Tokoh

Ghulam Ahmad: Pembaharu Islam di Abad 14 Hijriyah

Pada tiap-tiap permulaan abad hijriyah, ketika dunia Islam ditimpa kerusakan, kegelapan dan kebejatan moral, Allah SWT membangkitkan seorang Mujaddid untuk mengadakan tajdid (pembaharuan). Dengan demikian pada tiap-tiap abad lahir satu gerakan pembaharuan dalam Islam, yang meniupkan semangat kehidupan baru dalam Islam. Gerakan ini bukan inisiatif manusia, melainkan kehendak Allah.

Pada abad ke-14 Hijriyah, yang digambarkan sebagai zaman dimana iman kaum muslimin tergantung di Bintang Tsuraya, Allah SWT membangkitkan seorang Mujaddid agung keturunan Persia. Mujaddid itu adalah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Atas dasar ilham dari Allah Ta’ala, beliau kemudian mendirikan sebuah gerakan pembaharuan dalam Islam, yang diberi nama Gerakan Ahmadiyah.

 

Riwayat Hidup Ghulam Ahmad

Ghulam Ahmad lahir pada Jumat, 14 Syawal 1250 H (13 Februari 1835 M) di dusun Qadian, India. Beliau keturunan bangsawan Moghul, dan oleh karena itu mendapat gelar Mirza. Sedangkan sebutan Hazrat adalah gelar sebagai orang suci atau rohaniwan.

Ayahya mengundang guru-guru khusus untuk membimbing dan memberi pelajaran kepada beliau. Pada usia 6-7 tahun beliau mendapat pelajaran membaca Qur’an Suci dan bahasa Persi dari Maulvi Fadhal Ilahi, kemudian pada usia 10 tahun mendapat pelajaran bahasa Arab dan Nahwu Sharaf dari ustadz Maulvi Fadhal Ahmad. Pada usia 17-18 tahun mendapat pelajaran bahasa Arab, Nahwu Sharaf, Ilmu Mantiq, Ma’ani dan Hikmah dari seorang guru berfaham Syiah bernama Sayid Gul Ali Syah.

Sejak kanak-kanak beliau gemar menyendiri di dalam kamarnya untuk beribadah, berdzikir, dan mendalami kitab-kitab Islam. Beliau juga banyak melakukan puasa, hingga hanya makan sekerat roti untuk sehari-semalam.

 

Perjuangan Membela Islam

Semasa hidupnya, Ghulam Ahmad menghabiskan waktu untuk membela perkara Islam. Kala it, Islam mendapat serangan yang hebat terutama dari dua kekuatan raksasa, yakni Kristen dan Hindu. Di satu sisi, Kristen didukung oleh kekuatan penguasa penjajah Inggris, di sisi lain kaum Hindu  Arya Samaj didukung oleh kekuatan mayoritas penduduk negeri. Kedua golongan itu terus-menerus memburuk-burukkan Islam dan pribadi Nabi Suci Muhammad saw. dengan gencar.

Keadaan tersebut dilukiskan oleh sebuah risalah yang diterbitkan oleh Kaum Ahrar sebagai berikut:

“Zaman itu merupakan zaman ibtila (cobaan) yang paling buruk bagi Islam … Penguasa penjajah tidak mengindahkan perasaan orang-orang Islam di India dan dengan angkuh berkata tentang hal-hal yang oleh kita sekarang tidak akan sanggup menahan diri mendengarkannya. Di masa ini seluruh kaum merasa bangga menghambakan diri kepada Inggris. Di masjid-masjid, bersamaan dengan puji-pujian kepada Tuhan, mereka juga mengadakan puji-pujian kepada Inggris.” (Tabsyirah, Lahore, April 1966)

Dalam kondisi semacam itu, Ghulam Ahmad menulis sebuah buku dengan judul Barâhinul-Ahmadiyyati ‘alâ haqîqati kitâbil-lâhil-qur’âni wan-nubuwwatil-muhammadiyyah, atau yang lebih dikenal dengan Barahini Ahmadiyah. Buku itu terdiri dari empat jilid, yang ditulis dalam jangka waktu empat tahun, sejak 1880 hingga 1884.

Dalam kitab ini, beliau menguraikan keindahan dan kebenaran Islam dengan dalil-dalil yang kuat dan tak terbantahkan. Selain itu beliau mengupas habis-habisan serangan agama-agama lain dengan bukti-bukti yang kuat. Beliau juga menjelaskan bahwa kemenangan Islam akan diperoleh melalui perantaraan wahyu Ilahi, yang tidak hanya diturunkan pada zaman dahulu, melainkan akan selalu diturunkan baik di zaman sekarang maupun di zaman yang akan datang. Beliau sendiri mengaku sering menerima wahyu Ilahi itu dalam bentuk ilham, kasyaf dan ru’ya.

