Di dalam Islam banyak terdapat kalimah thayyibah (kalimat baik). Bentuknya pendek-pendek, tetapi maknanya sangat dalam dan luas tak bertepi. Misalnya kalimat tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah), basmalah (bismillaahirrahmanirrahiim), isti’adzah (a’uudzubillaahiminasy-syaithaanirrajiim), takbir (allaahu akbar), tahlil (laa ilaaha illallaah), kalimatullah kun fayakuun, dst.
Dari sekian kalimat thayyibah tersebut, yang tidak sedikit disalahtafsirkan oleh kaum muslimin, baik para ulama maupun awamnya, adalah kalimatullah kun fayakuun.
Biasanya kalimat kun fayakuun ditafsirkan dalam dengan kemahakuasaan Allah Ta’ala di dalam menciptakan sesuatu, tetapi hanya yang terkaitan dengan sesuatu ciptaan yang dianggap luar biasa, yang menyimpang dari adat kebiasaan (extra ordinary atau khowaariqul ‘adat).
Misalnya kalimat kun fayakuun dalam firman Allah yang termaktub dalam QS Ali Imran 3:46, yang memunculkan tafsir bahwa Isa Al-Masih a.s. dilahirkan tanpa bapak. Lalu kalimat kun fayakuun dalam Firman Allah yang termaktub dalam QS Ali Imran 3:58, yang melahirkan tafsir bahwa Nabi Adam a.s. diciptakan oleh Allah sebagai manusia pertama secara sekaligus jadi, tanpa proses evolusi.
Penafsiran semacam itu mengakibatkan lahirnya kepercayaan (iman) yang dogmatis dan ibadah yang formalistis, yang semuanya menghambat pertumbuhan dan perkembangan rohani manusia, dan menodai citra Islam yang indah.
Lantas, apakah arti atau maksud dari kalimatullah kun fayakuun itu sesungguhnya?
Untuk mengetahui arti dan maksudnya, marilah kita kembali kepada Qur’an Suci dan Sunnah Nabi. Dalam Quran Suci, selain dalam dua contoh ayat di atas, kalimat kun fayakuun terdapat juga antara lain pada ayat-ayat di bawah ini:
“Dan sungguh perintah-Nya: Jika Allah menghendaki segala sesuatu, Ia hanyalah berfirman kepada sesuatu itu: Kun, Fayakuun! Jadilah, maka jadilah itu.” (QS Yasin 36:82)
“Firman Kami terhadap suatu perkara manakala Kami menghendaki hanyalah Kami berfirman kepadanya: Kun, Fayakuun! Jadi, maka jadilah itu.” (QS An-Nahl 16:40).
“Pencipta langit dan bumi tanpa contoh. Dan apabila Ia memutuskan suatu perkara, Ia hanya berfirman kepadanya: Kun, Fayakuun! Jadi, maka jadilah itu.” (QS Al-Baqarah 2:117)
“Dia ialah yang memberi hidup dan yang menyebabkan mati. Maka jika Ia menuntaskan suatu perkara Ia hanyalah berfirman kepadanya: Kun, Fayakuun! Jadi, maka jadilah itu.” (QS Al-Mukmin 40:68)
Dengan memperhatikan ayat-ayat di atas, terang sekali bahwa kalimat kun fayakuun berhubungan erat dengan iradah atau kehendak Allah Ta’ala di dalam menciptakan dan mengurus segala sesuatu perkara. Dan dalam menciptakan segala perkara itu, Allah tidak bergantung kepada adanya materi terlebih dahulu. Juga tidak menyelaraskan diri dengan contoh terlebih dahulu.
Seluruh alam jasmani dan ruhani, baik yang berupa benda-benda maupun peristiwa-peristiwa, seperti perubahan, gerakan (aksi), interaksi (hubungan tertentu antara satu barang dengan yang lain), kooperasi (kerja sama) dan koordinasi, hidup dan mati, serta keseimbangan (harmoni) pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani seluruh alam dan suatu aliran evolusi raksasa ke suatu tujuan tertentu, semuanya adalah perwujudan dari kehendak Ilahi, yang dalam Quran Suci diikhtisarkan dengan kalimat kun fayakuun.
