Pada umumnya, para ulama Islam mengajarkan bahwa sumber agama Islam itu ada empat, yaitu Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Qur’an dan Sunnah (Hadits) disebut sebagai al-adillatul-qat’iyyah (dalil yang mutlak benar), sedangkan ijma’ (kesepakatan pendapat di antara ulama Islam) dan Qiyas (penggunaanakal) disebut sebagai al-adillatul-ijtihadiyyah (dalil yang diperoleh dengan jalan ijtihad).
Tetapi, menurut pengakuan mereka juga, ijma dan qiyas itu bisa dilakukan harus dengan cara mendasarkan diri pada Qur’an dan Hadits. Padahal, Hadits sendiri hanyalah penjelas Qur’an Suci (perihal ini akan kami terangkan di bab berikutnya).
Maka sesungguhnya, boleh dikata, Qur’an Suci adalah benar-benar merupakan asas hakiki, yang di atas asas itu berdiri seluruh bangunan Islam. Quran Suci adalah satu-satunya dalil mutlak dan menentukan dalam setiap pembahasan yang berhubungan dengan ajaran dan syariat Islam.
Maka tak salah jika dikatakan bahwa Qur’an adalah satu-satunya sumber yang dari sumber ini diambil segala ajaran dan amalan agama Islam.
Kata Qur’an dalam bahasa Arab adalah isim masdar (kata dasar atau infinitif) dari akar kata qoro-a, yang makna aslinya “mengumpulkan barang-barang menjadi satu” (Lane Lexicon). Kata ini berarti pula “membaca.” Sebab, dalam aktivitas membaca, huruf dan kata dihubungkan satu sama lain menjadi susunan kalimat (lihat Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an karya Abdul Fazl Al-Raghib).
Menurut sebagian ulama, alasan mengapa kitab ini disebut Qur’an, karena dalam kitab ini terhimpun esensi segala kitab suci yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya. Bahkan, kitab ini adalah pula kumpulan segala ilmu, sebagaimana diisyaratkan dalam ayat, “Satu Kitab yang menjelaskan segala sesuatu” (12:111) (R).
Qur’an juga mengandung arti “kitab yang dibaca atau tetap dibaca.” Nama ini mengandung nubuat bahwa Qur’an adalah “kitab yang paling luas dibaca di seluruh penjuru dunia” (lihat Encyclopaedia Britanica).
Selain Qur’an, Allah juga menyebut Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi Suci Muhammad saw. ini dengan berbagai nama yang lain. Antara lain sebagai berikut:
- Al-Kitab (QS 2:2), artinya “tulisan yang lengkap dengansendirinya“
- Al-Furqan (QS 25:1), artinya “yang membedakan antara yang benar dengan yang salah dan antara kebenaran dan kepalsuan“
- Adz-Dzikra atau Tadzkirah (QS 15:9), artinya “peringatan” atau “sumber kemuliaan dan keagungan bagi manusia”
- AT-Tanzil (QS 26:192), artinya “wahyu yang diturunkan dari atas”
- Ahsanal-hadits (39:23) artinya, Firman yang amat baik;
- al-Mauidhah (10:57) artinya, Teguran;
- al-Hukum (13:37) artinya, Hukum;
- al-Hikmah (17:39) artinya, Kebijaksanaan;
- asy-Syifa (10:57) artinya, Yang menyembuhkan;
- al-Huda (72:13) artinya, Petunjuk;
- ar-Rahman (17:82) artinya, Kemurahan;
- al-Khair (3:103) artinya, Kebaikan;
- ar-Ruh (42:52) artinya, Roh atau Daya hidup;
- al-Bayan (3:127) artinya, Penjelasan;
- al-Nikmah (93:11) artinya, Nikmat;
- al-Burhan (4:175) artinya, Bukti yang terang;
- al-Qayyim (18:2) artinya, Yang memelihara;
- al-Muhaimin (5:48) artinya, Yang menjaga;
- al-Nur (97:157) artinya, Cahaya;
- al-Haqq (17:81) artinya, Kebenaran.
Selain itu, Qur’an disebut pula dengan berbagai nama lain, yang menunjukkan sifatnya. Antara lain:
- Kariim (56:77) artinya, Yang mulia;
- Majid (85:21) artinya, Yang agung;
- Hakim (36:2) artinya, Yang bijaksana;
- Mubarraq (21:50) artinya, Yang diberkahi (makna aslinya, sesuatu yang kebaikannya tak pernah diputus);
- Mubin (12:1) artinya, Yang membuat sesuatu menjadi terang;
- al-’Aliyyi (43:4) artinya, Yang luhur;
- Fashl (86:13) artinya, Yang menentukan;
- ‘Azhim (39:67) artinya, Yang maha penting;
- Mukarram artinya Yang dihormati;
- Marfu’ artinya Yang ditinggikan;
- Muthhaharah artinya, Yang disucikan (80:3-14);
- Mutasyabih (39:23) artinya, Yang bersesuaian dengan berbagai bagian.
Kata “Qur’an” secara khusus disebutkan berulang kali dalam Kitab itu sendiri (QS 2:185; 10:37, 61; 17:106 dan sebagainya) yang menguraikan kepada siapa, dalam bahasa apa, serta bilamana dan bagaimana Qur’an itu diturunkan.
Qur’an diwahyukan kepada Nabi Suci Muhammad saw., sebagaimana dinyatakan dalam ayat, “Dan yang beriman kepada apa yang diwahyukan kepada Muhammad, dan ini kebenaran dari Tuhan mereka” (QS 47:2).
Qur’an diturunkan pada bulan Ramadan (QS 2:185), pada suatu malam yang sejak saat diturunkannya Quran itu mendapat sebutan Lailatul-Qadar (QS 44:3) atau Malam nan Agung (QS 97:1) dalam bahasa Arab yang jelas (QS 44:58, 43:3).
Lailatul-Qadar atau Malam Nan Agung adalah satu dari tiga malam di bulan Ramadan, antara tanggal 25, 27, atau 29, yaitu pada malam hari menjelang salah satu dari tanggal tersebut (Bukhari 32:4).
Qur’an diturunkan secara bertahap, sepotong demi sepotong, sepenggal demi sepenggal. Dan ketika suatu potongan atau penggalan ayat diturunkan, segera ia ditulis dan dihapalkan oleh Nabi Suci dan Para Sahabat.
Wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Suci pada saat usia beliau empat puluh tahun. Adapun jangka waktu digenapkannya Al-Qur’an adalah dua puluh tiga tahun, meliputi masa hidup Rasulullah saw. sejak diangkat menjadi Nabi dan menceburkan diri dalam aktivitas dakwah untuk memperbaiki dunia yang tengah dilanda kegelapan.
Qur’an menyatakan, “Inilah Qur’an, yang Kami buat berbeda, agar engkau membacakan itu kepada manusia dengan perlahan-lahan, dan (karenanya) Kami menurunkan itu setahap demi setahap” (QS 17:106).
Tetapi, meskipun diturunkan setahap demi setahap, seluruh wahyu Qur’an adalah kesatuan yang utuh, yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Suci melalui perantaraan Malaikat Jibril (Ruhul Kudus).
Dinukil dari buku “Islamologi” bab Quran Suci (Darul Kutubil Islamiyah, 2013).
Comment here