Dalam kitab itu pula, beliau mengumumkan dirinya sebagai Mujaddid abad ke-14 Hijriyah. Pengumuman itu beliau terbitkan juga dalam selebaran yang disebarluaskan di kalangan masyarakat pada tahun 1885. Dalam selebaran itu beliau menulis:

“Penulis surat selebaran ini diberi tahu bahwa ia adalah Mujaddid pada abad ini, dan bahwa keluhuran ruhaninya menyerupai Al-Masih bin Maryam…. Aku datang untuk menegakkan kebenaran Islam dan untuk meyakinkan manusia  akan keindahannya, dan untuk memimpin mereka ke arah sumber ajaran-ajaran Islam yang menyegarkan ruh mereka dengan air suci Islam. Aku tak membawa syariat baru. Qur’an Suci adalah kitab terakhir dan Nabi Suci Muhammad saw. adalah Nabi terakhir. Kedatanganku adalah untuk mengabdi kepada Islam dan untuk menyiarkannya dan untuk membersihkan wajah Islam dari kotoran-kotoran yang melekat kepadanya, sebagai akibat hiruk-pikuk pikiran manusia. Aku adalah Mujaddid Abad ke-14 Hijriyah ini.”

Pengumuman beliau sebagai mujaddid itu disambut lega oleh umat Islam di sana. Mereka mengakui bahwa beliaulah satu-satu-nya orang yang tepat sebagai mujaddid. Di samping itu, pada kenyataannya selain beliau tidak ada orang lain yang mendak-wahkan diri sebagai mujaddid abad itu.

 

Mendirikan Gerakan Ahmadiyah

Kitab Barahini Ahmadiyah karya Ghulam Ahmad menjadi perbincangan banyak orang. Bahkan, banyak kaum muslim yang berniat untuk melakukan sumpah setia (bai’at) untuk ikut berjuang bersama beliau, tetapi selalu ditolaknya. Barulah pada bulan Desember 1888, beliau mulai menerima bai’at dari para pengikutnya dan mendirikan sebuah gerakan pembaharuan, sesudah menerima wahyu dari Allah Ta’ala sebagai berikut:

“Taufan kesesatan telah meliputi dunia, sebab itu sediakanlah bahtera, dan barangsiapa suka naik bahtera itu akan selamatlah ia dari mati tenggelam. Adapun orang yang menolak, kematian akan me-nimpanya.” (Fathi Islam)

Bai’at pertama dilakukan oleh 40 orang, terjadi pada 23 Maret 1889 di kota Ludhiana. Pada 4 November 1900, beliau meng-umumkan nama gerakannya sebagai Gerakan Ahmadiyah, yang dinisbatkan pada nama Nabi Suci Muhammad saw., yang termak-tub dalam Qur’an (QS 61:6). Nama itu dipilih dengan maksud agar supaya setiap orang yang mendengar nama ini tergerak hatinya untuk menghayati aktivitasnya dengan sifat jamali, dengan cara senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala, dan berdakwah melalui keindahan, keelokan dan kehalusan budi pekerti.

Untuk dapat berlaku jamali, setidaknya ada empat hal yang harus dipedomani oleh para pengikut gerakan ini, yaitu kekuatan ilmu (pengetahuan yang benar), kekuatan bayyinah (tanda bukti atau argumentasi), kekuatan takwa (pengabdian kepada Allah), dan kekuatan iman (keyakinan akan pertolongan Allah).

 

Pengakuan Sebagai Al-Masih dan Al-Mahdi

Pada umumnya, umat Islam berkeyakinan bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup di langit, dan akan turun di akhir zaman untuk memenangkan Islam. Dalam pandangan Ghulam Ahmad, keyakinan seperti itu adalah keliru, karena terpengaruh keyakinan Kristen. Memang benar ada sebuah Hadits Nabi saw. yang menjanjikan datangnya Al-Masih, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, sebagai berikut:

Kayfa antum idzâ nazalabna maryama fîkum wa imâmukum minkum (Bagaimanakah kamu apabila Ibnu Maryam turun di dalam kamu dan ia menjadi imam kamu dari antara kamu?)”

