Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna (QS 5:3). Demikianlah firman Allah, sang Pencipta alam semesta dengan segala isinya, termasuk semua manusia, yang jumlahnya sudah mencapai enam milyar lebih, yang tersebar di segala penjuru bumi. Sumber ajaran Islam adalah Al-Qur’an, satu-satunya Kitab Suci dimana kumpulan firman-firman Allah diabadikan. Dipandu oleh kitab Hadits sahih, dimana kata-kata dan perbuatan Nabi Suci Muhammad saw. diabadikan pula.
Nabi Suci Muhammad saw. (570-632 M) adalah satu-satunya orang yang mampu memimpin peradaban manusia yang mengalami kerusakan pada zamannya, yang dikenal sebagai zaman kegelapan (dark age), atau lebih populer dengan sebutan zaman jahiliyah, suatu zaman yang penuh duka nestapa bagi kaum lemah dan penuh permusuhan bagi kaum yang punya kemampuan (QS 30:41). Beliau berhasil memenangkan dan menegakkan tatanan kehidupan yang baik dan benar, agar manusia hidup damai sejahtera, baik lahir maupun batin.
Perihal kemenangan Nabi Suci tersebut diuraikan dalam Surat Al-Bayyinah (QS 98), surat yang diwahyukan di zaman permulaan Mekah. Wahyu-wahyu yang tercantum di dalam surat ini adalah nubuat mengenai tatanan kehidupan manusia dalam bingkai nilai-nilai luhur Islam yang akan mewujud menjadi kenyataan. Allah memberi petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan untuk mencapai kemenangan itu.
Pada ayat kelima surat tersebut, Allah memberikan petunjuk bagaimana menjalani kehidupan yang benar, yakni dengan cara mengabdi kepada Allah dengan perasaan tulus ikhlas serta patuh pada tata aturan agama yang diwahyukanNya, menegakkan shalat dan membayar zakat. Ketentuan tersebut merangkum tatanan hidup yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan Allah. Yang demikian itulah yang disebut sebagai agama yang benar.
Bukti kemenangan Nabi Suci dijelaskan secara rinci pada ayat 6 sampai 8, dimana orang kafir akan mengalami kehidupan yang buruk, dan sebaliknya orang yang beriman dan berbuat baik akan mengalami sukses.
Lantas, mengapa kehancuran terjadi kembali dalam kehidupan manusia? Jawaban singkatnya adalah karena Al-Qur’an, yang merupakan tuntunan yang paling benar (QS 17:9), ditinggalkan begitu saja. Peringatan-peringatan serta tata aturan hidup yang diwahyukan kepada utusan Allah itu diabaikan. Sampai-sampai, Rasulullah berkata, “Tuhanku, kaumku sudah memperlakukan Qu’ran ini sebagai barang yang ditinggalkan” (QS 25:30)
Dalam Qur’an Suci, kita mendapati berbagai kisah hikmah mengenai berbagai bangsa yang mengalami kehancuran karena mendustakan peringatan Allah. Contohnya adalah Kaumnya Musa, Nuh, ‘Ad, Tsamud, sebagai berikut:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab kepada Musa, dan Kami telah membuat saudaranya, Harun, sebagai pembantu menyertainya.
Lalu kami berfirman: Pergilah kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka mereka kami binasakan sama sekali.
Dan kaum Nuh, mereka kami tenggelamkan tatkala mereka mendustakan para Utusan. Dan mereka Kami buat sebagai tanda bukti bagi manusia. Dan Kami telah menyiapkan siksaan yang pedih bagi kaum lalim.
Dan pula kaum ‘Ad dan kaum Tsamud dan para penghuni Rass dan banyak generasi di antara mereka. Masing-masing mereka kami jadikan percontohan, dan masing-masing Kami binasakan sama sekali.
Dan sesungguhnya mereka telah mendatangi suatu kota yang dihujani dengan hujan yang jahat.Apakah mereka tak melihat itu? Tidak, malahan mereka tak mengharap dibangkitkan kembali” (QS 25:35-40).
Peringatan Qur’an ditujukan juga kepada perseorangan/individual. Sebagai contoh peringatan kepada Qarun, yang dikaruniai kelimpahan harta, namun Ia mendurhaka terhadap peringatan Allah.
