DiskursusTabayyun

Gerakan Ahmadiyah dan Kasus Pelarangan Ahmadiyah

Allah Swt. berfirman dalam Surat As-Sajdah: 5 yang artinya, “Ia mengatur perkara dari langit ke bumi, lalu itu naik kepada-Nya dalam suatu hari yang lamanya seribu tahun menurut hitungan kamu”. Ayat ini mengisyaratkan bahwa Islam akan mengalami kejayaan, setelah itu akan mengalami kemunduran selama seribu tahun. Sebuah Hadits Nabi saw. mengatakan: “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, lalu generasi sesudahnya, lalu generasi sesudahnya lagi, lalu sesudah itu akan datang orang-orang yang menyombongkan diri karena banyaknya harta dan suka pada kegemukan”. Hadits lain mengatakan, “Lalu sesudah itu akan datang orang-orang yang tak memiliki kebaikan” (Kitab Kanzul Ummal)1.

Hadits Nabi saw. tersebut menjelaskan firman Allah seperti tersebut di atas bahwa Islam akan mengalami kejayaan selama tiga generasi, yakni pada masa beliau dan sahabat beliau, masa tabi’in, dan masa tabi’ut-tabi’in, atau kira-kira abad ke-7 hingga abad ke-9/10 Masehi. Demikianlah kenyataannya, bahwa pada abad 9-10 Masehi Islam benar-benar berada pada puncak kejayaan, pemegang hegemoni dunia dalam hampir semua aspek: politik, ekonomi, sosial, budaya, etika, ilmu pengetahuan, dll. Dalam bidang ilmu pengetahuan, misalnya, Islam meletakkan dasar-dasar bagi berkembangnya ilmu pengetahuan modern yang di kemudian hari dikembangkan oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika, setelah mengambilnya dari tangan umat Islam. Memang benar, kemajuan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan itu setelah terjadinya kontak peradaban dengan Yunani, namun filsafat dan logika Yunani itu sudah lama dilupakan orang. Justru dari otak-otak cerdas kaum Muslimin-lah filsafat dan logika Yunani diangkat kembali, lalu dikembangkan sedemikian rupa hingga melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak dikenal oleh manusia. Diakui atau tidak, umat Islam telah memberikan sumbangan yang tidak ada taranya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang hingga taraf sekarang ini, terutama dengan diperkenalkan dan digunakan seluas-luasnya angka Arab dalam bidang ilmu pasti/matematika, dan lebih-lebih ditemukannya angka 0 (Nol) oleh orang Islam pada tahun 683 Masehi.

Tetapi setelah berada di puncak kejayaannya, banyak persoalan internal muncul di kalangan umat Islam, yang membawa mereka terpecah belah, dan akhirnya runtuh sama sekali. Jika sebelumnya secara politik umat Islam menguasai wilayah hampir separoh dunia, dan belum pernah ada satu imperium pun yang menyamai, namun sedikit demi sedikit wilayah kekuasaan Islam semakin sempit, dan akhirnya musnah sama sekali. Bahkan sebaliknya, bangsa-bangsa yang mayoritas berpenduduk Muslim dikuasai dan dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa, termasuk Indonesia. Bangsa-bangsa Muslim bukan hanya dikuasai dan dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa, melainkan juga menjadi sasaran penyebaran agama Kristen (Kristenisasi). Hal ini menempatkan umat Islam dalam keterpurukan yang luar biasa.

