Banjir, gempa bumi, gunung berapi meletus, taufan membadai, kebakaran, kelaparan, kecelakaan kapal terbang, dan lain sebagainya, yang sekali-kali terjadi, minta banyak korban jiwa dan menimbulkan banyak kerusakan dan kesedihan hati pada orang-orang yang ditinggalkan.
Seorang jua pun tak ada, baik laki-laki maupun perempuan, berpangkat atau tidak, berada atau tidak, yang tak pernah menderita cobaan.
Seorang janda tua yang tak berdaya dirampas orang harta miliknya yang hanya sedikit itu, dan bangsatnya bebas dari hukuman!
Peristiwa-peristiwa yang semacam itulah memaksa kaum fatalis menganggap tiap-tiap kejadian sebagai disebabkan oleh suatu keharusan yang mutlak ditentukan terlebih dahulu. Usaha apapun dilakukan orang untuk menentangnya, namun yang harus terjadi, pasti akan terjadi juga.
Karena itu, hati mereka cenderung akan memandang kelakuan atau rangkaian peristiwa-peristiwa itu dengan perasaan masa bodoh.
Dari bahan-bahan keterangan tentang penderitaan manusia yang tak dapat diterangkan olehnya itu ditariknya kesimpulan, yang sifatnya jauh lebih umum daripada yang dapat dibenarkan oleh premis-premisnya, yaitu bahwa tiap-tiap peristiwa dalam kehidupan manusia telah ditentukan lebih dahulu. Dan karena itu, segala usaha untuk mendapati kesenangan atau menjauhkan diri dari penderitaan dan duka cita, adalah sia-sia belaka.
Islam menolak pandangan atau keterangan apa pun diberikan orang tentang peristiwa-peristiwa di atas tadi, yang tak beralasan dan tak bermakna itu.
Satu hal yang tak dapat disangkal yaitu kenyataan bahwa segala keduniawian yang kita anggap berharga dan penting, sekalian impian dan cita-cita yang kita bayangkan dengan semangat bernyala-nyala sebagai satu-satunya tujuan hidup, semuanya itu hayal belaka!
Mengapa Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang menyebabkan gunung api meletus, sehingga banyak keluarga mati tertimpa bencana, yang dengan tiba-tiba memutuskan ribuan nyawa muda yang memberi harapan baik?
Rahasia yang seperti itu tiada kecerdasan otak dapat memecahkan, dan akan tetap tak terpecahkan oleh segala usaha menerangkannya dengan keterangan yang masuk pada akal.
Kenyataan yang sebenarnya ialah: tidak seluruh pemandangan yang ada di hadapan Allah dapat ditangkap oleh manusia. Sebagaimana pengetahuan seorang tahanan tentang dunia luar terbatas hanyalah kepada apa yang dilihatnya dari celah-celah dinding selnya.
Begitu pula pengetahuan manusia tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam, yang diketahuinya hanyalah apa yang dapat ditangkap oleh panca indera (pendengaran, penglihatan, dsb.) dari celah-celah tubuhnya.
Dengan penggalan pengetahuan yang teramat sangat sedikit itu, mustahillah dapat difahaminya kebijaksanaan Allah yang menjadi dasar sekalian peristiwa di alam raya.
Maka dipandang dalam hubungannya dengan seluruh pemandangan itu, apa yang tampaknya kejam dan menimbulkan banyak duka cita itu, sebenarnya tidak seburuk itu!
Allah Ta’ala, yang menghadapi seluruh pemandangan meyakinkan kita, bahwa kejadian-kejadian yang menyedihkan seperti itu pun ada baiknya, ada tujuannya dan ada akibatnya yang penting juga.
Kejadian-kejadian itu bahkan merupakan batu tumpuan untuk manusia naik ke tingkat yang lebih tinggi, sebagaimana dipastikan dalam firman-Nya:
“Dan tentu Kami uji kamu sekalian dengan sedikit banyak ketakutan dan kelaparan, serta kehilangan harta benda, jiwa, nyawa dan buah-buahan. Dan beritahukanlah berita yang menggembirakan kepada orang-orang yang tabah hati, yang bilamana suatu kemalangan menimpa mereka, berkata: Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’uun (Dan sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali). Itulah orang-orang yang kepadanya berkah dan rahmat dari Rabb mereka diturunkan. Dan itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang benar.” (QS 2:155-157).
Nyatalah bahwa tujuan musibah atau kemalangan, yang tiada seorang pun dalam hidupnya luput daripadanya itu, adalah mendekatkan manusia kepada Allah, atau menjadikan dia lebih “God minded”, lebih sadar akan adanya Allah.
- Dinukil dari buku “Keesaan Ilahi” oleh Soedewo PK, hlm 234-236, Darul Kutubil Islamiyah : 1968.
- Diberi judul oleh redaksi ahmadiyah.org
Comment here