“Sesungguhnya Qarun itu kaumnya Musa, tetapi ia mendurhaka terhadap mereka. Dan Kami berikan harta kepadanya begitu banyak sehingga timbunan hartanya terasa berat sekalipun dipikul oleh segerombolan orang-orang yang kuat. Tatkala kaumnya berkata kepadanya: jangan berfoya-foya, sesungguhnya Allah tak suka pada orang yang suka berfoya-foya.
Dan carilah tempat tinggal di akhirat dengan barang yang diberikan oleh Allah kepada engkau, dan janganlah engkau lupakan bagian engkau tentang keduniaan dan berbuatlah baik kepada (orang lain) sebagaimana Alah berbuat baik kepada engkau, dan jangan mencari kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tak suka pada orang yang berbuat rusak.
Ia (Qarun) berkata: Aku diberi harta ini karena aku memiliki pengetahuan. Apakah ia tak tahu bahwa Allah telah membinasakan sebelum dia, banyak generasi yang lebih hebat kekuatannya daripada dia dan lebih banyak jumlah hartanya. Dan orang yang salah tak akan ditanya tentang dosa mereka.
Maka keluarlah ia dengan pakaian yang bagus-bagus kepada kaumnya. Orang-orang yang mendambakan kehidupan dunia berkata: oh, sekiranya kami diberi seperti apa yang diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya dia mempunyai nasib yang baik sekali.
Dan orang-orang yang diberi ilmu berkata: celaka sekali kamu! Ganjaran Allah itu lebih baik bagi orang yang beriman dan berbuat baik. Dan tiada yang mendapat itu kecuali orang yang sabar.
Maka Qarun Kami benamkan dengan tempat tinggalnya dalam bumi. Dan ia tak mempunyai pasukan yang membantu dia melawan Allah dan tiada pula ia golongan orang yang membela diri.” (QS 28: 76-81)
Ayat-ayat di atas merupakan rambu-rambu peringatan bagi orang yang beriman kepada kitab suci Al-Qur’an, agar mengambil posisi jalan hidup yang terhindar dari kehancuran, yaitu jalan yang dilindungi oleh Allah dari segala penyebab kehancuran. Orang beriman dan berbuat kebaikan pasti dilindungi dari segala bencana.
Agama Islam merupakan proyek untuk membangun akhlak manusia. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Aku diutus untuk membangun akhlak yang mulia.” Mengapa akhlak? Karena Akhlak mempunyai fungsi yang dominan untuk menentukan baik dan buruknya keadaan hidup manusia, yang dalam istilah agama disebut neraka atau sorga, bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat kelak setelah kita ada di haribaan sang Maha Hidup.
Nabi Muhammad saw. adalah seorang ilmuwan, panglima perang, negarawan, guru besar yang berhasil sukses, membangun manusia yang sudah rusak akhlak dan mati ruhaninya. Sehingga kebiasaan sehari-harinya hanya pemuasan nafsu biologis semata, seperti mabuk-mabukan. Otaknya mati tak berfungsi. Kehidupan mereka tidak ada bedanya dengan binatang.
Gerakan yang dilakukan oleh Nabi Suci Muhammad saw. mampu menggetarkan bangsa Arab pada saat itu, suatu bangsa yang membanggakan dirinya dengan pedang sebagai sarana untuk membela kepentingan hidupnya. Semuanya disapu bersih menjadi bangsa yang bersatu, saling bantu-membantu satu sama lain, sehingga disegani oleh bangsa lain yang ingin menguasainya. Dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun terhitung sejak beliau menerima wahyu dari Allah, sang pencipta makhluk yang namanya manusia, umat Islam menjadi umat yang super power.
Lalu power apa yang dimiliki oleh umat Islam pada saat itu? Menurut Khawaja Kamaluddin dalam bukunya “Rahasia Hidup”, adalah power of action, yakni Qur’an Suci. Dan untuk mendapatkannya harus ada will to action, yakni kemauan untuk mempelajari dan mengamalkannya.[]
Ahmad Muntoha | GAI Purbalingga
Comment here