Keadaan seperti itu disebabkan oleh satu hal saja, yakni umat Islam telah meninggalkan nilai-nilai Islam yang diajarkan oleh Qur’an. Kendati mereka masih mengaku Islam, namun perbuatannya jauh dari Islam. Mereka lebih percaya kepada para ulama dan kyai (taqlid), ketimbang mengambil langsung dari ajaran Qur’an. Dr. Sir Muhammad Iqbal mengistilahkan praktik-praktik seperti itu dengan Mullahisme. Ulama dan kyai dianggap memiliki otoritas di atas Qur’an. Keadaan seperti inilah yang dikeluhkan oleh Rasulullah saw. dalam Surat Al-Furqan: 30, “… ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah memperlakukan Qur’an ini sebagai barang yang ditinggalkan.” Nabi saw. sendiri melukiskan keadaan ini melalui sejumlah Hadits beliau, di antaranya: “Akan tiba suatu masa, yang Islam tinggal namanya, Qur’an tinggal tulisannya, masjid-masjid makmur tetapi sunyi dari petunjuk.” Hadits lain mengatakan: “Banyak orang membaca Qur’an, tetapi tidak lebih dari tenggorokannya.”

Dalam ayat yang terjemahannya dikutip di awal tulisan ini menyebutkan bahwa kemunduran Islam itu akan terjadi selama seribu tahun. Artinya, setelah jangka waktu seribu tahun terpenuhi, maka Islam, secara bertahap, akan kembali mengalami kemajuan. Bagaimana cara Allah memajukan Islam? Diisyaratkan dalam ayat berikutnya, “Demikianlah, Tuhan Yang Maha-tahu barang yang tak kelihatan dan yang kelihatan. Yang Maha-perkasa, Yang Maha-pengasih.” Maksudnya, kejayaan Islam kembali (setelah mengalami kemunduran selama seribu tahun), adalah merupakan rahasia Allah. Atau dengan kata lain, kemajuan Islam kembali telah direncanakan oleh Allah melalui cara-cara yang telah dikehendaki-Nya.

Kepercayaan tentang datangnya Al-Masih dan Imam Mahdi

Dalam keterpurukan seperti yang dilukiskan di atas, sebagian umat Islam, atau mungkin malah seluruhnya, percaya akan datangnya Imam Mahdi yang akan menolong mereka dengan pedang. Mereka juga menantikan kedatangan Nabi Isa Al-Masih, yang hingga kini diyakini masih hidup di langit dan akan turun kembali ke dunia untuk menolong umat Islam mengalahkan kaum kafir. Kepercayaan tersebut didasarkan atas sejumlah Hadits, yang salah satunya diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Kaifa antum idza nazala-bnu Maryam fikum wa imamukum minkum.” Hadits lain lagi mengatakan bahwa Al-Masih akan membunuh Dajjal, mematahkan salib, membunuh babi, dst.

Kebenaran Hadits-hadits tentang Nuzulul Masih (turunnya Al-Masih) tersebut diakui secara luas. Hanya saja interpretasi terhadap Hadits-hadits tersebut berbeda-beda. Sebagian orang memahami secara tekstual (harfiah), sedangkan sebagian yang lain memahami secara metaforis atau kiasan. Bagi yang memahami secara harfiah, maka yang ditunggu kedatangannya adalah Nabi Isa a.s. yang dulu pernah diutus oleh Allah kepada bangsa Israil. Sedangkan bagi yang memahami secara kiasan atau metaforis, Ibnu Maryam yang akan turun bukanlah Nabi Isa a.s. yang dulu diutus kepada bangsa Israil, melainkan orang lain yang memiliki sejumlah kesamaan dengan Nabi Isa, yang berasal dari kaum Muslimin sendiri. Hal ini didasarkan pada kata-kata terakhir Hadits tersebut, yakni minkum, yang artinya dari kamu atau dari antara kamu. Di sisi lain, kata nazala (turun) tidak selamanya dalam pengertian ‘dari atas ke bawah’. Al-Qur’an sendiri menggunakan kata itu tidak selalu dalam arti turun dari atas ke bawah. Dalam Surat Al-Hadid, misalnya, dinyatakan bahwa Allah menurunkan (anzalna) besi, namun kenyataannya besi tidak turun dari langit ke bumi, melainkan selamanya berada di, atau berasal dari, bumi. Analog dengan kasus ini, turunnya Ibnu Maryam, lengkapnya Al-Masih Isa Ibnu Maryam, bukan dalam arti turun dari langit ke bumi, melainkan muncul dari kalangan kaum Muslimin sendiri.

