Di kalangan kaum Muslimin, nama Iskandar Zulkarnain adalah nama yang populer digunakan dan disukai banyak orang. Nama ini merujuk kepada Zulkarnain, seorang raja besar yang namanya disebut dalam Qur’an Surat Al-Kahfi, antara lain dalam ayat berikut ini:
“Wahai Zulkarnain, sesungguhnya Yakjuj dan Makjuj berbuat rusak di bumi. Bolehkah kami membayar upeti kepada engkau dengan syarat bahwa engkau suka membangun sebuah tembok antara kami dan mereka?” (QS Al-Kahfi 18:94)
Secara harfiah, kata Dzul-Qarnain dalam ayat di atas mengandung arti “orang yang mempunyai dua tanduk.” Dapat pula berarti “orang yang memerintah dua generasi, atau raja yang memerintah dua kerajaan.”
Tetapi ada salah kaprah yang terjadi di kalangan kaum muslimin, karena mempersamakan Zulkarnain dalam Qur’an itu dengan Iskandar Yang Agung (Alexander the Great), Raja Yunani Kuno dari Kerajaan Makedonia pada abad ketiga sebelum Masehi.
Memang, keduanya sama-sama raja besar, penguasa tungggal dua super powerpada masanya. Tetapi antara keduanya berbeda. Ringkasnya, Zulkarnain dan Iskandar adalah dua pribadi yang berbeda.
Secara terperinci, perbedaannya adalah sebagai berikut:
Pertama, Zulkarnain yang dimaksud dalam ayat di atas, menurut Maulana Muhammad Ali, secara etnis adalah Persian dan secara historis adalah Raja Darius I (521-485 SM). Sedangkan Iskandar adalah bangsa Yunani (Makedonian).
Kedua, secara teologis Zulkarnai adalah monoteis. Menurut Encyclopaedia Britannica, Darius adalah pemeluk agama Zarathustra yang setia. Sementara itu, Iskandar adalah seorang pagan.
Ketiga, Zulkarnain hidup pada abad kelima sebelum Masehi, sementara Iskandar hidup pada abad keempat sebelum Masehi.
Keempat, menurut Qur’an Suci, Zulkarnain adalah raja yang arif bijaksana dan tak berlaku kejam kepada sesama. Sementara Iskandar Yang Agung berlaku sebaliknya.
Riwayat Perjalanan Zulkarnain
Merujuk pada Qur’an Suci, Raja Zulkarnain mengadakan perjalanan ke arah barat sampai di tempat terbenamnya matahari untuk mengukuhkan tapal batas kerajaannya. Perjalanan itu berakhir “hingga tatkala ia sampai di tempat terbenamnya matahari, dan ia menemukan (matahari) itu terbenam di Laut Hitam” (QS 18:16).
Selanjutnya, Zulkarnain meneruskan perjalanan ke arah timur, “hingga tatkala ia sampai di tempat terbitnya matahari, ia menemukan (matahari) itu terbit di atas kaum yang tak Kami beri perlindungan dari (matahari) itu.” (QS 18:90)
Tempat-tempat yang dituju Zulkarnain dalam riwayat yang disebutkan dalam ayat di atas merujuk pada wilayah Asia Tengah.
Lalu Ia meneruskan perjalanan ke utara, “hingga tatkala ia sampai (di tempat) antara dua bukit, di sisi bukit-bukit itu ia bertemu dengan kaum yang hampir-hampir ia tak mengerti pembicaraannya.” (QS 18:93). Agaknya ayat ini mengisyaratkan Bukit Armenia di Azarbaijan.
Dalam perjalanan ke utara ini, Zulkarnain bertemu dengan suatu bangsa yang berlainan bahasanya. Melalui juru bahasa mereka, bangsa yang tidak mengerti bahasa Persi itu menjelaskan kepada Zulkarnain bahwa di sebelah utara mereka bertinggal Yakjuj dan Makjuj, yang senantiasa berbuat kerusakan di muka bumi. Maka mereka memohon agar Zulkarnain membuat dinding atau tembok pemisah (QS 18:94).
