ArtikelPerguruan Islam Republik Indonesia

Peristiwa Gestapu: Titik Balik Keinsafan Warga PIRI

Setelah G30S-PKI meletus, maka mulailah terbuka hati nurani keluarga PIRI (Perguruan Islam Republik Indonesia) khususnya dan masyarakat pada umumnya, bahwa jiwa yang kosong dari cahaya Ilahi, jiwa yang sepi daripada iman yang hidup kepada Allah yang hidup, akan mudah berbuat khianat, baik kepada Nusa dan Bangsa, dan kepada negaranya. Kepada agama pun tak menghargai sama sekali, karena memang tak percaya kepada Allah Yang Maha Esa.

Ucapan yang selalu didengung-dengungkan bahwa mereka menerima Pancasila sebagai dasar Negara RI, hanya diatas bibir belaka. Jika Pancasila memang betul-betul meresap di dalam hati sanubarinya, tidak mungkin menjadi orang yang tidak ber-Tuhan.

Meletusnya G30S-PKI yang ternyata gagal itu, menjadi jalan yang benar bagi PIRI untuk sepenuh-penuhnya melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada di dalam PIRI, dengan tak ada tawar menawar lagi. Bahkan mewajibkan sebagai “kewajiban Moral” kepada seluruh Keluarga PIRI, mengisi jiwanya dengan Iman yang hidup kepada Allah Yang Hidup, dengan jalan mempelajari dan mengamalkan pendidikan agama Islam, yang menjadi dasar pokok utama dari pancasila.

Jalan yang licin itu segera kita tempuh. Kita kumpulkan di masjid PIRI untuk pertama kali, setelah meletusnya G30S-PKI. Pembangunan mental itu dilaksanakan dengan mendatangkan petugas dari Jawatan Penerangan Kota Madya Yogyakarta, yang pada waktu itu bertugas keliling ke mana-mana, memberikan penjelasan tentang dasar Pancasila itu bukan perkara baru. Karena Sila Pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhid), menjadi dasar pokok yang utama dan pendidikan semua Nabi utusan Allah yang datang ke dunia.

Karena itulah, baik GAI aliran Lahore maupun PIRI, sejak berdirinya tetap pada Anggaran Dasarnya, yaitu hanya mengikuti Haluan Negara, dan tidak mengikuti aliran politik mana pun, atau partai mana pun, sampai detik ini dan untuk seterusnya.

Pembinaan  ke dalam yang telah diperjuangkan sejak lama, terlaksana dengan dipelopori oleh AGA I, yang segera terbentuk AGA II. Anggota PIRI maupun AGA I sudah membentuk pengajian-pengajian Islam di dalam maupun di luar lingkungan PIRI. Bahkan ada pula pengajian-pengajian kita yang didatangi oleh orang-orang dari agama lain, dengan tujuan ikut mengikuti pengajian Islam kita itu.

Demikianlah sebagai gambaran yang jelas dan kongkrit, bahwa Tauhid Islam mencakup segala masalah. Dan pendidikan Tauhid yang sempurna, telah diajarkan oleh ahli Pendidik yang terakhir, yakni Nabi Suci Muhammad saw.

Suatu keuntungan yang besar bagi rakyat Indonesia dengan adanya dasar Negara Pancasila, yang berarti pemerintah kita memperhatikan juga nasib jiwa rakyatnya. Karena peningkatan derajat jiwa manusia itu, hanya tergantung kepada suburnya Iman yang hidup di dalam hati nurani manusia.

Gerak-gerik manusia, sepak terjang dan segala tutur kata yang keluar dari mulutnya itu, bersumber dari dalam hati nurani manusia.

Seperti sabda Nabi Suci Muhammad saw. di dalam Hadits: “Ada segumpal daging. Jika daging itu baik, seluruh anggota badan menjadi baik. Jika daging itu busuk, seluruh anggota badan menjadi busuk. Apakah itu? Jawabnya: Qalbu (hati).”

Memang hati (rohani) manusia menjadi sumber pokok pangkal kebaikan dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia. Iman yang hidup kepada Allah yang hidup, laksana cahaya yang memancar di dalam hati nurani. Hati yang di dalam Nur Ilahi memancarkan cahayanya. Orang bisa menetapkan dengan positif mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga tidak akan keliru memilihnya. Dengan demikian manusia akan terlepas dari segala macam perbuatan dosa, karena dapat memilih dengan positif  yang baik dan menyingkirkan yang buruk, lahiriyah maupun batiniyah.

Maka dari itu agama yang benar dikatakan dapat memancarkan iman yang hidup kepada Allah Yang Maha Esa. Ajaran agama tidak akan berpengaruh apa-apa kepada kehidupan manusia, jika tauhid yang ditanamkan di dalam hati nuraninya sudah meleset dari aslinya.

Pada zaman hidupnya para Nabi, umat manusia masih benar-benar mengikuti tuntunan Nabinya, menyembah kepada Allah Yang Maha Esa. Setelah ditinggalkan oleh Nabinya, sedikit demi sedikit mereka merubah ajaran Nabinya, sehingga akhirnya tidak lagi menyembah kepada Allah Yang Maha Esa. Mereka menjadi musyrik, menyekutukan Tuhan dengan barang-barang dunia.

Tuhan yang palsu tidak dapat mempengaruhi apa-apa pada kehidupan manusia, maka dari itu perbuatan jahat merajalela. GAI aliran Lahore berkeyakinan, hanya dengan mengenal Allah Ta’ala, dan dengan kembali mentaati ajaran Quran Suci, serta menjauhi larangannya, manusia akan selamat hidupnya di dunia dan akhirat.

Maka dari itu, di lingkungan Yayasan PIRI, pengajian sebagai usaha pembangunan mental bagi seluruh keluarga PIRI sebulan sekali sangat diperhatikan.[]

Sumber: Buku “Seperempat Abad PIRI, 1947-1972

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here