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, Masih dan Mahdi

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908), selain mengaku sebagai Mujaddid (pembaharu/reformer), juga mengaku sebagai Al-Masih yang dijanjikan oleh Rasulullah saw. dan sekaligus sebagai Al-Mahdi.

(1) Perannya sebagai mujaddid

Salah satu pembaharuan pemikiran keagamaan yang dilakukan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dalam perannya sebagai mujaddid ialah, beliau mengatakan bahwa wahyu Ilahi tidak berhenti dengan berakhirnya kenabian pada diri Nabi Suci Muhammad saw. Allah adalah kekal abadi, tak terhingga dalam segala-galanya: Dzat-Nya, Nama-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan Perbuatan-Nya. Sifat-sifat Allah sama abadinya dengan Dzat-Nya, dsb. Jika dulu Allah mencipta, maka hingga sekarang dan seterusnya pun Allah akan terus mencipta. Munculnya tumbuh-tumbuhan di permukaan bumi secara terus-menerus, munculnya berbagai binatang yang terus-menerus mengembangkan species baru, lahirnya manusia yang terus-menerus, dsb. menunjukkan “masih aktifnya” sifat Allah tersebut.

Berulang-ulang dalam Qur’an dinyatakan bahwa setiap kali Allah berkehendak untuk mencipta segala sesuatu, Ia hanya berfirman Jadilah, maka jadilah ia (Kun, fayakun). Kun adalah firman Allah, atau Kalam Allah. Jadi sangat tidak benar kalau dikatakan bahwa sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw. Allah sudah tidak berfirman lagi. Firman Allah dalam arti petunjuk (wahyu) pun tidak pernah berhenti setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Wahyu adalah kenyataan universal yang diberikan kepada semua ciptaan Allah, baik kepada para nabi, manusia biasa yang bukan nabi, kepada malaikat, kepada binatang, dan bahkan kepada benda-benda alam seperti langit dan bumi. Tidak benar kalau dikatakan bahwa wahyu hanya diberikan kepada para nabi. Yang benar bahwa wahyu yang diberikan kepada para nabi memiliki spesialisasi atau spesifikasi tersendiri, berbeda dengan wahyu yang diberikan kepada selain nabi.

Keistimewaan wahyu yang diberikan kepada para nabi adalah: pertama, mengandung syariat, yakni suatu petunjuk atau pimpinan, perintah, larangan, dan juga peringatan dan kabar baik bagi umat nabi yang bersangkutan. Kedua, dibacakan oleh Malaikat Jibril dengan kata-kata yang terang. Itulah makanya, wahyu kepada para nabi, secara teknis disebut wahyu matluw. Kalam Allah atau wahyu Allah jenis seperti inilah yang sudah berakhir pada diri Nabi Suci Muhammad saw. Sedangkan wahyu dalam bentu atau jenis lain akan terus berlangsung. Orang-orang yang bukan nabi pun bisa mendapatkan wahyu dalam jenis bukan wahyu matluw. Dalam Qur’an, wahyu dalam jenis apa pun disebut dengan kata wahyu (lihat Q.S. 41:11-12; 16:68-69; 8:12; 28:7; 5:111, 21:7; 4:164; dll.).

Dengan pengertian seperti itu mengandung maksud bahwa Tuhannya umat Islam tidak pernah mati, melainkan terus hidup sampai kapan pun, dan manusia bisa berkomunikasi dengan-Nya, memohon pertolongan, petunjuk dan ampunan-Nya, dsb. Dalam Q.S. 41: 30 dinyatakan bahwa orang-orang yang berkata: “Tuhan kami ialah Allah …. maka malaikat akan turun kepada mereka, ucapnya: Jangan takut dan jangan susah ….” Ini tentu bukan ucapan malaikat sendiri, melainkan hanya instruksi dari Allah, karena malaikat hanyalah pesuruh Allah. Jadi Allah akan terus-menerus berfirman demikian kepada orang-orang yang memenuhi kriteria seperti pada ayat tersebut. Di tempat lain juga dikatakan bahwa Allah akan memberi kabar baik (busyra) kepada orang-orang yang sungguh-sungguh beriman.

