Sentuhan Rohani

Dampak Riya’ dan Kemunafikan

Barangsiapa tidak menerima kebenaran, dia menipu dirinya sendiri.

Ada jutaan orang Islam di dunia. Masjid-masjid kelihatan penuh dengan orang Islam. Tetapi apakah jumlah muslim yang begitu banyak, atau masjid-masjid yang penuh dengan umat Islam itu menunjukkan bahwa di kalangan orang Islam pasti ada berkah dan keunggulan?  Tidak sepenuhnya. Sebabnya, beberapa ibadah dan lain-lain yang mereka lakukan, dilakukan hanya sebagai ritual dan adat. Ketulusan sejati  yang merupakan persyaratan nyata untuk iman, tidak ditemukan pada mereka. Bahkan perbuatan mereka telah tertutupi dengan tirai riya’ dan kemunafikan.

Semakin dikenal keadaan dalam (batin) mereka, semakin terlihat begitu banyak kotoran keluar dari dalam (batin) mereka. Lihatlah rumah mereka, sepintas lalu akan kelihatan cela mereka yang menodai Islam.

Di dalam syair Maulana Rumi tertulis sebuah hikayat. Ada sebuah lumbung yang penuh dengan ribuan kilogram gandum, dan terkunci. Setelah lama waktu berlalu, lumbung itu dibuka dan ternyata telah kosong sama sekali. Hendaklah direnungkan, kalau seandainya bukan tikus-tikus di dalam lumbung yang telah memakannya, lalu ke mana hilangnya gandum itu?

Begitu pula, bila seseorang setelah menjalankan shalat 50 tahun, tapi belum tampak ada berkah dalam shalatnya, jika bukan karena riya’ dan kemunafikan yang merusak dan menghapuskan amal (shalat) itu, lalu ke mana hilangnya berkah itu? Padanya tidak ditemukan tanda-tanda seperti pada hamba-hamba Allah yang saleh. Dalam amal dan ibadahnya tidak ditemukan tanda berkah samawi.

Seorang dokter atau tabib mulai mengobati seorang pasien. Dia menulis resep lalu memberikannya kepada pasien itu. Bila setelah resep obat itu dicobakan beberapa hari ternyata tidak manjur, maka dia akan mengubahnya, dan mungkin berusaha mendiagnosis lagi pasien tersebut.

Resep (shalat) itu telah digunakan atau diterapkan pada umat Islam yang terbukti selalu cepat berpengaruh dan bermanfaat. Karena itu, ketidaktampakan pengaruhnya pada orang tertentu, hanyalah karena mungkin ada kesalahan, ketidakhati-hatian, atau kelalaian dalam penerapannya.

Dengan demikian kita sama sekali tidak bisa mengatakan bahwa dalam rukun Islam seperti shalat, puasa, haji, zakat, ada kesalahan.

Aku mengetahui dengan baik, orang-orang yang meninggalkan rukun Islam lalu menciptakan bid’ah baru, mereka akan mengalami hari-hari sial. Sebenarnya dalam Quran Syarif telah dinyatakan bahwa nikmat (Islam) telah disempurnakan, dan Islam telah ditetapkan sebagai agama yang diridhai di sisi Allah Ta’ala (5:3).

Tetapi guru ruhani yang terkenal dan beberapa muslim itu meninggalkan teladan baik Nabi Muhammad saw. dan menciptakan cara-cara baru. Mereka mulai mentradisikan doa-doa harian dan syair-syair sebagai ganti membaca Quran Syarif dan mengamalkannya. Mereka mencukupkan dengan banyak berzikir sebagai ganti amal saleh dan akhlak yang baik. Semua perkara ini bukan untuk kenikmatan ruh, melainkan untuk kenikmatan nafsu. Karena kenikmatan ruh hanya bisa diperoleh dengan melaksanakan perbuatan baik yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.

Sebagian orang tidak mengetahui perbedaan kenikmatan nafsu dengan kenikmatan ruh. Dengan tidak menyadari mereka telah menganggap sama keduanya. Padahal itu dua hal yang berbeda. Seandainya kenikmatan nafsu dan kenikmatan ruh itu sama, apakah orang jahat yang merasakan nikmat dengan nyanyian seorang janda nakal, bisa disebut orang yang mengenal Allah dan insan kamil? Sama sekali tidak.

Orang-orang yang meninggalkan Quran Syarif dan mencari kenikmatan ruhani dengan syair-syair Bulleh Shah tidak akan bisa mencapai nafsu muthmainnah.

Ingatlah, dan ingatlah baik-baik, kenikmatan ruhani hanya bisa diperoleh dengan Quran Syarif.

(Disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, jillid 3a, hlm. 56-58).

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here