Karena kekeliruan dalam menentukan siapa tuhan saudara, bukan hanya saudara yang akan menderita akibatnya, apalagi jika saudara ternyata pakar, empu, begawan, rohaniwan yang mempunyai kemampuan tampil sebagai tokoh bangsa, negara, bahkan dunia. Keliru dalam menentukan pilihan siapa tuhan saudara, berbagai derita-bencana-malapetaka akan menimpa seantero kehidupan dunia.
Oleh: Soehartono | Majelis Amanah Organisasi GAI, Jakarta.
Saudaraku, pertanyaan di atas dengan berat hati harus disampaikan. Maaf jika saudara merasa tersinggung. Sedikit rasa tanggung jawab dalam hidup ini mengusik hati untuk mempertanyakan hak pribadi saudara. Dari pertanyaan ini semoga saudara memang akan bertanya pada nurani saudara sendiri: sesungguhnya, siapakah tuhanku?
Disadari atau tidak, segala jenis kode etik hampir seluruh bidang kehidupan telah dipola, dibentuk oleh “yang berkuasa” di muka bumi saat ini –apalagi masalah agama, kepercayaan, dan keyakinan. Mempertanyakan masalah tuhan yang dianggap kental dengan masalah keyakinan dalam kehidupan pribadi, menjadi nampak kurang etis, kurang sopan, bahkan bisa dianggap melanggar hak pribadi.
Padahal dalam kondisi kehidupan seperti saat ini, rasanya bahkan merupakan suatu keharusan untuk selalu mempertanyakan “siapakah tuhanku”, karena jawab dari pertanyaan itu akan sangat mempengaruhi dan menentukan kehidupan, baik pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara bahkan dunia.
Mengapa demikian? Saudaraku, sadar atau tidak, setiap gerak, tindakan atau perbuatan apapun –mulai dari cipta-rasa-karsa dalam hati, fikiran-gagasan-rencana, yang menjadi ucapan maupun tulisan dan mengujud berupa perbuatan, tindakan, kerja– dalam kehidupan saudara, pasti ada sesuatu yang menggerakkan.
Sayang, siapa pun saudara –dari anak-anak sampai dewasa/tua, dari suku atau bangsa apapun baik yang masih primitif maupun yang modern, rakyat biasa apalagi penguasa, yang bodoh bahkan pakar iptek– umumnya kurang menyadari, kurang peduli adanya sesuatu itu, karena disibukkan oleh kerja itu sendiri yang langsung dihadapi dalam urusan kehidupan masing-masing.
Padahal sesuatu itu adalah ilah saudara, tuhan saudara, yang telah menjadikan saudara bergerak, bekerja, melakukan berbagai kegiatan apapun, dari bangun tidur sampai tidur lagi, baik yang bersifat sangat pribadi untuk dirinya sendiri: tidur, bangun, mandi, makan, berhias, berpakaian, mencari nafkah, maupun pekerjaan besar –oleh mereka yang merasa punya dunia– mengatasnamakan kegiatan mereka untuk kepentingan rakyat, bangsa, negara, dunia.
Sekarang mari kita bertanya: “wahai pakar, begawan dan bos pelaku Pol-Ek-Sos-Bud-Han-Kam-Kum, maupun rohaniwan, terpikir dan sadarkah, tuhan yang mana yang telah menggerakkan saudara dalam seluruh kegiatan kehidupan memenuhi kebutuhan lahir/jasmani maupun batin/ruhani saudara?” Tuhan yang sesungguhnya, Allah, ataukah tuhan yang lain, selain Allah?
Mengapa dimasalahkan? Karena kekeliruan dalam menentukan siapa tuhan saudara, bukan hanya saudara yang akan menderita akibatnya, apalagi jika saudara ternyata pakar, empu, begawan, rohaniwan yang mempunyai kemampuan tampil sebagai tokoh bangsa, negara, bahkan dunia. Keliru dalam menentukan pilihan siapa tuhan saudara, berbagai derita-bencana-malapetaka akan menimpa seantero kehidupan dunia.
Bukan hanya manusia, alam pun (tanah, air, udara beserta makhluk yang hidup di dalamnya) akan merasakan akibatnya. Akibat lanjutnya, masing-masing dapat saling membencanai sehingga dapat menimbulkan petaka-petaka baru yang makin dahsyat.
Yang menjadi masalah berikutnya adalah, bagaimana untuk mengetahui bahwa tuhan saudara adalah Allah atau bukan? Saudaraku, dengan berfikir tenang dan berusaha jujur pada nurani yang bersih, mari kita coba mulai mencari jawab yang tepat dari pertanyaan itu.
Sesungguhnya sejak manusia mulai siap menggunakan akalnya untuk mampu mengatur kehidupannya, melalui manusia-pilihan pertama-Nya (Adam), Allah mengenalkan kepada manusia bahwa Tuhannya adalah Allah dan mengajarkan ilmu bagaimana seharusnya manusia melaksanakan kehidupannya. Selanjutnya, Ia menyampaikan wahyu kepada manusia pilihan-Nya, yang melaksanakan perintah Tuannya, “membacakan kepada kamu ayat-ayat Kami dan menyucikan kamu, mengajarkan kepada kamu Kitab dan Hikmah, dan mengajarkan kepada kamu apa yang kamu tak tahu” (QS 2:151). Para manusia pilihan itu mengumandangkan risalah prinsip dari Allah: laa ilaaha illallah, tak ada ilaah kecuali Allah. Merekalah para Nabi/ Rasul, dari Adam as hingga Muhammad saw.
Secara bertahap (evolusi) sesuai dengan perkembangan peradaban dan kebutuhan hidup pada masanya, masing-masing Nabi/ Rasul mengajar manusia/kaumnya mengetahui/mengenal Tuhannya dan prinsip ilmu-Nya, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmaninya (iptek) maupun kebutuhan rohani (agama), agar manusia tahu, mau dan mampu melaksanakan seluruh kegiatan kehidupannya dengan baik dan benar pada jalan-Nya (shiroothol-mustaqiim), untuk mencapai kebahagiaan hidup yang sebenarnya, lahir-batin, di dunia maupun akhirat.
Jelas sudah, bahwa sesungguhnya dengan wahyu-Nya, Allah yang Rahman mengabar-kan, mengajarkan, memberitahu, bahwa Tuhannya manusia berikut seluruh kehidupan semesta yang sebenarnya adalah Allah.[]
Comment here