Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) didirikan pada 28 September 1929. Kemudian diakui sebagai badan hukum (rechtspersoon) dengan Keputusan Pemerintah (Governements Besluit) pada 4 April 1930 No. 1x (extra bijvoegsel Jav. Courant 22 April 1930 No. 32).
Atas informasi dalam surat Departemen Agama RI pada tanggal 21-2-1966 No. L-1/3/I/368/66, Gerakan ini juga telah terdaftar pada Departemen Agama pada 27 Desember 1963 No. 18/II. Juga terdapftar di PEPELRADA (Penguasa Pelaksanaan Dwikora Daerah Jakarta Raya dan Sekitarnya) pada 25 November 1966 No. TP-574/6/1966.
Gerakan Ahmadiyah dalam segala tindakannya selalu berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang secara tegas menyatakan, dalam Bab XI pasal 29, bahwa negara Indonesia ini “berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Gerakan Ahmadiyah juga berpedoman pada Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancayasra), yang menjelaskan “sila Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gerakan Ahmadiyah berpedoman pula kepada pidato-pidato kenegaraan Presiden RI, pidato-pidato Kepala Negara dalam berbagai peringatan hari-hari besar Islam dan hari-hari besar lainnya mengenai arti Pancasila.
Ringkasnya, selain berpedoman pada Anggaran Dasarnya dan pada ajaran agama Islam, Gerakan Ahmadiyah tunduk kepada Pancasila dan UUD 1945, Ketetapan MPR, Peraturan pemerintah, Instruksi Presiden, dan lain-lain peraturan yang berlaku di negara ini, dan taat setia kepadanya.
Dengan demikian, setiap anggota Gerakan menerima dan menaati Pancasila serta hukum-hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Inodnesia. Sikap ini berdasarkan pada ajaran Islam yang diperintahkan oleh Allah, sesuai dengan firman-Nya yang termaktub di dalam Qur’an Suci. Setiap pelanggaran terhadap sikap ini bukan saja bersangsikan hukum, tetapi juga bersangsikan agama pula.
Demikianlah seluruh anggota GAI taat setia pada negara dan pemerintah Republik Indonesia, berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Dan atas dasar itu pula, warga Gerakan wajib membantu dengan ikut aktif melaksanakan program-program Pemerintah Republik Indonesia di segala bidang.
Anggota Gerakan Ahmadiyah, sebagai warga negara dari suatu bangsa yang merdeka, sangat patuh dan loyal kepada pemerintah Republik Indonesia, dan selalu ikut berusaha sekuat-kuatnya untuk mengisi kemerdekaan negara Republik Indonesia, melalui kerja-kerja di dalam segala bidang, dalam pembangunan negara yang diridhai oleh Allah Ta’ala.
***
Indonesia hendaknya bersyukur kepada Allah Ta’ala, karena pembangunannya bukan hanya berupa pembangunan material saja, tetapi juga pembangunan spiritual. Pembangunan yang kini sedang dilakukan di NKRI adalah pembangunan lahir dan batin, jasmani dan rohani, material dan spiritual.
Jelasnya, pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pokoknya, manusia dalam totalitasnyalah yang kita bangun bersama.
Untuk hal ini maka agama mempunyai peranan yang sangat penting. Pertama, karena agama memberikan dasar niat bagi pembangunan.
Agama akan kecil sekali artinya apabila dipeluk oleh masyarakat miskin, melarat dan lemah. Pekerjaan-pekerjaan besar yang berdimensi horisontal, hubungan antar manusia, yang diperintahkan oleh agama tidak dapat dilakukan oleh masyarakat agama yang lemah, miskin dan melarat. Itulah sebabnya mengapa agama mengharuskan umatnya untuk membangun.
Kedua, agama memberikan tujuan bagi pembangunan. Bagi umat beragama, pembangunan bertujuan untuk kepentingan manusia, bukan untuk kehancuran umat manusia. Karena itu, pembangunan tanpa agama akan kehilangan makna. Pembangunan tanpa agama akan kehilangan kesyahduannya.
Karena itu, setiap pemeluk agama, baik secara individu maupun berkelompok, hendaknya dengan sadar dan dewasa menempatkan diri sebagai umat yang berperan aktif membantu menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul di tengah-tengah masyarakat.
