Indonesia tengah didera musibah. Banjir menerjang di sejumlah besar wilayah di kota Jakarta. Kota yang menjadi simbol kebesaran Indonesia itu pun gundah.
Pertanyaannya, adakah banjir itu rahmat atau laknat? Jawabnya sangat bergantung pada sikap batin masing-masing orang.
Sebagian orang menganggap, banjir yang terjadi saat ini sebagai peringatan dari Tuhan. sebagian lagi menganggap sebagai peristiwa alam biasa, sebagaimana peristiwa lainnya, seperti kelahiran, kematian, matahari terbit dan terbenam, dan masih banyak lagi.
Kata “biasa” dalam kalimat “peristiwa alam biasa” itu memang dapat diterima dalam tataran logika. Artinya, jika kita hanya mengandalkan logika, maka pernyataan bahwa “banjir dan lain-lain sebagai peristiwa alam biasa” adalah benar. Sehingga untuk menanggulanginya pun kemudian kita berpikir secara logis pula, misalnya dengan membuat tanggul, membersihkan sungai dan selokan dari sampah, dll.
Tetapi tanpa bermaksud menafikan arti pentingnya, harus kita sadari bahwa logika bukanlah puncak atau tataran tertinggi untuk memahami segala sesuatu, termasuk peristiwa alam yang sifatnya fisikal sekalipun.
Meskipun kemampuan logikanya akan terus meningkat, tetapi manusia akan selalu menjumpai misteri. Ini disebabkan karena hal-hal yang fisikal selalu berhubungan erat, atau menjadi bagian tak terpisahkan, dengan yang metafisikal. Bahwa yang lahiriah sebenarnya tidak punya arti apa-apa tanpa yang batiniah.
Manusia secara fisik tidak punya arti tanpa ruhaninya. Sebab, esensi manusia terletak pada ruhaninya. Kejayaan duniawi tidak akan punya arti tanpa diikuti keluhuran ruhani. Dunia tidak bermakna tanpa akhirat, karena dunia adalah ladangnya akhirat, dsb.
Oleh sebab itu, jika segala sesuatu kita lakukan hanya berdasarkan pertimbangan logika, akan menimbulkan masalah.
Pemahaman seperti ini akan melahirkan sikap batin bahwa banjir yang terjadi sekarang ini bukan sekedar “peristiwa biasa.” Peristiwa-peristiwa alam yang lain pun bukan peristiwa biasa, tetapi peristiwa yang luar biasa!
Suatu peristiwa adalah rangkaian dari peristiwa-peristiwa lain yang saling berkesinambungan, yang digerakkan oleh tangan-tangan Yang Maha Penggerak.
Kita selalu mengeluh dan risau terhadap udara yang kotor oleh polusi yang kita ciptakan sendiri, yang intensitasnya semakin hari semakin meningkat. Kita juga menyadari akibat buruk kotornya udara yang kita hirup setiap saat, bahkan tidak mustahil akan berakibat buruk pula kepada anak keturunan kita.
Tetapi bukankah hujan yang turun akan membersihkan kotoran udara yang kita sendiri tak mampu membersihkannya?
Kita tidak bisa membayangkan seandainya hujan tidak pernah turun. Bukan saja udara yang kotor akan semakin kotor, tetapi mungkin kelangsungan hidup manusia akan terancam!
Jika kita berpikir demikian, maka hujan yang terjadi, baik sekarang maupun yang akan datang, adalah wujud kasih sayang Allah (rahmaniyah) kepada kita.
Kendati kita tahu akan akibat buruk daripada udara kotor, tetapi ternyata kita tidak mampu membersihkannya. Dan Allah, Yang Maha Pengasih itu, berkenan membersihkannya melalui derasnya hujan.
Bahwa kemudian hujan mengakibatkan banjir, ini soal lain yang harus direnungkan secara mendalam.
Boleh jadi kita sudah kelewat batas memperlakukan alam secara sewenang-wenang, sehingga keseimbangan menjadi terganggu. Atau, mungkin juga banjir didatangkan untuk menguji mereka yang terkena musibah, sekaligus mereka yang memiliki harta berlimpah.
Penulis : Mulyono
Sumber : Majalah Fathi Islam, No. 1 Tahun 2002
Comment here