Keadaan kehidupan yang sangat didambakan oleh setiap insan adalah “Damai Sejahtera, Adil dan Makmur”. Sebab dengan kehidupan yang damai, setiap orang akan beroleh ketentraman dan kebahagiaan.
Tetapi suasana damai di dalam kenyataan kehidupan kita seringkali tercederai. Kehidupan damai seringkali dirusak oleh segelintir orang atau kelompok orang, yang merasa paling benar sendiri, atau segelintir orang atau kelompok orang yang ingin berkuasa.
Semata karena alasan perbedaan keyakinan, kelompok yang satu bisa menindas, menghina dan mengolok-olok kelompok yang lain. Tidak jarang, ada pula segelintir orang atau kelompok orang, yang menggunakan berbagai cara untuk memusnahkan kelompok atau komunitas yang tidak sepaham dengannya.
Di Indonesia, kebebasan beragama dan menganut kepercayaan dijamin oleh undang-undang. Karena itu, setiap agama atau keyakinan boleh, dan bebas, bertumbuh kembang di Indonesia.
Undang-undang menjamin kebebasan berkeyakinan, kebebasan berfikir, dan kebebasan berserikat, sebagai hak asasi setiap warga negara, yang tak boleh dirampas oleh siapa pun, selama kebebasan itu tidak termanifestasikan dalam perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum atau merugikan pihak lain.
Keyakinan atau akidah tak bisa dihukum, meski dianggap menyimpang sekalipun. Yang bisa dihukum adalah perbuatannya yang salah.
Pada dasarnya, keyakinan atau akidah juga tidak bisa dipaksakan. Keyakinan seseorang tidak bisa diubah dengan cara paksa. Keyakinan orang akan berubah dengan sendirinya atas kemauannya sendiri, setelah yang bersangkutan mengkaji dan menyadari bahwa keyakinannya keliru.
Para Utusan Tuhan atau Nabi tidak pernah sekalipun memaksakan keyakinan mereka kepada umatnya. Mereka berdakwah dengan cara bijaksana. Mereka tak pernah berhenti menyebarkan risalah, menawarkan dan mengajak orang lain mengikuti dan menaati risalah itu. Tetapi mereka tak pernah memaksa, bahkan apalagi memusuhi mereka yang tak menerimanya.
Konflik inter atau antar pemeluk agama seringkali terjadi karena perselisihan faham. Ketika kelompok yang satu ingin membinasakan kelompok yang lain, maka pasti akan terjadi konflik horisontal yang bisa mengakibatkan kerugian besar, bahkan menimbulkan korban jiwa.
Konflik horisontal seharusnya bisa dihindari selama para tokoh atau pemimpin kelompok yang berseberangan tidak saling menyulut api permusuhan, atau bahkan memprovokasi yang mendorong umat atau massanya berbuat anarkis.
Hendaknya semua bersikap tenggang rasa. Jadikanlah perbedaan sebagai medium olah daya pikir. Beda keyakinan adalah kawan dialog, beda pendapat adalah kawan berfikir.
Silahkan terus berdakwah, asal dengan cara-cara yang bijaksana. Tunjukkan keindahan agama sendiri, tapi jangan sembari menghina dan memutarbalikkan ajaran agama lain. Jangan mengadu domba, jangan merusak ketentraman, dan jangan mengintimidasi komunitas agama lain.
Di dalam agama Islam ada adagium, “lakum diinukum waliyadiin”. Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Urusan agama adalah urusan pribadi orang per orang.
Di dunia ini ada banyak agama. Ajarannya tentu berbeda antara satu dengan yang lain. Tentunya agama yang benar akan unggul dan teruji oleh berjalannya waktu. Orang pasti bisa menilai mana agama terbaik di antara yang baik, dan mana ajaran agama yang paling rasional serta mudah diterima akal.
Tetapi bukankah pada dasarnya semua agama mengajak untuk kebaikan, kedamaian, dan kebahagiaan umat manusia?
Demikian juga di muka bumi ini ada berbagai macam etnis dan suku bangsa, dengan segala latar belakang budayanya. Kalau hal budaya masih mungkin diadobsi atau dikolaborasikan, tetapi akidah dan keyakinan tentu tidak mungkin untuk disatukan.
Oleh sebab itulah, betapa pentingnya menghargai keyakinan orang lain demi menciptakan kerukunan dan perdamaian. Sesama manusia pasti saling membutuhkan. Suatu saat pasti berinteraksi dengan orang lain yang berbeda agama atau keyakinan. Karenanya, persaudaraan manusia tak boleh terhalang oleh persoalan beda agama.
Dalam hal inilah diperlukan konsep toleransi, saling menghargai di dalam keperbedaan. Toleransi atau saling menghargai perbedaan adalah dasar dari kerukunan.
Rukun damai antar umat beragama akan bisa dicapai bila masing-masing pihak tidak mudah terprovokasi. Forum silaturahim antar tokoh lintas agama dan lintas ormas keagamaan diperlukan, sehingga terjalin komunikasi yang baik di antara berbagai pemeluk agama dan keyakinan yang berbeda.
Para tokoh agama dan para pemimpin ormas keagamaan tidak boleh dengan gampang mengeluarkan pernyataan yang bisa menyulut permusuhan. Mereka adalah panutan umat, sehingga lebih mudah menetralisir keadaan jika terjadi ketegangan.
Pemerintah harus berperan menjadi regulator yang memediasi kepentingan semua kelompok agama. Kerja sama bersifat sosial dan non sosial, yang melibatkan berbagai penganut agama, harus terus digalakan, sehingga ada kedekatan antar personal umat beragama.
Sehingga dengan demikian, cita-cita perdamaian dunia, yang dimulai dengan perdamaian di komunitas-komunitas kecil di sekitar kita, bisa diwujudkan dalam kenyataan.[]
Oleh : Mutohir Alabas | Disampaikan dalam Agenda Rapat Kerja Ambassador For Peace di Hotel Arya Duta Jakarta, 26 September 2014.
Comment here