KEGIATAN Ahmadiyah Lahore yang menonjol hanyalah di Yogya dan Purwokerto. Sebab, di sini ada kompleks sekolah-sekolah PIRI (Perguruan Islam Republik Indonesia).
PIRI yang berbentuk Yayasan itu didirikan 1 September 1947. Dimulai dengan SMP, yang mendompleng di gedung SMP Negeri I Terban Taman, Yogya. Usaha ini terus membengkak. Kini Yayasan PIRI Yogya memiliki 14 sekolah: 1 Taman Kanak-kanak, 2 SD, 4 SMP, 2 SMA, 2 STM, 1 SPG, 1 SKKA dan 1 SMEA. Dan di Purwokerto ada SMP dan STM PIRI.
Sekarang ini PIRI Yogya memiliki 5.304 murid, dengan guru 315 orang dan 86 orang karyawan. Lulusan PIRI tersebar di seluruh pelosok — termasuk Titiek Puspa, lulusan SGTK sekitar 1953. Mutunya pun tidak kalah dengan yang negeri, seperti dituturkan S. Ali Yasir, guru dan Sekretaris GAI Cabang Yogya.
Hidup PIRI bergantung pada uang sekolah dan donasi. “Motto pendiri, ‘kumpulan ini harus dihidupkan, jangan untuk hidup’, tetap kita pegang teguh,” kata Ny. Hajjah Djojosoegito, istri Almarhum R. Ng. H. Minhadjurrahman Djojosoegito (Pendiri GAI dan penerjemah tafsir De Heilige Quraan karangan Maulana Muhammad Ali ke dalam bahasa Jawa), serta ibunda Prof. dr. H. Ahmad Muhammad, Ketua PB GAI yang sekarang.
“Bagi kita, yang diterima itu adalah uang Tuhan, untuk kepentingan sekolah dan agama Tuhan. Jadi kita tidak menggunakannya semau kita,” kata ibu 74 tahun, yang sekarang ini menjabat Ketua Yayasan PIRI itu.
Kesulitan fasilitas yang merupakan persoalan umum bagi dunia pendidikan kita, terutama swasta, sudah tentu juga pernah menimpa PIRI. Kesulitan pergedungan dirasakan di tahun-tahun pertama dan kedua. Dompleng di sekolah-sekolah negeri. Baru setelah itu yayasan bisa menyewa tanah seluas kurang lebih 1,5 hektar di Baciro, Yogya.
“Dengan kemurahan Tuhan, ndilalah ada seorang pemborong yang simpatisan pada kita. Dia yang membangun dengan uangnya sendiri,” ujar ibu dari 19 anak itu.
Ini terjadi tahun 1953, dan sekarang PIRI memiliki 3 kampus. Selain di Jalan Kemuning, juga di Jalan M.T. Haryono dan Kemetiran Lor, Yogya.
Jago-jago Kita.
Didirikannya sekolah PIRI adalah untuk menunjang langkah dan tugas GAI menyiarkan Islam dan mempertahankan agama. Di balik itu, “niat dalam hati kita supaya murid-murid PIRI jadi jago-jago kita (Ahmadiyah –red.). Tapi kami tidak memaksa. Cuma, yang bisa saya anjurkan kepada anak didik PIRI, jadilah jago-jago Islam yang baik. Mau ikut Ahmadiyah, NU, Muhammadiyah, terserah,” tandas Ny. Djojosoegito.
“Sebab,” lanjutnya, “Ahmadiyah, NU, Muhammadiyah dan lainnya cuma organisasi. Yang harus diperjuangkan ‘kan Islam!”
Memang di PIRI ini setiap minggunya ada 6 jam pelajaran agama. Walaupun demikian, “Jarang yang masuk Ahmadiyah. Tapi yang jelas mereka simpatisan,” sebut Ali Yasir.
Setidak-tidaknya, kesalah-pahaman terhadap Ahmadiyah berkurang.[]
Sumber: Majalah Tempo Interaktif
Comment here