Menurut beliau, Hadits tersebut benar (sahih) adanya. Tetapi, yang dimaksud Ibnu Maryam dalam Hadits tersebut bukanlah Nabi Isa a.s., melainkan seseorang dari kalangan umat Islam yang memiliki sejumlah perserupaan dengan Nabi Isa a.s. Karena itu, pada tahun 1891, beliau mengumumkan bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat dan tak akan datang lagi ke dunia. Beliau menerangkan bahwa Nabi Isa a.s. tidak mati disalib atau dibunuh (QS 4:157-158), melainkan mati secara wajar dalam usia lanjut, sebagaimana diterangkan oleh Nabi Suci dalam Hadits.

Menurut Ghulam Ahmad, pada umumnya umat Islam keliru mengartikan kata nazala fîkum dan imâmukum minkum dalam Hadist di atas. Dalam pandangan beliau, kata nazala tidak selalu berarti turun dari langit, sebagaimana di dalam Qur’an terdapat pula banyak ayat yang menyebutkan kata itu tidak dalam arti demikian. Sedangkan kata-kata imâmukum minkum ini jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud ialah seseorang di antara kaum Muslimin sendiri. Dengan demikian teranglah bahwa Al-Masih yang akan datang di akhir zaman bukanlah Nabi Isa a.s. yang telah wafat, melainkan seorang Muslim yang mempunyai perangai atau sifat-sifat seperti Nabi Isa Al-Masih a.s.

Akhirnya, beliau pun mengakui dirinya sebagai orang yang dimaksud dalam hadits tersebut, karena beliau diutus oleh Allah Ta’ala untuk memenangkan Islam dengan cara-cara indah dan tanpa kekerasan (jamali), sebagaimana diperagakan oleh Isa Al-Masih dalam berdakwah di kalangan umatnya. Di samping itu, pengakuan itu dimaksudkan juga supaya umat Islam tidak lagi berpangku tangan, dan tergerak hatinya untuk bersedia berkorban bersama-sama dalam membela dan menyiarkan Islam. Bahkan, beliau mengorbankan seluruh hidupnya untuk memimpin umat Islam dalam perkara itu, dengan menggunakan hujjah (dalil) yang bersumber langsung dari Qur’an Suci dan Sunnah Nabi. Dan karena itulah beliau disebut juga sebagai Al-Mahdi, artinya yang menjelaskan petunjuk-petunjuk Qur’an Suci mengenai jalan atau cara memenangkan Islam.

 

Merintis Jalan Kemenangan Islam

Semenjak mendakwahkan diri sebagai Mujaddid, Masih dan Mahdi, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menggunakan seluruh sisa waktu hidupnya untuk membela dan menyiarkan Islam. Dalam rangka memenangkan Islam di zaman akhir, beliau menetapkan  jalan/metode jihad tanpa kekerasan, antara lain berupa silatu-rahmi, korespondensi, dan menerbitkan literatur keislaman.

Berikut ini adalah sedikit uraian mengenai jihad beliau dalam bidang pembelaan dan penyiaran Islam, yang beliau lakukan dengan jalan damai, tanpa kekerasan.