(2) Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Al-Masih.

Kendati banyak orang menuduh Mirza Ghulam Ahmad sebagai kaki tangan (anthek) penjajah Inggris, namun suatu kenyataan dialah orang pertama yang mengatakan bahwa bangsa-bangsa Eropa (termasuk Inggris) adalah Dajjal, Yakjuj dan Makjuj. Mereka pulalah yang disebut dalam Hadits sebagai Masihid-dajjal. Dalam sebuah Hadits dinyatakan bahwa semenjak diciptakan Adam (manusia) hingga hari kiyamat, tidak ada fitnah yang lebih besar daripada fitnahnya Dajjal. Kata dajjal, artinya pendusta, pembohong, penipu ulung, dsb. Mereka disebut Masihiddajjal karena mengaku sebagai pengikut Isa Al-Masih, tetapi ajarannya bertentangan dengan ajaran Nabi Isa. Jadi, mereka bukan hanya menipu Nabi Isa, tetapi juga menipu orang lain, khususnya umat Islam. Oleh karena itu yang dimaksud Dajjal tidak lain adalah bangsa-bangsa Eropa dari aspek teologinya, yakni Kristen, sedangkan Yakjuj dan Makjuj juga bangsa-bangsa Eropa dari aspek etnologinya. Fitnah terbesar yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa yang Kristen adalah materialisme. Artinya, Islam diserang oleh bangsa-bangsa Kristen melalui faham materialisme, dan membuat umat Islam tak berdaya. Tipuan dahsyat yang dilakukan oleh faham materialisme ini seolah-olah sumber kebahagiaan dan kemuliaan terletak pada harta, pangkat dan jabatan. Kesimpulannya, kemunduran Islam pada abad 18-19 disebabkan karena terkena penyakit materialisme yang bersumber dari ajaran Kristen yang dianut oleh bangsa-bangasa Eropa dan Amerika.

Dalam Hadits Nabi dikatakan bahwa Al-Masih akan membunuh Dajjal, mematahkan salib, dan membunuh babi. Membunuh Dajjal artinya membunuh pola hidup materialistik seperti yang diikuti oleh orang-orang Barat. Mematahkan salib artinya mematahkan dalil-dalil dan argumentasi-argumentasi yang mendasari keimanan dalam agama Kristen, dengan dalil-dalil Qur’an yang logis. Sebagaimana kita ketahui, iman Kristen dibangun di atas keyakinan bahwa Nabi Isa (Yesus), mati karena penyaliban, tetapi bangkit dari maut (hidup lagi) pada hari ketiga, lalu naik ke langit, duduk di sebelah kanan Allah Bapa hingga sekarang. Dengan sedikit perbedaan, mayoritas umat Islam juga memiliki keyakinan yang sama, paling tidak dalam hal ‘Nabi Isa masih hidup di langit hingga saat ini’. Hal ini bukan saja berarti umat Islam mendukung akidah Kristen, tetapi berarti pula memaksa umat Islam untuk mempercayai Nabi Isa bukan manusia biasa, melainkan Tuhan atau setidak-tidaknya Anak Tuhan. Betapa tidak! Manusia yang mampu bertahan hidup ribuan tahun tanpa makan dan minum, tentulah bukan manusia biasa. Padahal Nabi Muhammad saw. wafat hanya dalam usia 63 tahun, tidak bisa bertahan hidup seperti Nabi Isa. Jadi, wajar jika hal ini dimanfaatkan oleh misionaris Kristen untuk menipu umat Islam, dengan mengatakan bahwa Nabi Isa a.s. lebih hebat ketimbang Nabi Muhammad saw.

