Kristianologi Qurani

Apakah Yesus Mati atau Pingsan Ketika diturunkan dari Tiang Salib?

Menurut kepercayaan Kristen, Isa atau Yesus disalib dan mati di tiang salib, dan mencucurkan darahnya demi untuk menebus dosa manusia. Dan setelah kematiannya itu, jasadnya diangkat naik ke surga.

Tak diragukan lagi, Yesus memang betul-betul disalib. Tetapi, ia tidak mati di tiang salib, tetapi hanya pingsan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan ia pingsan di tiang salib, dan dikira mati oleh mereka yang hadir pada waktu penyalibannya. Dan jika diteliti secara lebih mendalam dari fakta-fakta yang ada, maka akan terlihat bahwa Yesus bisa tetap bertahan hidup dari siksaan di tiang salib.

Ketika Yesus tiba di Golgota, selagi ia memanggul salib, ia diminumi “anggur bercampur empedu” (Mat 27:34) atau “anggur yang dicampur dengan myrrh (semacam getah yang pahit)” (Markus 15:23).

Apapun bentuk campurannya, yang jelas minuman itu adalah semacam anestesi atau obat bius, yang dalam tradisi Yahudi diberikan kepada orang yang akan menghadapi hukuman mati. Pemberian minuman ini biasanya dilakukan oleh wanita Yahudi, karena menurut mereka, perbuatan ini merupakan tindakan yang terpuji.

Minuman semacam itu diberikan kepada Yesus sebanyak tiga kali. Pertama, ketika Yesus baru tiba di Golgota saat ia memikul salib. Kedua, ketika Yesus dipaku di tiang salib (diberikan oleh prajurit romawi). Dan ketiga, ketika Yesus berteriak kehausan dari atas tiang salib.

Karena tiga kali minum ramuan itu, dan juga rasa sakit luar biasa yang dideritanya, tidak mengherankan jika kemudian Yesus pingsan, dan dikira orang-orang telah mati.

Para pengikut Yesus yang terdekat tidak hadir pada waktu penyaliban, sehingga mereka percaya saja ketika diberitahu bahwa Yesus telah mati. Lagipula, kedua belas murid Yesus itu telah mengabaikan dan bahkan meninggalkannya sejak ia ditangkap di Taman Getsemani.

Hanya Thomas saja, saudara Yesus, yang tetap berada di dekat tiang salib menemani Yesus. Dan bersama Thomas, turut serta juga beberapa wanita Galilea, termasuk Maria, Ibunda Yesus, dan Maria Magdalena (Yohanes 19:35).

Ketika tergantung di tiang salib, Yesus menangis dan berteriak, “Eli, Eli, lamaa sabachtani?” (Tuhanku, Tuhanku, mengapa engkau tinggalkan aku?). Padahal, ketika di Taman Getsemani,Yesus berkata, “Tuhan akan melindungi dan menghilangkan penderitaannya, apabila Tuhan menghendaki.” (Markus 14:36, Lukas 22:42)

Andaikata Yesus tahu bahwa ia ditakdirkan untuk mati demi menebus dosa umat manusia, dan kemudian akan dibangkitkan kembali beberapa waktu setelahnya, mengapa ia menangis dan berteriak seperti itu?

Agaknya, Yesus menangisi penderitaannya justru karena ia merasa misinya belum cukup, dan tahu bahwa “mereka yang mati disalib adalah mereka yang dikutuk Tuhan.” (Ulangan 21:23).

Meskipun umat Yahudi maupun umat Kristen percaya bahwa Yesus mati di tiang salib, tentu dengan alasan yang berbeda, tetapi semua bukti menunjukkan bahwa Yesus dapat bertahan hidup.

Quran Suci mengafirmasi bukti-bukti itu. Sehingga, tak disangsikan lagi, Yesus masih hidup ketika ia diturunkan dari tiang salib, meskipun di mata orang-orang ia tampak telah mati. Sebab, Tuhan mendengar doanya dan menyelamatkannya.

Yesus sendiri selalu merasa pasti bahwa doanya akan selalu didengar dan dikabulkan oleh Tuhan. Sebagaimana ia katakan, “Ya Tuhan, aku bersyukur padaMu bahwa Kau mendengar aku, dan aku tahu bahwa kau selalu dekat padaku.” (Yohanes 11:41-42)

Dalam kepercayaan Yahudi, andaikata ada orang disalib pada hari Sabbath, maka orang itu harus diturunkan dari tiang salib sebelum malam tiba. Tetapi sebelum diturunkan, para tentara akan memastikan bahwa orang itu sudah mati, dengan jalan memberikan siksaan yang lain. Misalnya, dengan cara mematahkan kakinya.

Yesus disalib pada siang hari di hari Sabbath, dan diturunkan pada sore harinya, sebelum malam tiba. Bersamanya, ada dua orang penjahat yang juga disalibkan. Dan karena kedua orang penjahat itu tampak masih hidup, para tentara pun kemudian mematahkan kakinya.

Tetapi Yesus tampak telah mati. Sebab itu, para tentara tidak mematahkan kakinya. Tetapi, salah satu tentara menusukkan tombak ke lambungnya, sehingga keluarlah darah dan air. (Yohanes 19:34).

Ini kemudian dikuatkan oleh Yesus sendiri ketika ia, beberapa hari setelah peristiwa penyaliban, memanggil Thomas dan berkata, “Kemarikanlah tanganmu, dan tahanlah lambungku.” (Yohanes 20:27).

Atas dasar fakta ini, di halaman 421 dalam bukunya bertajuk “Life of Christ,” Dean Farrar menyimpulkan bahwa Yesus berada dalam keadaan pingsan ketika tentara Romawi menusukkan tombaknya ke lambung Yesus. Yesus tampak telah mati, kata Dean, padahal kenyataannya ia dalam keadaan koma.

Pontius pilatus sendiri merasa heran, bagaimana mungkin Yesus bisa mati dalam waktu secepat itu? Karenanya, ketika Yusuf Arimathea meminta ijin kepadanya untuk membawa jasad Yesus, Pilatus menanyakan perihal kebenaran berita kematian Yesus itu kepada tentaranya, sebelum akhirnya ia mengabulkan permohonan Yusuf.

Menurut Matius, peristiwa kematian Yesus itu juga menimbulkan keragu-raguan bagi banyak orang. Pasalnya, seketika setelah Yesus diletakkan di dalam gua dimana ia dimakamkan, Kepala Pendeta dan orang-orang Farisi datang menghadap Pilatus, dan berkata:

“Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidupnya berkata: “Sesudah tiga hari, aku akan bangkit.” Karena itu, jagalah makam itu sampai hari ketiga. Jikalau tidak, murid-muridNya akan datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati.” (Matius 27:62-64)

Jadi jelas, mereka menganggap bahwa Yesus tidak mati disalib. Mereka seakan ingin memastikan bahwa jika pun Yesus masih hidup ketika dimasukkan ke dalam gua, maka ia akan mati dengan sendirinya jika tetap berada di dalam goa yang tertutup dalam waktu cukup lama.

 

 

Disadur oleh Ida Muslich Z.A. dari buku “The Crumbling of the Cross” karya Mumtaz Ahmad Faruqui

Sumber : Warta Keluarga GAI, No. 5 Tahun 1984 hlm 35-38

 

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »