Sesudah menghaturkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT, disertai shalawat serta salam kepada baginda Rasulullah Muhammad saw., maka selanjutnya kami selaku khatib pada kesempatan yang mulia ini mengajak kita semua untuk meningkatkan iman dan taqwa kita ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana dinyatakan dalam QS 7:96, Allah berjanji, sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti Allah akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi jika sebaliknya mereka mengafiri-Nya, niscaya Allah akan turunkan adzab kepada mereka, sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
Karena itu, marilah kita pelihara kesejahteraan lahir batin diri kita, komunitas kecil di lingkungan sosial kita, serta komuitas besar bangsa dan negara yang kita cintai ini, dengan cara senantiasa saling ingat-mengingatkan untuk senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Allah, dengan cara menjalankan segala kewajiban, menaati ketentuan-ketentuan-Nya, dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Di pertengahan atau sepuluh hari terakhir Bulan Ramadhan ini, kita umat Islam, sama-sama memperingati Nuzulul Qur’an, dimana Allah berkenan untuk menurunkan wahyu Quran untuk yang pertama kalinya kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad saw. Allah Ta’ala berfirman,
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk (hidayah) bagi manusia, dan bayyinah (penjelasan) mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang haq dan yang batil, antara yang baik dan yang buruk).” (QS 2:185)
Nuzulul Qur’an adalah momentum yang sangat istimewa bagi kehidupan kita, segenap umat manusia. Karena dalam momentum itu, sebagaimana dinyatakan oleh Allah di dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 185 di atas, Allah berkenan menurunkan hidayah atau petunjuk kepada kita, manusia seumumnya.
Petunjuk tentang apa? Tentang hakikat kebenaran eksistensial manusia.
Kebenaran bahwasanya kita ini adalah makhluk-Nya, yang ia ciptakan dan tempatkan di dunia ini. Sebagaimana diisyaratkan dalam ayat pertama dari Wahyu Allah kepada Nabi Muhammad saw. di malam nuzulul Qur’an itu:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (QS 96:1-2)
Melalui Qur’an, Allah berkenan mengajarkan kita tentang kesejatian hidup. Tentang siapa kita sebenarnya, untuk apa kita diciptakan, dari mana kita berasal, dan kemana kita akan berpulang pada akhirnya.
Karena itulah, wahyu Allah menjadi penerang, menjadi cahaya, di dalam kegelapan pengetahuan manusia dalam memahami hakikat kehidupannya.
Allah Ta’ala mengisyaratkan hal ini dalam ayat-Nya, yang tertuang di dalam Surat Ibrahim ayat pertama,
“Aku, Allah, Yang Maha Melihat. Kami turunkan kitab ini kepada engkau (Muhammad), agar engkau mengeluarkan manusia, atas izin Tuhan mereka, dari kegelapan kepada cahaya, menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa, Yang Maha Terpuji.” (QS 14:1)
Karena itulah, di surat lain, yakni Al-Qadr, Nuzulul Qur’an, atau momentum turunnya wahyu pertama Al-Qur’an itu disebut sebagai Laylatul Qadar, Malam Yang Agung, yang kebaikannya jauh melebihi seribu bulan, atau hampir satu abad dalam perhitungan manusia, yang berarti sama dengan rata-rata umur hidup manusia.
Betapa agungnya peristiwa itu, sampai-sampai Allah memerintahkan mereka yang berdiri saksi atas keagungan peristiwa itu, untuk berpuasa, sebagaimana dinyatakan dalam kelanjutan ayat dari surat Al-Baqarah ayat 185 di atas.
Karena itu, sungguh, puasa yang kita lakukan sekarang ini, selain dimaksudkan untuk agar supaya ketaqwaan kita meningkat kualitasnya, tapi juga adalah wujud kesaksian kita atas peristiwa agung turunnya hidayah Allah kepada manusia, berupa Al-Qur’anul Karim.
Hadirin Jama’ah Jumat Rahimakumullah
Dalam sejarah para Nabi, puasa menjadi sarana dan prasyarat bagi manusia-manusia suci itu untuk menerima wahyu atau hidayah dari Allah, sebelum kemudian diangkat menjadi Nabi.
Nabi Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum beliau menerima wahyu di bukit Tursina. Nabi Isa berpuasa selama 40 hari sebelum beliau menerima wahyu di bukit Zaitun. Demikian halnya juga dengan Nabi Muhammad, yang melakukan puasa berhari-hari dalam tahannuts-nya di Bukit Hira, sebelum akhirnya menerima wahyu di malam nuzulul quran itu.
Karena itu, dengan kita berpuasa 29 atau 30 hari lamanya, sebagaimana disunnahkan, dicontohkan, atau disyariatkan oleh Nabi Muhammad saw., mudah-mudahan Allah juga berkenan menurunkan wahyu-Nya kepada kita, mudah-mudahan Allah memberikan hidayah atau petunjuk-Nya kepada kita.
Tetapi tentu, selain puasa, marilah juga kita pelajari dengan seksama Kitab Suci Al-Qur’an, yang di dalamnya terkandung berbagai petunjuk atau hidayah bagi manusia, atau hudan lin-nas, sebagaimana ditegaskan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 di atas.
Karena itu, tradisi tadarus kita di bulan Ramadhan ini harus tetap kita lestarikan dan kita tingkatkan.
Tentu, tadarus yang benar bukanlah hanya semata membaca huruf demi huruf hijaiyah yang tertuang di dalam lembaran-lembaran Quran itu. Bukan hanya sekedar mengkhatamkan atau menamatkan membaca ribuan teks ayat berbahasa Arab di dalam kitab suci itu.
Tadarus yang sesungguhnya adalah mempelajari, mengkaji, atau memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Quran itu, apa arti dan maknanya, apa saja perintah dan larangan yang ada di dalamnya, riwayat dan kisah hikmah apa saja yang bisa kita jadikan ibrah atau cermin bagi kehidupan kita, bagaimana mengkontekstualisasikan wahyu Allah itu dalam kenyataan kehidupan kita, dan seterusnya.
Bukankah hari-hari ini kita begitu dimudahkan untuk mempelajari Al-Quran secara langsung dengan tidak sedikitnya terbitan terjemah dan tafsir dalam bermacam versi mufassir, serta berbagai format penerbitan, baik cetak maupun digital. Kesemua itu pasti dibuat dalam rangka memudahkan kita untuk mengakrabi Al-Quran, dan semakin menumbuhkan kecintaan kita untuk mempelajari dan mengkajinya.
Sehingga dengan demikian, melalui puasa yang sungguh-sungguh, disertai mengkaji Kitab Suci Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, mudah-mudahan Allah berkenan membuka tabir kegelapan pengetahuan kita, dan menghantarkan kita menuju kepada cahaya kebenaran dan kesejatian.
Mudah-mudahan pula Allah berkenan menerima Puasa kita, dan segala amal kebaikan kita di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Amin, amin ya rabbal ‘alamin.
Barakallaahu lii walakum fil qur’aanil adzim. Wanafa’nii wa iyyaakum bima fiihi minal ayati wadzikril hakim. Aquulu qawli haadza. Wastaghfiruuhu innahuu huwal ghafuururrahiim.
Ikhtisar Khutbah Oleh Asgor Ali di Masjid Margi Utami, Pare, Kediri | 22 April 2022
Comment here