Keyakinan seperti itu dibantah sekeras-kerasnya oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dengan menyatakan bahwa Nabi Isa a.s. sudah wafat secara wajar dalam usia lanjut, dengan dalil-dalil naqli dan aqli.

Berikutnya tugal Al-Masih membunuh babi. Babi adalah binatang yang rakus dan jorok. Membunuh babi artinya menjauhkan diri dari sifat rakus terhadap harta, pangkat dan jabatan; menjaga diri dari sifat jorok dalam hal memperoleh harta, pangkat dan jabatan, seperti: korupsi, money politic, dlsb.

(3) Fungsi sebagai Mahdi

Sebagian umat Islam percaya bahwa Imam Mahdi akan turun ke dunia untuk memenangkan Islam dengan pedang. Keyakinan seperti ini bertentangan dengan prinsip penyiaran Islam yang tidak memaksa (laa ikraha fiddin). Bahwa kemenangan Islam di zaman akhir berhubungan dengan kedatangan Imam Mahdi, agaknya memang demikian. Tetapi bahwa kemenangan Islam dicapai dengan pedang, tidak berdasar sama sekali. Kebenaran Islam adalah kebenaran yang fitriah. Artinya, kodrat manusia pasti dapat menerima kebenaran ajaran agama Islam. Dalam perjalanan sejarah Islam tidak pernah ada contoh dakwah Nabi saw. dengan menggunakan pedang. Peperangan yang terpaksa beliau lakukan sama sekali bukan untuk memaksa orang lain masuk Islam, melainkan hanya untuk membela diri dari serangan lawan.

Serangan terhadap Islam pada zaman akhir ini tidak lagi menggunakan pedang atau senjata fisik lain, melainkan dengan senjata pena. Oleh karena itu cara membela dirinya juga harus dengan senjata pena. Itulah makanya, yang dilakukan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dan pengikut-pengikutnya ialah dengan menerbitkan literatur-literatur Islam dan menyebarkan-luaskannya kepada bangsa-bangsa Kristen, terutama Eropa dan Amerika. Tahun 1901 Ahmadiyah telah menerbitkan majalah berbahasa Inggris The Review of Religions yang beredar di Eropa dan Amerika. Penerjemahan Qur’an berikut tafsirnya ke dalam bahasa-bahasa dunia, dan juga buku-buku Islam lainnya terus digalakkan hingga hari ini. Melalui buku-buku itulah orang-orang Kristen dapat mengerti kebenaran dan keindahan agama Islam, dan sudah sangat banyak yang tertarik dan menjadi pemeluk Islam. Hal ini akan terus berlangsung hingga Islam mencapai kemenangannya kembali. Sebuah Hadits mengatakan bahwa pada zaman akhir, matahari akan terbit di Barat. Ini mengisyaratkan bahwa matahari kebenaran dan keindahan Islam akan terbit di Barat (Eropa dan Amerika).

Fatwa MUI terhadap Ahmadiyah

Alasan MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan Ahmadiyah berada di luar Islam (kafir/murtad), sesat dan menyesatkan, adalah tuduhan bahwa orang Ahmadiyah mempercayai ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad saw. yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Kepercayaan seperti itu tidak ada pada Ahmadiyah Lahore (Gerakan Ahmadiyah Indonesia). Ahmadiyah Lahore meyakini secara mutlak bahwa Nabi Muhammad adalah khataman nabiyyin, dalam arti nabi yang terbesar dan terakhir, dan tidak akan ada nabi lagi sesudah beliau. Dengan demikian, fatwa itu tidak ada relevansinya dengan keyakinan Gerakan Ahmadiyah Indonesia atau Ahmadiyah Lahore. Dalam penjelasan fatwa MUI tentang Ahmadiyah, antara lain dinyatakan bahwa pengakuan Ahmadiyah Lahore terhadap Hazrat Mirza Ghulam Ahmad hanya sebagai Mujaddid, Masih dan Mahdi serta Muhaddats, hanyalah “tipuan kata” dan “retorika”. Ini adalah tuduhan yang memprihatinkan.