Maka amat jauh dari kebenaran jika kun fayakuun hanya ditafsirkan dalam kaitannya dengan penciptaan Allah yang luar biasa (extra ordinary atau khowaariqul ‘adat), yang sekaligus jadi tanpa melalui proses evolusi.
Lagipula, hal ini secara diametral bertentangan dengan firman Allah dalam Qur’an Suci tentang hukum penciptaan, bertentangan dengan sifat-sifat Allah yang bertalian dengan perbuatannya dalam menciptakan sesuatu, dan bertentangan pula dengan realitas di alam semesta.
Dari ayat-ayat Quran Suci di atas, disertai landasan iman kepada Allah Yang mempunyai sifat-sifat yang sempurna (al-asma al-husna), dapat diambil kesimpulan bahwa kalimat kun fayakuun mengandung maksud bahwa apapun yang dikehendaki Allah sudah pasti terjadi, sudah pasti terlaksana, dan tak mungkin gagal, sekalipun umat manusia sejagat raya berusaha menggagalkannya. Hal ini selaras dengan sifat Qudrat atau kemahakuasaan Allah Ta’ala.
Berkebalikan dengan umat manusia. Ia diciptakan lemah (4:28), kemampuan jiwanya terbatas (80:19), tidak tahu seluk beluk jiwanya sendiri (17:85), tidak tahuperistiwa yang akan terjadi besok pagi (31:34), cenderung berbuat salah (12:53), dan sering menganggap baik suatu barang yang sebenarnya buruk dan menganggap buruk suatu barang yang sebenarnya baik (2:216).
Sebab itu manusia selalu mengalami kegagalan dan kerugian di dalam setiap usahanya (103:2), terkecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh (103:3). Orang beriman dan beramal soleh akan senantiasa mendapatkan kesuksesan (23:1), memperoleh kekuasaan di bumi (24:55), memiliki martabat yang mulia (3:138), makbul doanya (42:26), dan mendapati sorga sebagai tempat tinggalnya (9:111).
Janji dan firman Allah yang melukiskan orang-orang yang beriman dan beramal soleh itu mudah diucapkan, namun amat berat dilakukan jika tanpa hidayah dan inayah Allah. Tugas dan kewajiban manusia adalah sekuat tenaga untuk mencapai Allah (84:6) dengan cara mewarnai dirinya dengan warna Allah (2:138), atau dalam bahasa Rasulullah saw. “berbudi pekerti seperti pekerti Allah,” (takhallaqu bi akhlaaqillaah).”
Jika manusia telah bisa mencapai ini, maka apapun yang ia kehendaki nanti bisa terlaksana, sebab kehendaknya telah selaras dengan kehendak Allah. Rasulullah saw. bersabda:
“Allah berfirman: Hamba-hamba-Ku yang mengerjakan shalat nawafil datang menghampiri Aku, dan membuat-Ku jatuh cinta kepadanya. Dan jika Aku telah cinta kepadanya, maka Aku menjadi telinga yang bisa dipakainya untuk mendengar, menjadi mata yang bisa dipakainya untuk melihat, menjadi tangan yang bisa dipakainya untuk menggenggam, dan menjadi kaki yang bisa dipakainya untuk berjalan.”
Kebenaran Hadits ini dibuktikan oleh sejarah. Dari zaman ke zaman selalu ada orang-orang beriman yang mencapai derajat demikian. Sayyidul Auliya’ Syaikh Abdul Qadir Jaelani al-Baghdadi, dalam bukunya Futuuhul-Ghaib, menulis sbb:
“Di dalam salah satu kitab-Nya, Allah telah berfirman: Hai Anak Adam! Aku ini Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku. Aku berfirman kepada barang sesuatu: Kun Fayakuun. Menurutlah dengan sungguh-sungguh kepada-Ku. Dan Aku akan memberi kuasa kepadamu untuk mengatakan kun fayakuun kepada sesuatu perkara. Dan Allah telah membuat cara-cara demikian kepada banyak para Nabi-Nya dan orang-orang yang mulia di antara sekalian anak Adam.”
- Judul Asli: Kalimatullah “Kun Fayakuun”
- Penulis: K.H. S. Ali Yasir
- Sumber: Naskah Ceramah Jalsah Salanah GAI Tahun 1982 di Yogyakarta
Comment here