Fitrahnya manusia kita lihat pada Nabi Besar SAW, yaitu setiap saat bersama Tuhan, setiap saat suci lahir batin, dan pancaran pribadinya cinta kasih.
Semua prestasi Nabi Besar SAW gilang gemilang, itu karena Nabi SAW setiap saat berada dalam tuntunan Tuhan.
Bagi Nabi SAW pasti berlaku hadis qudsi “Allah Ta’ala berfirman: Tak dapat memuat Zat-Ku bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat Zat-Ku ialah kalbu hamba-Ku yang beriman” (R. Ahmad dari Wahab bin Munabbih).
Maka yang namanya jahiliah ialah Tuhan jauh. Percayanya kepada Tuhan masih sekadar formal, membiarkan diri kebahagiaan didukung oleh KEDUNIAAN berupa materi dan seks.
Manusia Islam tahu betul harus meniru Nabinya yang serba DEMI TUHAN, namun masih saja yang digandrungi MATERI.
Maka dari itu jahiliah ialah “kebodohan” dalam arti “tidak mengenal Tuhan”, membiarkan diri bukan Tuhan yang mengatur kehidupannya, melainkan berhala-berhala dalam bentuk apapun.
Bangsa Arab pra-Islam mempunyai patung-patung berhala pembawa rezeki, penolak bala, pelindung terhadap keganasan alam, penyelamat dalam peperangan, dan masih banyak lagi. Berhala tertentu berkuasa atas aspek kehidupan tertentu.
Manusia modern berhalanya berupa keduniaan dan kewanitaan, terlalu yakin diri kepada kemajuan IPTEK-nya yang sepertinya tak kenal batas, kemampuan inteligensinya, harta kekayaannya, kedudukannya di masyarakat, nasib baiknya. Dan ada juga yang percaya diri karena memiliki pusaka atau jimat atau “susuk kecantikan”.
Allah Mahakuasa, Mahatahu, Mahakaya, Maha Mendengar, Maha Menolong, Maha Rahman, Maha Rahim. Maka teramat bodohlah manusia, untuk mengganti Tuhan dengan berhala.
Mungkin manusianya berdoa kepada Tuhan mohon kaya, tidak saja diberi-beri. Tetapi dengan “ilmu kesugihan” kekayaan segera datang. Dan lain-lain pengalaman, sehingga “berhala seolah lebih meyakinkan” daripada mohon kepada Tuhan.
Tuhan lebih dekat dari urat leher (QS 50:16), maka seharusnyalah manusia merasakan bahwa Tuhan Mahadekat, sebab manusia yang sedang gandrung kepada kekasih idaman, kekasihnya terbawa di hati siang malam. Namun gandrung kepada Tuhan, gandrung kepada Nabi, masih saja teori belaka.
***
Keimanan umat Islam sedunia mengalami pasang surut, up and down, berupa gelombang yang naik turun, dengan gunung yang up dan lembah yang down, yang periodanya SATU ABAD.
Maka dari itu Tuhan mendatangkan mujaddid setiap abad pada saat Keislaman umat down.
Dan selalu jatuhnya umat Islam karena Keislamannya sudah tidak beres, yaitu formal, sehingga tak berjiwa, tak berkarakter, fanatik dalam pendiriannya yang naif serta konservatif, taklid kepada idola pembimbing agamanya.
Tuhan ingin menyadarkan umat kembali dengan mendatangkan Mujaddid. Namun jika mujaddid tetap saja ditolak, maka Tuhan tidak ragu untuk menurunkan cobaan-cobaan berupa krisis-krisis yang berat dan bencana-bencana alam yang dahsyat.
Itulah bahasa Tuhan yang maknanya “Kembalilah kepada Islam yang benar”, sebab Tuhan selalu siap untuk melenyapkan umat-umat yang bandel dari muka bumi, seperti umat Nabi Nuh AS, Nabi Shu’aib AS, Nabi Luth AS.
Tetapi “mengerti Kehendak Tuhan” sukarnya bukan main, belum lagi kalau manusia disuruh “berubah”, meskipun demi untuk perubahan nasibnya (QS 13:11).