Jangan sebaliknya kita menjadi sekelompok umat manusia, yang karena perbuatan kita sendiri, menimbulkan problem-problem yang harus diurus oleh orang lain. Jangan pula menjadi individu atau kelompok yang dapat menimbulkan ketegangan di antara pemeluk agama di Indonesia ini.
Sebabnya, pembangunan di Indonesia ini akan banyak sekali tergantung kepada sikap umat beragama terhadapnya. Juga sangat tergantung kepada kerukunan hidup antar pemeluk agama. Tanpa kerukunan, pembangunan di Indonesia hanya akan berupa impian, sekalipun indahnya.
***
Gerakan Ahmadiyah adalah gerakan dalam Islam dan untuk Islam. Oleh karena itu dalam soal pembangunan, Gerakan Ahmadiyah terutama sekali berperan serta pada pembangunan spiritual atau rohani.
Pembangunan rohani merupakan bagian yang penting dalam pembangunan nasional. Ini adalah suatu hal yang tidak dapat diingkari. Usaha-usaha untuk mematangkan jiwa dan meluhurkan budi pekerti mempunyai tempat yang wajar dalam masyarakat Indonesia yang berasaskan Pancasila, atas dasar kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk mencapai keseimbangan kemajuan lahir dan kepuasan batin, sangat penting kiranya untuk mengarahkan kegiatan pembangunan pada usaha meningkatkan budi pekerti. Tetapi usaha-usaha meningkatkan budi pekerti itu tidak boleh mengaburkan kepercayaan terhadap Pancasila itu sendiri, khususnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebaliknya usaha itu harus mempertebal kesadaran terhadap Sang Maha Pencipta, melahirkan sikap saling menghargai, dan memperkokoh persaudaraan antar warga bangsa. Dari situ, akan lahir hasrat untuk saling tolong menolong dan perasaan senasib sepenanggungan, yang juga menjadi unsur yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat seutuhnya.
Tetapi hal ini tidak berarti bahwa Gerakan Ahmadiyah mengabaikan pembangunan material. Karena itu, warga Gerakan Ahmadiyah yang terdiri dari para dokter, para sarjana hukum, sarjana teknik, sarjana pertanian, sarjana perhewanan, sarjana pendidikan, wiraswasta, dan lain-lain, dengan penuh semangat dan dedikasi melaksanakan profesinya masing-masing dengan sebaik-baiknya, demi suksesnya pembangunan dalam segala bidang di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Dalam pembangunan rohani, Pendidikan Agama perlu sekali mendapat perhatian. Kita harus menyadari sedalam-dalamnya bahwa apabila kita gagal dalam memberikan pendidikan agama di sekolah-sekolah sebagai tempat penggodokan calon-calon ulama dan ahli agama yang berpandangan luas dan memiliki keterampilan bekerja dalam masyarakat, kita akan berkembang sangat pincang.
Di satu fihak masyarakat kurang menghayati kehidupan dan nilai-nilai agama, di lain fihak mungkin masyarakat kita akan sulit atau lambat memperoleh kemajuan dan kemakmuran, karena tidak dibekali oleh pengetahuan dan keterampilan hidup dalam masyarakat.
Dalam rangka usaha atas hal itulah, sejak tahun 1947, Gerakan Ahmadiyah mendirikan sekolah-sekolah di bawah naungan Perguruan Islam Republik Indonesia (PIRI). Dari tingkat sekolah kanak-kanak hingga sekolah menengah tingkat atas, dengan mendapat subsidi penuh dari Pemerintah Republik Indonesia.
Kita belum mempunyai rumah sakit dan perguruan tinggi, semata karena Tuhan belum mengizinkannya. Tetapi semua itu menjadi cita-cita Gerakan, sebagai bentuk pengabdian dan kebaktian kepada Allah Ta’ala, juga untuk Nusa dan Bangsa.[]
Dinukil dan diselia dari Artikel Ceramah oleh R.H. Soewindo bertajuk “Loyalitas Gerakan Ahmadiyah Indonesia Kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia,” disampaikan dalam Jalsah Salanah GAI pada 25 Desember 1982.
Comment here