Sampaikan kebenaran, meskipun satu ayat. Demikian anjuran Nabi, dalam salah sebuah Hadits. Tapi tentu, “menyampaikan kebenaran” haruslah yang BIJAKSANA.
Umpama kebenaran mengenai seks. Belum waktunya untuk disampaikan kepada anak SD, kiranya anak SMP juga belum. Guru SMA juga masih ragu untuk menjelaskan perkara seks kepada siswanya.
Demikianlah juga dalam menyampaikan Qur’an. Ayat-ayat Qur’an teramat benar, teramat handal, teramat sakti untuk membawa orang kepada kesempurnaan. Namun ada ayat-ayat yang belum waktunya untuk disampaikan kepada orang-orang yang akan salah mengerti, atau jika orang nekad mengamalkannya, dapat terjadi “pertumbuhan yang prematur.”
Ada anak SD yang karena pandai sekali setiap naik loncat kelas, kelas satu naik kelas tiga, kelas tiga naik kelas lima, akhir tahun boleh ujian. Akibatnya setelah duduk di SMA, anak masih berumur dua belas tahun terpaksa berkawanan dengan siswa-siswa lain yang sudah mulai bicara porno dan mempunyai gambar-gambar porno serta tayangan porno di HP. Orang tua bangga anak sudah di SMA, namun kejiwaan anak dapat tumbuh prematur.
Demikian juga ada ayat-ayat Qur’an yang orang baru berhasrat untuk mengamalkannya setelah ia berada dalam tingkatan rohani tertentu, itulah perlindungan dan kebijaksanaan Tuhan.
Dakwah Islam berupa pengajian atau nasehat, jika yang memberikan seorang yang amat pandai dan berpengetahuan luas dengan mudah dapat menyentuh PIKIRAN orang-orang lain, membuat mereka menimbang-nimbang.
Namun tidak dapat dijamin apa yang didakwahkan akan diamalkan oleh orang-orang. Buktinya umat yang dewasa ini sedang jahiliah kembali, masih saja belum terbenahi.
Maka dari itu surat Al-‘Ashr diakhiri dengan “saling menuntun untuk menyampaikan haqq (haruslah disertai dengan) saling menuntun untuk bersabar” (QS 103:3).
Jika yang memberikan pengajian atau nasehat seorang yang halus budinya dan penuh cinta kasih, maka dapatlah apa yang ia berikan menyentuh KALBU orang-orang, tertanam di kalbu dan terbawa seumur hidup, membuat manusia menjadi baik hati, bermoral dan suka untuk mohon kepada Tuhan.
Orang tua kepada anak-anaknya dapat berpengaruh yang demikian itu. Nasehat-nasehat orang tua yang tertanam di hati membuat anak selalu ingat kepada orang tua, bahkan jika orang tua sudah tidak ada, anak tak henti-hentinya mendoakan SURGA bagi orang tua.
Adapun para Nabi dan Waliyullah jika memberi fatwa dapat menyentuh NAFS atau jiwa orang. Nafs ammarah (jiwa hewan, QS 12:53) akan diangkat menjadi nafs lawwamah (jiwa moral, QS 75:2), akhirnya dituntun kepada nafs mutmainnah (jiwa tenang mendamai yang mencari Tuhan, QS 89:27).
Maka penyebaran KEBENARAN yang tertinggi dapat menggugah manusia untuk mencari Tuhan, dan membuat manusia dapat berada dalam kondisi untuk dituntun oleh Tuhan di jalan yang benar yang menuju kepada Tuhan (QS 4:175).
Demikianlah Nabi Besar SAW, beliau telah menuntun manusia-manusia untuk menjadi “robot” Tuhan, yaitu manusia-manusia yang karena amat dekatnya dengan Tuhan, selalu berada dalam keadaan siap untuk mengamalkan apapun yang Tuhan kehendaki.
Demikian juga para mujaddid yang datang setiap abad (Abu Dawud 36:1) menggugah umat untuk mencari Tuhan, menuntun umat kepada LIQAULLAH, rindu berjumpa dengan Tuhan.
Itulah worldpower-nya umat Islam dahulu, dan juga harusnya kini, untuk dapat menciptakan KEJAYAAN ISLAM.
Penulis: Mardiyono Jaya S. Marja
Comment here