Artikel

Mengapa Umat Islam tak maju-maju?

Apa sebab di negara-negara Islam lazim terdapat perbuatan lancung, perbuatan tak jujur? Itu adalah akibat dari penyakit parah yang diderita oleh umat Islam berabad-abad lamanya. Penyakit apakah itu, dan apakah yang menyebabkannya?

Sejak bangsa-bangsa Barat melepaskan ikatannya dari tambatan kekristenan, berkembanglah filsafat yang bersifat materialistis-mekanis, yang menelorkan orang-orang seperti Marx, Engels, dll. Mereka mengagungkan dan mendewa-dewakan akal.

Segala sesuatu yang tak masuk akal dan tak dapat diterangkan serta dibuktikan secara ilmiah, seperti Allah, Malaikat, Wahyu, dan Akhirat, semuanya dianggap tak benar, seakan-akan pembuktian secara ilmiah adalah satu-satunya metode untuk memperoleh pengetahuan.

Karena manusia semacam itu hanya mengakui kebenaran yang bersifat kebendaan saja, dan tak percaya adanya roh dan alam gaib, dan tak pula mengenal nilai-nilai kerohanian atau keagamaan, maka sudah tentu yang mereka utamakan hanyalah kehidupan jasmani. Jadi sebenarnya, mereka itu hidup pada taraf kebinatangan.

Sekalipun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak mendatangkan kenikmatan hidup jasmani, namun manusia Barat hidup merana, gelisah dan kecewa. Mereka memerlukan berbagai hiburan, seperi wishky, musik, dansa, night-club, dsb. sekedar untuk melupakan ketegangan batin mereka.

Seiring penjajahan Bangsa Barat ke bangsa-bangsa Timur, sikap batin semacam itu menjalar ke bangsa-bangsa jajahan pada umumnya dan umat Islam khususnya. Umat Islam yang sudah merosot kehidupannya sejak abad 10, kini mulai melepaskan diri dari tambatan agama Islam.

Melihat kemerosotan umat itu, ada sebagian ulama yang mempunyai pendapat bahwa umat Islam hanya akan jaya kembali jika dapat merebut kekuasaan politik, dengan mendirikan Negara Islam. Seakan-akan dengan tercapainya kekuasaan politik, umat Islam akan menjadi jaya.

Pendapat semacam itu berlawanan dengan sunnah Nabi dan petunjuk Quran Suci. Sebagaimana kita maklum, kemerosotan umat Islam itu bukan karena sebab dari luar, tetapi karena sebab dari dalam.

Batin umat Islam-lah yang rusak, karena sudah sekian lamanya menderita penyakit rohani. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki umat Islam, pertama kali harus dilakukan perbaikan dari dalam batinnya.

Contohlah Nabi Suci Muhammad saw., pada waktu Nabi suci memperbaiki bangsa Arab. Pertama kali yang dilakukan beliau adalah menanamkan iman yang kuat kepada Allah. Iman itu disiraminya setiap hari dengan shalat dan amal saleh.

Menanamkan iman itulah yang memakan waktu lama, karena iman itu tidak sekaligus menjadi sempurna. Iman pada tingkat permulaan itu masih rendah mutunya.

Allah Ta’ala berfirman, “Penduduk padang pasir berkata, “kami beriman.” Katakanlah, kamu belum beriman. Maka berkatalah, kami berislam, sebab iman belum masuk dalam hatimu.” (QS 49:14).

Dengan berkata “Kami beriman,” tidaklah berarti bahwa orang sudah beriman, melainkan baru berislam. Iman yang belum masuk dalam hati, tidak dapat mengadakan perubahan jiwa, dan tak dapat menumbuhkan akhlak yang tinggi.

Hanya iman yang meresap dalam hati itulah yang menjadikan umat Islam, dalam jangka waktu satu generasi, menjadi suatu kekuatan dunia yang penuh kuasa.

Apakah ciri iman yang telah masuk dalam hati itu? dalam Quran banyak sekali ayat yang menggambarkan orang mukmin sejati. Antara lain Allah berfirman, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS 23:1-2).

Selain Rasulullah saw., gambaran shalat khusyu’ ialah seperti yang dijalankan oleh Sayyidina Abu Bakar atau Sayyidina Ali. Mereka selalu meneteskan air mata setiap kali menjalankan shalat dan membaca Quran. Bahkan ada kisah, suatu ketika Sayyidina Ali terpanah punggungnya. Lantas ia pun meminta salah seorang sahabat untuk mencabut busur panah itu ketika nanti ia tengah sujud dalam shalat.

Bandingkanlah dengan shalatnya kaum muslimin zaman sekarang. Gerakan ruku’ dan sujudnya begitu cepat, sehingga tak tampak kehusyukan di dalam shalatnya. Ini membuktikan bahwa iman belum masuk dalam hatinya.

Jika iman kaum muslimin saja belum masuk dalam hati, maka terlebih bagi kaum bukan muslimin, pasti mereka tak mempunyai iman sama sekali. Maka tidaklah aneh bahwa dunia sekarang ini banyak timbul pertempuran, banyak kegelisahan (bunuh diri, penyakit jiwa, dsb), banyak maksiat, dll.

Jika umat Islam benar-benar ingin memperbaiki keadaan dunia atau rumah tangganya sendiri, maka perjuangan yang ditempuh bukanlah dengan jalan teror, melainkan terlebih dahulu menanamkan iman dalam kalbu kaum muslimin sendiri. Sehingga, perjuangannya hanya didasarkan karena Allah semata. “Katakanlah. Sesungguhnya shalatku, pengorbananku, hidup dan matiku adalah karena Allah semata-mata.” (QS 6:163)

Jika umat Islam hanya sadar akan dirinya saja (egosentris), dan berjuang atas dorongan hawa nafsu, maka ini tak diridlai oleh Allah.

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad memberi nasehat, “Yang teramat penting bagi manusia zaman sekarang ialah usaha keras untuk mendapatkan kembali hubungan pribadinya dengan Sang Pencipta, sumber dari segala sumber kehidupan, keindahan, kebenaran dan kebaikan. Dan juga menaati petunjuk Quran Suci sebagai satu-satunya cahaya yang dapat menerangi dan memimpin manusia kepada iman. Di sinilah letak seluruh kekuatan dan tenaga hidup Islam.

Islam itu jadinya satu nama yang menyatakan usaha manusia yang mengatur hidupnya di bawah pancaran cahaya dan semangat kesadaran akan adanya Allah dan kedaulatanNya, dan usaha keras yang dilakukan dengan untuk bertemu dengan Dia.”

Untuk melaksanakan amanat tersebut, Gerakan Ahmadiyah mengirimkan missionarisnya ke segala penjuru dunia, dengan misi menanamkan iman dan mengajarkan Quran. Perjuangan menyiarkan ajaran Quran ke seluruh dunia adalah perjuangan suci yang dikategorikan sebagai jihad fi sabilillah.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan berjihadlah dengan (Quran) ini dengan jihad yang besar.” (QS 2:252).

Bahkan berdasarkan situasi dan kondisi dunia pada dewasa ini, tak dibenarkan jihad dengan mengangkat senjata. Karena menurut ajaran Quran, kaum muslimin hanya diperbolehkan mengangkat senjata untuk membela diri, dan dilarang sekali untuk menjalankan agressi.

“Izin perang diberikan kepada orang-orang yang diperangi, karena mereka dianiaya. Dan sungguh Allah berkuasa untuk menolong mereka, yaitu orang-orang yang diusir dari tempat kediamannya tanpa alasan yang benar, selain bahwa mereka berkata, Tuhan kami ialah Allah.” (QS 22:39-40).

Hanya dengan motif dalam ayat itulah kaum muslimin diizinkan mengangkat senjata. Menyiarkan agama dengan jalan kekerasan adalah dilarang. Tak ada paksaan dalam agama, demikian Allah menegaskan.

 

[ Oleh: Soedewo PK | Sumber Artikel : Warta Keluarga GAI No. 87/88, Maret/April 1978 ]

Yuk Bagikan Artikel Ini!
Translate »