Permohonan mereka dikabulkan oleh Zulkarnain. Ia membangun tembok itu dengan pintu-pintu berbahan besi dan tembaga (QS 18:96). Karena kokoh dan tingginya tembok itu, Yakjuj dan Makjuj pun tak mampu menaikinya dan tak mampu pula melobaginya (QS 18:97).
Tetapi itu hanya untuk sementara waktu saja. Sebab akhirnya, tembok itu akan dihancurkan juga (QS 18:98). Dan bersamaan dengan runtuhnya tembok itu, muncullah berbagai macam fitnah yang menimbulkan banyak bencana (QS 18:99).
Identitas Yakjuj wa Makjuj
Kitab Bibel, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, menjelaskan siapakah Yakjuj dan Makjuj itu. Kitab Nabi Yehezkiel, misalnya, menjelaskan:
“Dan lagi, datanglah firman Tuhan kepadaku. Bunyinya: Hai Anak Adam! Tunjukkanlah mukamu kepada Juj dan Tanah Majuj, Raja Rus, Mesekh dan Tubal, dan bernubuatlah akan halnya. Katakanlah: Demikian firman Huwa. Bahwasanya, Aku membalas kepadamu kelak, hai Juj, Raja Rus, Mesekh dan Tubal! Dan kubawa akan dikau berkeliling dan kububuh kait pada rahangmu.” (Yeh 38:1-4).
Kata Juj dalam Bibel itu sama dengan Yakjuj dalam Quran Suci. Ia sebagai raja Rus, Mesekh dan Tubal. Adapun “tanah Majuj” sama dengan Makjuj dalam Qur’an.
Tiga nama yang disebut, yakni Rus, Mesekh dan Tubal, masing-masing merujuk pada Rusia, Moskow dan Tubal. Yang tersebut terakhir adalah nama sungai yang melintasi kota Tobolski, kota yang termasyhur di Rusia.
Atas dasar petunjuk Qur’an Suci, dan diperbandingkan dengan Bibel, teranglah bahwa Yakjuj dan Makjuj adalah suatu bangsa yang pada zaman Zulkarnain tinggal di sebelah utara pegunungan Kaukasus, di Tanah Rusia. Mereka adalah nenek moyang Bangsa Eropa, yang secara historis disebut Bangsa Slavia dan Teutonia. Inggris dan Jerman termasuk bangsa Teutonia ini.
Jadi, Yakjuj adalah bangsa Eropa Timur, sedangkan Makjuj adalah bangsa Eropa Barat. Hal ini dibuktikan dengan patung Gog and Magog yang dipasang berdiri di muka gedung Guildhall di Kota London.
Tatkala bangsa itu masih terkurung tembok Zulkarnain, dunia aman. Tetapi setelah janji terakhir Allah tiba, yakni dengan robohnya tembok itu, terlepaslah Yakjuj dan Makjuj, merajalela dan menimbulkan bencana di seluruh penjuru dunia.
Perang dan Korban Perang
Bencana atau fitnah yang pertama kali ditimbulkan oleh Yakjuj dan Makjuj adalah peperangan antar bangsa, seperti dinubuatkan ayat Qur’an:
“Dan pada hari itu, Kami biarkan mereka menggempur sebagian yang lain. Dan ditiuplah terompet, lalu mereka Kami himpun semua. Dan pada hari itu Kami perlihatkan kepada kaum kafir Neraka dengan jelas, (yaitu) orang yang matanya tertutup dari Peringatan-Ku dan mereka tak dapat mendengar.” (QS 18:99-101).
Untuk memahami lukisan profetik pada ayat di atas, perlu penafsiran secara historis.
Sejarah mencatat, setelah Bartolomeus Dias menemukan Tanjung Pengharapan, Afrika Selatan pada tahun 1486, segera disusul penemuan Benua Amerika oleh Christoper Columbus pada 3 Agustus 1492. Setelah mereka melapor kepada Paus Alexander VI, Sang Paus berfatwa:
“Dengan kewibawaan yang diberikan oleh Allah Yang Maha Kuasa kepada kami, kami serahkan keduanya kepada dua kerajaan (Spanyol dan Portugal) beserta keturunannya untuk segala waktu, agar di sana mereka menaklukkan bangsa-bangsa Barbar serta menjadikannya orang Kristen.”
Fatwa inilah sumber bencana empat benua di planet bumi ini, berupa imperialisme dan kolonialisme dengan gerakan Kristenisasinya, yang dalam Qur’an Suci dilukiskan dengan kata-kata “innaa ya’juuja wa ma’juuja mufsiduuna fil ardli”, atau dalam hadits disebut sebagai “fitnahnya Dajjal”.
Tiga abad kemudian, seluruh benua Amerika telah dikuasai oleh Bangsa Eropa. Amerika Selatan dan tengah dikuasai Spanyol, Amerika Utara dikuasai Inggris dan bangsa Eropa lainnya. Di sana mereka bukan hanya saling bertempur seperti dilukiskan dalam Quran 18:99, tetapi juga membinasakan penduduk asli Amerika, bangsa Indian yang berkulit merah.
Benua Afrika juga menarik hati Bangsa-Bangsa Eropa. Benua ini dibagi habis bak kue yang dibagi-bagi antara Perancis, Inggris, Itali, Jerman, Belgia, dsb. Tak urung yang paling serakah adalah Amerika Serikat.
Untuk menggarap lahan pertanian, terutama kapas, yang dikirim ke Inggris, perlu tenaga yang kat dan handal. Untuk itu Inggris mengirim budak-budak negro dari Afrika, yang setelah digiring ke pantai, diangkut kapal bagaikan hewan. Kejam, di luar batas peri kemanusiaan selama perjalanan. Karenanya banyak yang meninggal secara mengenaskan.
Sepanjang abad ke-18, rata-rata 400.000 orang tiap tahunnya diangkut dari Afrika. Dari jumlah itu rata-rata hanya 120.000 orang saja yang sempat menghirup udara Amerika. Selebihnya meninggal dalam perjalanan.
Perdagangan budak oleh Inggris ini berlangsung sampai abad ke-19. Oleh Dr. H. Berchof, abad itu disebut Abad Pekabaran Injil atau Zending (Sejarah Gereja, hlm. 304).
Australia, benua terkecil di dunia itu juga tak lepas dari cengkraman Yakjuj dan Makjuj. Bangsa Inggris tahun 1788 mengirimkan 1.000 orang hukumannya dan ditempatkan di New South Wales. Akhirnya bukan hanya orang hukuman saja yang tinggal di sana.
Keberadaan meraka menggusur bangsa Aborigin, penduduk asli benua Australia. Semula jumlah mereka satu setengah juta jiwa. Seabad kemudian menyusut drastis tinggal 150.000 jiwa saja. Karena mereka terus dikejar dan diburu untuk dimusnahkan.
Benua Asia pun tidak aman dari fitnahnya Dajjal, Yakjuj dan Makjuj. Lima tahun setelah fatwa Paus Aleander VI, tepatnya pada tahun 1498, Vasco da Gama melintasi Lautan Hindia dan mendarat di Kota Kalikut. Lalu Abuquerqw dapat merebut Goa di pantai barat India pada tahun 1510.
Tahun berikutnya Portugis masuk wilayah ASEAN. Juga Spanyol telah mendarat di Filipina, di bawah pimpinan Mernando de Maghellanes pada 1511. Tak lama kemudian Paus menyetujui pembagian wilayah: Filipina dikuasai Spanyol, sedangkan Maluku dan Indonesia Timur oleh Portugis. Pada tahun 1576, Portugis berhasil diusir Sultan Ternate, Baabullah, dan akhirnya angkat kaki dari Maluku, tetapi bertahan di Pulau Timor bagian timur (Timor Timur).
Tahun 1975 Portugis harus menurunkan bendera, sekaligus menutup lembaran sejarah pendudukannya di wilayah itu, setelah penduduknya memilih berintegrasi ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai provinsi yang ke-27.
Dalam tahun 1596, di bawah pimpinan Jan Pieter Zoen Coen dan Cornelis de Houtman, Belanda mendarat di Banten. Dan tahun 1602 mereka mendirikan Verenigde Oast Indische Compagnie (VOC).