Persoalan kenabian memang krusial. Kalau mau jujur, sebagian besar umat Islam mempercayai bahwa sesudah Nabi Muhammad saw. masih ada nabi lagi, yaitu Nabi Isa yang dipercayai sampai sekarang masih hidup di langit dan baru akan turun menjelang hari kiyamat. Jika orang membela diri dengan mengatakan bahwa Nabi Isa yang akan turun nanti bukan sebagai nabi melainkan hanya mengikuti syariat Nabi Muhammad saw., ini tidak ada dasarnya sama sekali. Dalam sejarah kenabian tidak pernah ada seorang nabi turun derajatnya menjadi manusia biasa. Di samping itu, Al-Qur’an secara jelas menyatakan bahwa Nabi Isa hanya diutus kepada bangsa Israil saja. Jadi kalau Nabi Isa harus berdakwah kepada umat Muhammad di seluruh dunia, berarti menyalahi amanat Allah. Hanya Nabi Muhammad saw. sajalah yang diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia. Sedangkan nabi-nabi sebelumnya hanya diutus untuk umat tertentu dan waktu tertentu pula.

Akidah dan syariah Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore)

Sepanjang mengenai Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore), maka baik segi akidah maupun syariah tidak ada perbedaan dengan umat Islam pada umumnya. Ahmadiyah Lahore mengikuti Rukun Iman sebagaimana yang diikuti oleh umat Islam umumnya, yakni beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-malaikat Allah, beriman kepada Kitab-kitab Allah, beriman kepada para Utusan Allah, dan beriman kepada Qadha dan Qadar Allah. Demikian juga, Ahmadiyah Lahore mengikuti dan menjalankan Rukun Islam yang lima, sebagaimana umat Islam pada umumnya, yakni: mengucapkan Dua Kalimat Syahadat (asyhadu allaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammada-r rasuulullaah), menjalankan shalat fardhu lima waktu sehari semalam, menjalankan puasa wajib setiap bulan Ramadhan, membayar zakat sesuai dengan ketentuan syara’, dan juga menjalankan ibadah haji ke Makkah bagi setiap anggota yang sudah mampu.

Kepercayaan kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Mujaddid, Masih dan Mahdi bukan bagian dari pokok asasi agama (ushuluddin), melainkan hanyalah persoalan yang bersifat detail atau cabang (far’iyyah), sehingga perbedaan yang bagaimana pun tidak akan merusak aqidah pokoknya.

Organisasi GAI

Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) adalah organisasi mandiri (independent) yang tidak ada hubungan organisatoris dengan organisasi apa dan mana pun. Pemakaian kata Lahore hanyalah untuk menegaskan bahwa Gerakan Ahmadiyah Indonesia berkiblat pada paham keagamaan Ahmadiyah Lahore, dan bukan Ahmadiyah Qadian. Ahmadiyah Qadian, di Indonesia bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, disingkat JAI. Antara keduanya terdapat hal yang prinsip fondamental yang bertolak belakang, yakni:

