnu Nahur ibnu Tarikh ibnu Azar.
Imam Qurtubi dalam tafsirnya menyampaikan suatu riwayat. Pada suatu hari, Sa’id ibnu Musayib didatangi oleh seorang berkulit hitam, yang menanyakan tentang keadaan dirinya. Sa’id menjelaskan agar ia tidak perlu merasa rendah diri, karena kulit hitam tidak membawa kehinaan.
Bahkan, tiga orang yang dikenal dalam sejarah sebagai orang-orang yang terpuji adalah berkulit hitam. Mereka adalah Bilal bin Rabah, muazin Nabi Suci, lalu Mahja, seorang maula dari Umar bin Khathab, dan Luqmanul-Hakim, yang berbibir tebal.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa setelah Luqman menjadi terkenal, ada seorang bertanya kepadanya, “Bukankah engkau ini yang pernah menjadi hamba sahaya si Fulan?” Luqman menjawab: “Benar”.
“Lalu apa yang membuat engkau terkenal?” Lanjut lelaki itu. Luqman menjawab, “Kuasa Allah! Aku adalah seorang yang selalu menunaikan amanah, berkata benar, dan meninggalkan sesuatu yang tak berfaedah”.
Maulana Muhammad Ali dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Luqman adalah seorang Nabi dari Ethiopia, orang suci dari Benua Hitam Afrika, meski tak diketahui kapan masa hidupnya. Yang pasti, beliau diutus pada zaman sebelum tarikh Masehi. Sebab dalam rentang waku selama 600 tahun, dari abad pertama hingga awal abad ke 7 Masehi, adalah masa kosong kenabian (5:19).
Nasehat Luqman kepada putranya dalam ruku’ kedua Surat Luqman (31:12-19), yang sejatinya juga sebagai nasehat bagi umat Islam, selaras dengan luasnya ajaran pokok agama Islam yang diisyaratkan dalam Surat 30:30.
Luqman telah menyampaikan beberapa asas kesusilaan universal, antara lain tentang Keesaan Allah dan kewajiban manusia terhadap sesama manusia, utamanya terhadap kedua orang tua.
Kesetiaan kepada Allah adalah nomor satu. Orang Islam tidak boleh membiarkan kesetiaan lain, termasuk kesetiaan terhadap orangtuanya, bertentangan dengan kesetiaan terhadap Allah. Meskipun demikian, manusia bagaimanapun juga tak boleh sekali-kali berhenti berbuat baik dan hormat kepada orang tua.
Sesudah itu, barulah muncul kewajiban asasi manusia (KAM), baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. Melaksanakan kewajiban itu berat, maka harus benar-benar siap menghadapi risikonya. Menjalankan kewajiban harus dilakukan dengan sabar dan tabah, tidak mudah putus asa. Jika berhasil, jangan lupa daratan dan jangan sombong.
Nabi Suci Muhammad saw. memiliki persamaan dengan Luqman, sebab beliau adalah yang membenarkan atau menyempurnakan (mushaddiq) dan melestarikan (muhaimin) kitab atau ajaran Luqman (5:48), yaitu dalam hal:
- Kewajiban bersyukur kepada Allah dan kepada kedua orang tua.
- Menegakkan Tauhid dan larangan berbuat syirik.
- Kewajiban untuk tetap berbuat baik kepada kedua orang tua, meskipun mereka musyrik.
- Menganjurkan untuk menunaikan kewajiban asasi manusia (KAM) terlebih dahulu, demi terpenuhinya hak asasi manusia (HAM).
Oleh: K.H. S. Ali Yasir | Sumber: Naskah Ensiklopedia Ahmadiyah
Comment here