Ternyata Nabi Besar SAW telah juga memberi peringatan yang tidak tanggung-tanggung, yaitu “Hampir-hampir datang kepada manusia suatu zaman yang tiada Islam selain tinggal namanya dan tiada Qur’an selain tinggal tulisannya. Masjid mereka ramai, namun sunyi dari petunjuk. Ulama mereka seburuk-buruknya makhluk di bawah kolong langit, dari mereka keluar fitnah dan kepada mereka fitnah itu kembali” (Ibnu Addiy dalam Al-Kamil, Al-Baihaqi dalam Syi’abul Iman dari Sayyidina Ali dan Kanzul-Umal, Juz IX/31136,31522).
Masih lagi , “Akan terjadi dalam umatku anak-anak zina, lalu manusia kembali kepada ulama-ulama mereka, ternyata mereka itu kera-kera dan babi-babi” (Al-Hakim dalam Al-Mustadak dari Abi Ummamah dan Kanzul-Umal Juz XIV/38727).
Sifat “kera” ialah teramat sibuk, namun tak seberapa manfaatnya. Adapun sifat “babi” ialah tak kenal malu.
Demikianlah keadaan umat Islam yang memberi kesan telah menjadi jahiliah kembali, menyibukkan diri dengan praktek-praktek skandal seks, narkoba, KKN, korupsi, dan lain-lain perbuatan non-Islam yang merajalela. Umat sama sekali tak dapat mengatasinya.
Bukankah demikian itu keadaan sekarang?
Itulah penglihatan Nabi Besar SAW terhadap keadaan umat Islam yang serba anarki, konflik, kepalsuan. Namun musibah-musibah yang turun dari langit dianggap oleh umat sebagai sekadar cobaan-cobaan Tuhan untuk menguji Keislaman umat.
Umat menganggap bahwa Islamnya sudah baik, sehingga tetap saja tidak berubah, bahkan berubah seperti apapun tidak tahu, berarti masih bakal tetap ber-Islam yang formal, konservatif, fanatik, taklid kepada ulama.
***
Tuhan sedang TERAMAT MARAH ataukah turunnya musibah-musibah memang sudah termasuk RENCANA TUHAN, yang umat tinggal menjalani sambil menyelami apa sebenarnya Kehendak Tuhan dibalik musibah-musibah yang sedang melanda umat?
Bencana demi bencana tiada henti-hentinya turun dari langit. Umat Islam menganggap dirinya sudah beribadah dengan lengkap dan baik. Tetapi ada yang belum dikerjakan, yaitu dengan sekuat tenaga mencari TUHAN sampai LIQO ULLAH bertemu dengan Tuhan (QS 84:6), bahkan awalnya masih saja belum dimulai, yaitu kembali kepada FITRAH.
Tandanya teramat jelas, umat Islam sedang dalam penderitaan yang teramat berat.
Namun insya Allah akhirnya umat akan muak sendiri dengan kejahiliahannya, sehingga akan lahir kehausan untuk mendekat kepada Tuhan dan makin mendekat lagi, dengan ber-TAUBAT dan mohon untuk DIBENAHI lahir batin.
Manusia mendekat, insya Allah Tuhan menjemput dan berkenan untuk menuntun umat kepada KEINDAHAN dan CINTA KASIH, yang itulah WORLD-POWER-nya dewasa ini untuk datangnya kembali KEJAYAAN ISLAM seperti dahulu zaman Nabi Besar SAW, dan kini zaman millennium baru.
Keindahan dan cinta kasih ialah aspek dari nama Nabi Besar SAW yang AHMAD, sebagaimana ramalan Nabi Isa AS “memberi kabar baik tentang seorang Utusan yang akan datang sesudahku yang namanya AHMAD” (QS 61:6). Adapun nama MUHAMMAD beraspek keagungan, kemenangan, keabadian.
Dalam suasana globalisai dewasa ini dan komunikasi antar manusia yang sepertinya tanpa batas, diharapkan umat Islam memanifestasikan diri sebagai KEINDAHAN dan CINTA KASIH, demi untuk dapat terealisasinya Kehendak Tuhan untuk zaman akhir, yaitu KEJAYAAN ISLAM kembali.
Belum berhasil karena dua hal, yaitu dunia dibuat alergi kepada umat Islam karena terorismenya, dan umat Islam kurang perduli dengan IMAM ZAMAN yang datangnya setiap permulaan abad Hijriyah.[Mardiyono]
Comment here