Artikel

Ulil Amri Bagian 1 — KH. S. Ali Yasir

Pembicaraan kita pada kesempatan ini adalah tentang ulil amri. Sebagaimana dinyatakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala lewat junjungan kita yang mulia Muhammad saw. dalam surat An-Nisa ayat yang ke-59 Allah berfirman, yang arti bebasnya:

“Wahai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Utusan dan kepada yang memegang kekuasaan di antara kamu (ulil amri minkum). Lalu jika kamu bertengkar mengenai suatu hal kembalikanlah itu kepada Allah dan utusan jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir ini yang paling baik dan paling tepat untuk mencapai penyelesaian.”

Ayat ini memerintahkan kita orang-orang beriman di manapun berada agar menaati kepada tiga pihak. Pertama taat kepada Allah, kedua taat kepada Rasul, yakni Nabi Muhammad saw., dan yang ketiga taat kepada ulil amri minkum, dalam arti yang memegang kekuasaan di antara kamu. Yang dimaksud dengan ulil amri minkum ini adalah para pemegang kekuasaan di mana orang beriman itu berada.

Perlu saya sampaikan bahwa di antara saudara-saudara kita kaum muslimin berpendapat bahwa ulil amri yang wajib ditaati oleh orang-orang beriman itu adalah mereka yang Mukmin atau Muslim saja. Sementara ulil amri yang tidak beriman tidak harus ditaati.

Tetapi sebagaimana kita ketahui bersama dari ayat yang kita baca di atas, kalau kita lihat secara kontekstual dari ayat-ayat sebelumnya dan juga ayat sesudahnya, terang sekali bahwa tafsiran yang lebih tepat mendekati yang dimaksud oleh ayat ini ialah ketaatan kepada Ulil amri di manapun umat Islam berada meski mereka itu adalah non Muslim.

Jadi, kalau kita berada di Inggris misalnya jelas ulil amri di sana adalah seorang Kristiani, kita tetap wajib taat kepadanya. Jika kita berada di Rusia ulil amri di sana adalah seorang atheis, kita pun wajib menaatinya. Kalau kita berada di Cina, ulil amri di sana adalah seorang Konfusianis kita pun wajib menaatinya.

Ketaatan kita kepada ulil amri, berbeda dengan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Perbedaan itu, bisa kita lihat dari firman Allah di atas di mana taat kepada Allah ini dinyatakan dengan kata-kata atii’ullaah dan ketaatan kepada Rasul dinyatakan dengan kata-kata wa atii’ur-rasuul.

Sedangkan kepada ulil amri tanpa kata-kata atii’u (taatlah kamu sekalian). Tidak ada kata itu! Yang ada hanya wa ulil amri minkum (dan kepada mereka yang memegang kekuasaan di antara kamu).

Jadi ketaatan kita kepada mereka, ulil amri minkum itu ada batas-batasnya. Sebagaimana diisyaratkan di dalam ayat berikutnya, kalimat berikutnya yang berbunyi: “Lalu jika kamu bertengkar mengenai suatu hal, kembalikanlah itu kepada Allah dan Utusan.”

Jadi, ketaatan kepada Allah dan Utusan-Nya itu bersifat mutlak. Tetapi kalau kepada ulil amri itu ada batas-batasnya. Yakni selama mereka tidak durhaka kepada Allah SWT.

Hal ini selaras dengan apa yang dinyatakan juga oleh Rasulullah saw.: Laa tha’aati li makhluuqin fii makshiyatillaah”.  Tidak ada ketaatan kepada sesama makhluk dalam hal maksiat kepada Allah Ta’ala.

Dan ini hendaknya kita lakukan dengan tulus ikhlas, karena tanpa itu kiranya berat kita untuk mengamalkannya maka dari itu kalimat berikutnya berbunyi: In kuntum tu’minuuna billaahi wal yawmil aakhir. “Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir.”

Allah sumber segala kebaikan. Sedangkan Hari Akhir ini ditetapkan sebagai rukun Iman yang ke-5. Inti ajarannya ialah menanamkan kesadaran kepada manusia tentang pertanggungjawaban atas segala yang telah dilakukannya. Dia pasti bertanggung jawab kalau tidak di dunia ini nanti di akhirat.

Dengan demikianlah maka kita senantiasa akan bisa menaati apa yang telah Allah tetapkan dan Rasul putuskan sebagaimana yang diterangkan dalam kalimat: fa in tanaaza’tum fii syai’in. Farudduuhu ilallaahi warrosuul.

Sebab yang namanya ulil amri itu manusia biasa boleh jadi ketetapan-ketetapan kebijakan-kebijakan yang ia putuskan tidak sepenuhnya benar sebagaimana yang Allah dan Rasul maksudkan. Jadi kemungkinan untuk khilaf, itu memang potensinya cukup besar.

Untuk itulah maka ada batasan-batasan dalam menaati ulil amri minkum itu. Meski mereka bukan orang Islam tapi karena manusia itu diciptakan menurut rupa dan gambar Allah menurut kitab Taurat yang kemudian ini ditegaskan oleh Al-Quran: fitratallaahi faatharannasa ‘alaiha, Fitrah Allah yang manusia diciptakan atas itu (Qs 30:30). Atas dasar ayat ini semua manusia itu fitrahnya adalah baik.

Mudah-mudahan hal ini memberikan pengertian yang benar kepada kita sebagai orang yang beriman sehingga kita bisa memanifestasikan akan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahwa orang-orang Islam itu adalah manusia yang terbaik di masyarakatnya. Karena Islam adalah rahmatal lil alamin.[]

  • Dengarkan versi audio artikel ini di sini
Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here