Ada bermacam-macam syirik. Pertama, syirik lahiriah, besar, dan umum. Orang-orang Hindu, Kristen, Yahudi, dan penyembah berhala lainnya terlibat dalam syirik ini. Mereka menjadikan seorang manusia, batu atau benda mati, dewa dan dewata khayali sebagai Tuhan mereka. Meski syirik jenis ini hingga sekarang ada di dunia, tetapi orang-orang cerdas dan bijaksana pada zaman pencerahan ini tidak suka dan meninggalkannya.
Kedua, syirik tersembunyi. Selain syirik lahiriah dan besar, ada syirik tersembunyi yang sedang berkembang dewasa ini. Ia sedang berpengaruh bagaikan racun di dalam diri manusia, dan meningkat dari hari ke hari. Syirik tersembunyi adalah percaya dan bergantung sepenuhnya pada sarana-sarana duniawi (lahiriah), sebagai ganti percaya dan bergantung sepenuhnya pada Allah Ta’ala.
Kami sama sekali tidak mengatakan bahwa kita tidak boleh memikirkan dan memperhatikan sarana. Karena Allah Ta’ala menganjurkan manusia untuk memikirkan dan menghargai sarana, sejauh hal itu memang diperlukan. Bila manusia tidak memperhatikan sarana, berarti dia menghina karya agung Allah Ta’ala yang telah Dia anugerahkan kepada manusia, dan menganggapnya tidak ada gunanya seperti sampah yang ditinggalkan. Menurut pandangan kami, hal ini termasuk dosa besar.
Keyakinan kami, pemanfaatan sarana sampai batas tertentu itu penting. Untuk meraih kebahagiaan akhirat pun perlu memanfaatkan sarana. Agar manusia memperoleh kedamaian di dunia dan akhirat, hendaklah dia melaksanakan perintah Allah Ta’ala, menjauhkan diri dari keburukan, dan mengupayakan kebaikan. Seakan-akan kebaikan-kebaikan (perbuatan) ini sebagai pengganti sarana.
Begitu pula Allah Ta’ala tidak melarang manusia mengusahakan sarana guna memenuhi kebutuhan duniawi. Jadi pemanfaatan sarana sampai batas tertentu itu benar dan tidak terlarang. Tetapi kepercayaan dan ketergantungan pada sarana yang melampaui batas itu syirik, dan menjauhkan manusia dari tujuan utamanya. Misalnya, ada orang menyatakan, kalau tidak ada sarana tertentu maka dia mati kelaparan; kalau tidak ada sahabat tertentu maka dia sangat menderita.
Ini hal-hal yang tidak disukai oleh Allah, dan Dia tidak menghendaki manusia kelewat batas menyandarkan diri pada sarana, sehingga dia jauh dari Allah Ta’ala. Hal ini termasuk jenis syirik yang berbahaya, dan jelas bertentangan dengan ajaran Quran Syarif.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, Ia mengatur jalan keluar baginya. Dan Ia memberi rezeki kepadanya dari arah yang tidak ia sangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Ia sudah cukup baginya.” (Ath Thalaq, 65:2-3).
Firman Allah lainnya:
“Dan Dia (Allah) melindungi orang-orang yang saleh.” (Al A’raf, 7:196).
Singkatnya, dalam Quran Syarif terdapat banyak ajaran bahwa Allah adalah Pelindung dan Penjamin orang-orang bertakwa. Dengan demikian, bila manusia percaya dan bergantung sepenuhnya pada sarana duniawi, berarti dia mengingkari sifat Allah (Maha Melindungi dan Menjamin), dan membagikan sifat itu pada sarana-sarana.
Dalam setiap perkara hendaklah kita mengutamakan tauhid (keesaan Allah). Memang kita perlu memperhatikan sarana, tetapi jangan jadikan sarana itu sebagai Tuhan. Dengan menegakkan tauhid akan tercipta cinta khusus pada Allah Ta’ala dalam hati manusia.
Ketiga, syirik dengan mempertuhan diri sendiri. Dalam jenis syirik ini orang meyakini bahwa kebaikan dan keunggulan diperoleh semata-mata dari kekuatannya sendiri. Dia sangat percaya pada kekuatannya sendiri. Dia meyakini semua kebutuhan bisa dicapai dengan kekuatan dan kehebatannya sendiri, (seakan-akan dia tidak mengakui peran dan kuasa Allah). Sebaliknya, manusia bisa disebut beriman pada keesaan Allah (bertauhid sejati) apabila dia menafikan kekuatannya sendiri (dan mengakui kekuatan serta kuasa Allah).
(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 3a, hlm. 49-52).
Comment here