  1. Dakwah kepada Ratu Victoria, Inggris. Tahun 1893, Ghulam Ahmad menerbitkan buku Aina Kamalati Islam, yang berisikan uraian-uraian yang mencerminkan keindahan dan keluhuran Islam. Di dalamnya terkandung juga seruan kepada Ratu Inggris, Victoria, penguasa tertinggi pemerintah kolonial saat itu, agar menerima Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi perdamaian.
  2. Debat dengan Pendeta Kristen. Tahun 1893, terjadilah perdebatan sengit antara beliau dan seorang Pendeta Kristen. Debat ini berlangsung sampai 15 hari lamanya. Naskah dari kedua belah pihak dihimpun menjadi satu dan diberi nama Janggi Muqaddats (Perang Suci).
  3. Debat dengan Pendeta Hindu. Debat ini dilakukan beliau dengan Swami Daya Nanda Saraswati, seorang pimpinan Arya Samaj, yang memperkarakan soal keesaan Tuhan, persamaan hak manusia, dan kebenaran wahyu Ilahi, dalam perspektif KitabSuci masing-masing.
  4. Seminar Lintas Agama. Tahun 1896, terjadi seminar agama-agama di kota Lahore, atas prakarsa beberapa tokoh agama yang bercita-cita hendak menghentikan sengketa antar agama. Sebagai perwakilan Islam, Ghulam Ahmad membuat makalah yang menguraikan lima pokok bahasan Qur’an Suci berkenaan dengan manusia, yaitu kondisi jasmani, akhlak dan ruhani manusia; keadaan manusia di akhirat; tujuan hidup manusia dan cara-cara mencapainya; pengaruh hukum syariat terhadap kehidupan manusia di dunia dan akhirat; dan sumber ilmu ketuhanan. Seluruh peserta seminar mengakui keunggulan beliau, dan hal itu diberitakan oleh berbagai surat kabar saat itu. Tulisan beliau akhirnya dibuku-kan dengan judul Islami Ushul Ki Filasafi.
  5. Tabligh Islam di Barat. Dalam kitab Izala Auham (1891) beliau mengurai sebuah hadits yang menerangkan bahwa kemenangan Islam itu ditandai dengan terbitnya matahari di Barat. Hal ini beliau artikan bahwa kemenangan Islam itu dapat dicapai dengan cara menyiarkan Islam di tengah-tengah bangsa Barat, yang masih berprasangka buruk terhadap Islam. Karena itu, beliau berusaha keras untuk menyelenggarakan dakwah Islam di Barat. Tahun 1901, beliau meletakkan batu pertama pembangunan tabligh Islam di Barat dengan menerbitkan majalah bulanan berbahasa Inggris bertajuk The Review of Religions, yang dipimpin oleh sekretaris beliau, Maulana Muhammad Ali. Majalah ini menjadi satu-satunya majalah berbahasa Ingrris yang dikeluarkan oleh kalangan Islam pada saat itu. Majalah ini mengupas segala agama di dunia dan menjadi sumber penerangan bagi kaum Muslimin maupun non Muslim di Barat. Setelah beliau wafat, usaha tabligh Islam di Barat ini diteruskan oleh para pengikutnya dengan cara mengirimkan mubaligh, mendirikan masjid, dan menerbitkan buku dan majalah dalam berbagai bahasa bangsa-bangsa Barat.
  6. Karya Penelitian. Hazrat Mirza Ghulam Ahmad juga banyak menghasilkan karya penelitian, baik mengenai Islam maupun agama lain. Karya penelitian beliau antara lain:
  • Jubah Baba Nanak. Tahun 1895, beliau meneliti jubah (chola) yang selalu dipakai oleh Baba Nanak. Dalam jubah itu, beliau menemukan banyak ayat-ayat suci Al-Qur’an. Atas dasar itu, beliau menulis buku berjudul Sat Bachan, yang menjelaskan secara ilmiah mengenai Jubah Baba Nanak, dan menyimpulkan bahwa Baba Nanak sesungguhnya meyakini kebenaran Islam.
  • Makam Nabi Isa. Untuk keperluan ini, beliau mengadakan penyelidikan di daerah Afganistan dan Kashmir. Hasilnya, beliau mendapatkan banyak bukti bahwa Nabi Isa berdakwah di kedua wilayah itu pasca tragedi penyalibannya yang gagal. Di sinilah Nabi Isa wafat dalam usia 120 tahun, dan dimakamkan di sebuah makam yang terletak di Khanyar, Srinagar, Kashmir.
  • Bahasa Arab. Atas dasar penelitiannya, Ghulam Ahmad menemukan banyak bukti bahwa bahasa Arab adalah induk berbagai bahasa di dunia. Karena itu, beliau menulis sebuah kitab bertajuk Minanur-Rahman. Di dalam kitab ini, beliau menerangkan bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang sempurna dan dipakai sebagai bahasa wahyu untuk seluruh umat manusia.

 

Akhir Hayat HMGA

Pada tahun 1905 beliau menerima ilham bahwa ajal beliau sudah dekat. Meskipun begitu, beliau terus saja bekerja dengan penuh semangat untuk menyampaikan kebenaran Islam.

Di tahun-tahun terakhir masa hidupnya, beliau menulis berbagai kitab, seperti Haqiqatul-Wahyi, Barahini Ahmadiyah Jilid V, Casmai Ma’rifat dan Paigham-i Shulh. Beliau juga menerbitkan sebuah brosur yang berjudul Al-Washiyyat, dan membentuk Shadr Anjuman Ahmadiyah, yakni Pengurus Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah, yang terdiri dari 14 orang anggota, antara lain Maulvi Hakim Nuruddin, Maulana Muhammad Ali, Khawaja Kamalud-din, dan Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad.

Akibat penyakit Nauras Thenia yang telah dideritanya bertahun-tahun, akhirnya pada 26 Mei 1908 pukul 10.00 pagi, beliau meninggal dunia, menghadap kekasihnya yang sejati, Allah Swt. Jenazahnya dimakamkan di Qadian. Beliau pergi meninggalkan banyak pengikut, yang sekarang telah tersebar di seluruh dunia.

 

Ditulis ulang dari Pendidikan Agama Islam untuk SMA/SMK, Jilid 2, Yayasan PIRI, Cetakan tahun 2016

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »