Kemarahan merupakan fenomena yang dapat ditemukan di setiap individu dan masyarakat. Kemarahan selain menjadi masalah personal bisa juga menjadi masalah sosial. Kemarahan yang tidak terkendali, selain bisa menimbulkan kerugian bagi diri sendiri, juga bisa menyebabkan kerenggangan dalam hubungan sosial.
Oleh karena itu, untuk bisa menjadi manusia yang paling mulia di sisi Allah, menjadi manusia yang bertakwa, kita harus dapat mengendalikan kemarahan.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan cepat-cepatlah menuju pengampunan dari Tuhanmu, dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menginfakkan (harta) pada waktu lapang dan waktu sempit, dan orang-orang yang menahan kemarahan, dan orang-orang yang memaafkan manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (Ali Imran, 3:133-134).
Dalam firman Allah itu, disebutkan ciri-ciri orang bertakwa. Salah satu ciri orang bertakwa adalah dia mampu menahan kemarahan. Jadi, orang bertakwa, bukan berarti orang yang tidak punya rasa marah, melainkan orang yang punya rasa marah tetapi mampu mengendalikannya, setiap kali kemarahan itu muncul dan membara di dalam hati.
Manusia itu makhluk sensitif yang dianugerahi hati nurani. Dengan hati nuraninya manusia mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Jadi wajar, ketika manusia melihat beberapa perilaku jahat, yang tidak bermoral, dia menjadi terganggu.
Tetapi dalam situasi seperti itu, ada dua pilihan, yaitu menunjukkan reaksi negatif atau memberikan reaksi positif. Kemarahan merupakan reaksi negatif. Orang bertakwa, sekalipun dalam kondisi terganggu, dia tetap mempunyai kemampuan untuk memberikan respons positif dan mengembangkan kasih sayang.
Nabi Muhammad saw. memberikan beberapa petunjuk praktis untuk mengatasi kemarahan, yaitu:
- Ketika marah, seseorang hendaklah mengucapkan ta’awudz, a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.” (lihat Sahih al-Bukhari 6115).
- Ketika marah, seseorang hendaklah mengubah keadaan atau posisi tubuhnya. “Apabila salah seorang di antara kamu marah dalam keadaan berdiri, hendaklah dia duduk. Bila kemarahannya bisa hilang itu baik. Kalau tidak, hendaklah dia berbaring.”(Sunan Abi Dawud 4782).
- Ketika marah, seseorang hendaklah mencoba untuk tidak berbicara dan tetap diam. “Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad).
- Ketika marah, seseorang hendaklah segera berwudhu. “Sesungguhnya marah itu dari setan, setan itu diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Maka apabila salah seorang di antara kamu marah, dia hendaklah berwudhu.”(Sunan Abi Dawud 4784).
Selain mengamalkan cara pengendalian kemarahan yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad saw. itu, tidak ada salahnya bila kita juga melakukan cara-cara lain yang insya Allah bermanfaat untuk meredam emosi dan meredakan kemarahan, misalnya:
- Saat kemarahan sedang memuncak, kita memejamkan mata secara perlahan, lalu menarik napas panjang dari hidung dan mengeluarkannya secara perlahan dari mulut. Perbuatan ini bisa diulang beberapa kali.
- Saat kemarahan sedang memuncak, kita bangkit dari duduk dan berjalan-jalan sejenak, menjauhi sumber kemarahan atau kekesalan.
- Saat kemarahan sedang memuncak, kita menekan secara perlahan dengan ibu jari bagian dalam telapak tangan yang terletak di antara ibu jari dengan telunjuk.
- Saat kemarahan sedang memuncak, kita mengendorkan otot-otot yang tegang. Misalnya, dengan menggerakkan bahu ke belakang, memutar leher searah atau berlawanan arah dengan jarum jam, memutar tubuh ke kanan dan ke kiri.
Semoga dengan mengamalkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, kita bisa mengendalikan kemarahan dan luapan emosi yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Amin. [Yatimin AS]
Comment here