Meski VOC berbentuk kongsi dagang, tetapi tugas pokoknya ialah mengembangkan agama Kristen dan membasmi agama-agama lain, khususnya Islam. Demikian tulis Dr. J. L. Abineno dalam buku “Theologia Praktika” Jilid II. Setelah VOC bubar (1798), tugas itu diteruskan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Meski sejak 17 Agustus 1945 Indonesia secara politis telah merdeka, tetapi gerakan kristenisasi dan apostasi atau pemurtadan berlangsung terus sampai sekarang.
Dulu Romawi, Kini Amerika Serikat
Gempuran Amerika Serikat terhadap Iraq baru-baru ini, pembudakan PBB di Somalia, perang antar etnis di Bosnia-Herzegovina, dsb. adalah juga merupakan fitnahnya Dajjal, Yakjuj dan Makjuj.
Jika kita amati kenyataan sejarah, memang saat mencemarkan. Islam dan umatnya terus tersuruk-suruk dipermainkan oleh Amerika Serikat. Tetapi jika kita kembali kepada Qur’an Suci, teranglah hati kita dan optimis dalam menatap masa depan Islam.
Konstelasi dunia dewasa ini serupa dengan zaman Islam permulaan. Dunia dikuasai oleh dua adikuasa: Romawi dan Persia. Ketika Persia musnah pada tahun 642 M, Romawi tampaknya berjaya. Tetapi sebenarnya telah rapuh dari dalam. Kehancuran telah di ambang pintu. Allah melukiskan keadaan itu sebagai berikut:
“Pada hari tatkala langit Kami gulung seperti menggulung gulungan kertas yang ditulis. Sebagaimana Kami mulai ciptaan yang pertama, Kami mengulang itu. Perjanjian yang telah mengikat Kami. Kami akan melaksanakan itu.” (QS 21:104).
Kalimat “langit Kami gulung seperti menggulung gulungan kertas yang ditulis” mengandung makna bahwa Allah akan menghancurkan negara-negara adikuasa dan menggantikannya dengan penguasa baru.
Pada zaman Nabi Suci, yang dalam ayat di atas disebut sebagai “ciptaan yang pertama”, sebagaimana diterangkan dalam QS 30:1-7, negara adikuasa itu adalah Romawi, yang menguasai bumi sebelah Barat, dan Persia di belahan timur. Dengan munculnya Islam, keduanya dilenyapkan dari panggung sejarah dunia.
Menurut QS 21:104 di atas, peristiwa semacam itu akan berulang kembali. Kapan terjadinya? Berbagai Hadits menjelaskan: pada zaman akhir, yakni zaman sekarang ini.
Pada masa Perang Dingin, dua adikuasa itu adalah Amerika Serikat dengan NATO-nya, yang disebut Blok Barat, dan Uni Soviet Sosialis Rusia (USSR) dengan Pakta Warsawa-nya, yang disebut Blok Timur, yang kini telah hancur. Jadi Romawi dulu, sekarang adalah Amerika Serikat. Sedangkan Persia dulu adalah USSR kini yang hancur itu.
Blok Barat (Romawi dan Amerika Serikat) sama-sama Kristen, dan Blok Timur (Persia dan USSR) sama-sama ateis. Bedanya, kehancuran mereka dahulu digempur oleh Islam. Kini zaman sains dan teknologi canggih, jihad Islam dilancarkan secara ruhani.
Sekarang dua kekuatan sedang bersaing, yaitu antara Amerika Serikat bersama sekutunya yang tengah menantikan kehancuran, dan Islam tanpa sekutu tengah bangkit (wakafaa billaahi syahiidaa, QS 48:28).
Perjanjian Ilahi yang mengikat dan Allah akan melaksanakan itu (QS 21:104), yakni memenuhi perjanjian itu: memenangkan Islam atas semua agama (QS 48:28). Rencana Allah pasti terlaksana, maka berbahagialah mereka dapat berperan serta dalam rencana-Nya.[]
- Penulis: K.H. Simon Ali Yasir
- Sumber Artikel: Media Komunikasi Warga GAI No. 3/1993 hlm 19-25
Comment here