  1. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Qadian) mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi, sedangkan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) hanya mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Mujaddid, Masih dan Mahdi.
  2. Jemaat Ahmadiyah Indonesia menganggap orang Islam yang tidak berbaiat kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah kafir (dan oleh karena itu mereka tidak mau shalat makmum di belakang umat Islam lain di luar golongan mereka dan juga tidak mau menikahkan anak-anaknya selain kepada kelompok mereka), sedangkan Gerakan Ahmadiyah Indonesia menganggap orang yang sudah mengucapkan Dua Kalimat Syahadat adalah Muslim, meskipun tidak mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai apa pun. Gerakan Ahmadiyah Indonesia bersedia shalat makmum di belakang umat Islam lainnya, dan juga tidak ada aturan khusus tentang pernikahan, selain yang ditentukan oleh Islam.
  3. Jemaat Ahmadiyah berpendapat bahwa kata Ahmad yang terdapat dalam Q.S. Ash-Shaff: 6 adalah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, sedangkan menurut Gerakan Ahmadiyah yang dituju oleh Ahmad itu tidak lain adalah Nabi Suci Muhammad saw.

Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) sebagai organisasi yang berbadan hukum diakui oleh pemerintah sejak tanggal 22 April 1930. Tahun 1966 mendapat pengesahan dari Departemen Agama Republik Indonesia, dan tahun 1986 termuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Buku-buku penting yang diterbitkan oleh Gerakan Ahmadiyah Indonesia mendapat izin dari Departemen Agama, misalnya Qur’an Suci Jarwa Jawi karya terjemahan pendiri Ahmadiyah Lahore Indonesia (R. Ng. H. Minhajjurrahman Djojosugito) diterbitkan atas izin Menteri Agama RI No. D 26/Q.I. tanggal 3 Oktober 1958 dan juga izin dari Lembaga Pentashihan Kementerian Agama RI No. A/O/IV/3062 tanggal 13 Maret 1959. Qur’an Suci bahasa Indonesia karya terjemahan H.M. Bachrun (Ketua Umum Gerakan Ahmadiyah Indonesia periode 1966 – 1979) diterbitkan akan izin Departemen Agama RI Tanggal 2 Juli 1971 No. Sd/Legal/II-d/82/71. Buku Islamologi (Dinul Islam) diterbitkan oleh Gerakan Ahmadiyah Indonesia dengan Kata Sambutan dari Departemen Agama RI yang ditandatangani oleh Sekjen Depag Drs. H. Bachrum Rangkuti (Laksamana TNI-AL) pada tanggal 24 Mei 1976.

Buku-buku yang ditulis dan diterbitkan oleh Ahmadiyah Lahore, yang sebelumnya dilarang beredar di Mesir, baru-baru ini telah mendapatkan persetujuan oleh lembaga di Universitas Al-Azhar yang paling otoritatif untuk menilai boleh-tidaknya suatu buku dibaca dan beredar di Mesir, yakni Al-Azhar Al-Sharif Islamic Research Academy General Department for Writing and Translation. Buku-buku itu misalnya: The Religion of Islam, The Early Caliphate, Introduction to the Study of the Holy Qur’an, The New World Order, A Manual of Hadith, Muhammad the Prophet, dll., yang sebagian buku itu telah diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia oleh Ahmadiyah Lahore.

Penutup

Sikap Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) terhadap pemerintah adalah taat sepenuhnya terhadap pemegang kekuasaan yang sah dan undang-undang yang berlaku, dengan berpedoman pada prinsip Laa tha’ata li makhluqin fi ma’siyatillah (tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah). Konsekuensi dari sikap ini, jika pemerintah secara resmi mengeluarkan larangan terhadap organisasi yang bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI), maka organisasi ini juga akan patuh sepenuhnya.

Namun demikian, perlu diingat bahwa pemikiran keagamaan Ahmadiyah telah tersebar di seluruh dunia, tak terkecuali di negara Arab. Pemikiran keagamaan Ahmadiyah sepenuhnya diabdikan untuk kemenangan Islam. Diorganisasikan atau tidak diorganisasikan, gerakan pemikiran keagamaan ini akan terus berkembang, sampai Islam benar-benar mencapai kemenangannya, Insya Allah. Tidak akan ada satu kekuatan pun, betapa pun hebatnya, yang mampu menghalang-halangi.[]

 

Ditulis Oleh: Mulyono | Sekretaris PB GAI

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »