Organisasi merupakan kumpulan atau gabungan dari beberapa orang yang ada ikatan kerja sama dan mempunyai tujuan yang sama. Organisasi bisa diibaratkan seperti bangunan.
Untuk mendirikan bangunan yang kokoh, dibutuhkan unsur-unsur bangunan yang kuat dan berkualitas baik, seperti batu bata, pasir, semen, besi, kayu dsb. Jika unsur-unsur bangunan itu kuat dan baik, bangunan itu akan kokoh. Tetapi jika unsur-unsur bangunannya lemah, maka seluruh bangunan itu juga akan lemah dan bahkan mudah roboh.
Demikian pula, untuk mewujudkan organisasi yang kuat dibutuhkan pribadi-pribadi yang kuat dan berkepribadian baik sebagai warga organisasi itu. Jika orang-orang yang tergabung dalam organisasi itu kuat, maka organisasi itu akan menjadi kuat pula. Sebaliknya, jika orang-orang yang berada dalam organisasi itu lemah, maka organisasi itu juga akan menjadi lemah.
Jadi, organisasi tidak bisa kuat dengan sendirinya. Kuatnya suatu organisasi sangat tergantung pada kekuatan setiap orang yang tergabung dalam organisasi itu.
Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang percaya bahwa mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka, berkata: Kerap kali golongan kecil mengalahkan golongan besar dengan izin Allah. Dan Allah menyertai orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah, 2:249).
Menurut firman Allah itu, ada dua faktor yang paling utama yang sangat diperlukan untuk mewujudkan orang-orang yang kuat dan menang (sukses), meskipun jumlahnya sedikit, yaitu kepercayaan atau iman dan kesabaran. Iman menopang kekuatan ideologis, sedangkan kesabaran menopang kekuatan amaliah.
Bagi seorang Ahmadi (anggota Ahmadiyah), dengan memenuhi sepuluh janji yang diikrarkan pada waktu bai’at, bisa membuat mereka menjadi orang yang kuat imannya, akhlaknya, rohaninya, dsb. Kekuatan setiap anggota Ahmadiyah itu akan berpengaruh besar pada kekuatan organisasi Ahmadiyah.
Janji ke-7 kaum Ahmadi (warga Ahmadiyah) adalah “Akan menjauhkan diri dari kesombongan, dan sebaliknya akan hidup andhap asor, rendah hati, dan lemah lembut.”
Khusus mengenai kesombongan, Allah SWT melarangnya dengan firman-Nya, “Dan janganlah berjalan di bumi dengan sombong.” (Bani Israil, 17:37).
Allah sangat benci terhadap sifat dan sikap sombong. Karena itu, kita wajib menghindarinya.
Sifat sombong atau takabur adalah sifat setan. Setan sombong, karena dia menganggap dirinya lebih unggul daripada manusia. Dia diciptakan dari api, sedangkan manusia diciptakan dari tanah (38:76).
Kita, manusia seharusnya menjauhi kesombongan, kesombongan karena ilmu, kesombongan karena harta kekayaan, kesombongan karena kedudukan, serta kesombongan karena keluarga dan keturunan.
Selama kita tidak jauh sama sekali dari kesombongan, mustahil kita bisa memperoleh kebenaran dan rahmat Ilahi. Orang yang hanya mengandalkan kekuatannya dan malas memanjatkan doa ke hadapan Allah, dia termasuk orang yang sombong. Dia tidak mengenal sumber hakiki kekuatan dan kekuasaan, dan menganggap dirinya mampu segala-galanya.
Pada dasarnya orang sombong itu lebih buruk dan sesat daripada penyembah berhala. Orang sombong mungkin tidak mempertuhan dan menyembah berhala, tetapi justru mempertuhan dan mengagungkan diri sendiri.
Dalam kehidupan di dunia ini, kita melihat tidak sedikit orang yang sombong, egois dan membanggakan diri sendiri. Ketika ada perlakuan orang lain yang merendahkan kehormatan dan kedudukan mereka, sulit bagi mereka untuk menanggung ego yang terpukul dan harga diri yang terlukai itu. Mereka tidak bisa menoleransi perlakuan yang merendahkan mereka.
Mereka telah memposisikan diri mereka begitu tinggi, sehingga setiap kali ada perlakuan dan kejadian yang merendahkan mereka, mereka cepat tersinggung dan mudah marah.
Kita juga melihat, tidak sedikit orang yang cenderung mencari kesalahan orang lain. Sebaliknya, mereka tidak suka dan menolak bila ditunjukkan kesalahan mereka. Hal itu menjadi tanda bahwa ada kesombongan di dalam diri mereka.
Kita bisa menemukan kebesaran Allah, mengalami kedekatan dengan Allah, hanya ketika kita bebas dari sifat sombong dan egois. Jika hati dan pikiran kita dipenuhi dengan kesombongan, kebanggaan diri, dan kepentingan diri sendiri, maka tidak akan ada ruang untuk kebesaran Allah.
Kita dapat menemukan kebesaran Allah hanya ketika kita memiliki kerendahan hati. Jika kita ingin mengalami kedekatan dengan Allah dan kedamaian di hati kuncinya adalah kerendahan hati.
Kerendahan hati itu penting sekali. Kerendahan hati merupakan ciri atau tanda hamba Allah Yang Maha Pemurah (25:63). Kerendahan hati adalah sifat yang tepat bagi manusia, sebagai makhluk yang lemah, yang bisa salah dan lupa. Kerendahan hati merupakan sikap yang realistis. Ketika kita bersikap rendah hati, tidak berarti akan menurunkan derajat kita.
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Tidaklah seseorang yang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (Sahih Muslim 2588).
Untuk meningkatkan kualitas akhlak kita, kita wajib mencontoh Nabi Suci Muhammad saw. dan mengamalkan sabda dan ajaran beliau. Nabi Muhammad saw. memiliki akhlak yang agung (68:4). Beliau orang yang ramah dan lemah lembut, itulah salah satu daya pikat beliau (3:159).
Berikut ini disampaikan beberapa sabda Nabi Muhammad saw. tentang sifat dan sikap lemah lembut,
“Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan.” (Sahih al-Bukhari 6927).
“Barangsiapa yang tidak memiliki sifat lembut, tidak akan mendapatkan kebaikan.” (Sahih Muslim 2592 a).
Semoga setiap langkah kita dalam kehidupan pribadi, dalam kehidupan di keluarga, masyarakat dan organisasi, senantiasa memperoleh bimbingan dan kekuatan dari Allah SWT.
Semoga kita semua memiliki kekuatan iman dan akhlak, termasuk hamba Allah yang saleh dan diridhai-Nya. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin.[]
———
Oleh: H. Yatimin AS
Disampaikan dalam Pengajian Minggu Ketiga Januari 2022 GAI Cabang Yogyakarta
Comment here