Ayat pertama surat Al-Lahab dibuka dengan kalimat “tabbat yadaa abii lahabiw-watabb” (artinya: binasalah dua tangan Abu Lahab, QS Al-Lahab 111:1). Ungkapan “tangan” (ar: yadaa) pada ayat ini dapat berarti kekuatan atau kekuasaan. Seperti halnya dalam ayat “yadullaahi fauqa aidiihim” (artinya: tangan Allah di atas tangan mereka, QS Al-Fath 48:10). Kata “tangan Allah” dalam ayat ini diartikan “kekuasaan Allah,” karena Allah SWT terlepas dari segala sifat yang menyerupai makhluk-Nya.
Frasa “dua tangan abu lahab” ini bukan hanya bersifat metaforis, tetapi juga profetis. Jika “Abu Lahab” diterapkan kepada bangsa barat, sebagaimana diterangkan di atas, maka ungkapan “dua tangan” itu dapat diterapkan kepada dua kelompok bangsa Barat, yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu keolompok kapitalis dan kelompok sosialis atau komunis.
Dua-duanya sama-sama menolak Islam, karena berasaskan tauhid. Bedanya, kaum kapitalis menolak secara samar-samar, karena mereka masih berpegang pada dogma trinitas. Sedangkan kaum sosialis menolak Islam secara terang-terangan, karena mereka berlandaskan ateisme.
Ayat profetik “dua tangan Abi Lahab akan binasa, dan ia sendiri juga akan binasa” mulai mendekati kenyataan menjelang milenium ketiga ini. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi di dunia hari-hari ini adalah pemenuhan profetik tersebut. Misalnya hancur-luluhnya komunisme, yang ditenggarai dengan bubarnya Negara Uni Soviet Sosialis Rusia (USSR) dan Yugoslavia (1992). Fungsi keduanya sebagai rival dari Amerika Serikat (AS) pun digantikan oleh Uni Eropa.
Untuk sementara, dengan bubarnya negara-negara komunis itu, kaum kapitalis berjaya. Akan tetapi, seperti ditegaskan dalam ayat suci di atas, mereka juga akan segera binasa. Sebabnya, dogma Trinitas yang mereka pegang teguh sebagai asas hidup itu pada hakekatnya rapuh. Hal ini dilukiskan oleh Al-Qur’an dan Hadits, bahkan oleh Yesus sendiri. Sebagai misaln, Yesus bersabda:
“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.” (Matius 7:24-27)
Dengan memperhatikan ayat-ayat sebelumnya (ayat 15-23 dalam Kitab Matius) jelas kiranya bahwa yang dilukiskan sebagai “batu yang dijadikan fondasi bangunan rumah oleh orang yang bijaksana” itu adalah asas Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menjadi ajaran pokok para Nabi Allah, termasuk Yesus sendiri. Sementara, yang dilukiskan sebagai “pasir yang dijadikan fondasi bangunan rumah oleh orang yang bodoh” adalah dogma ketuhanan Yesus, yang muncul “pada hari terakhir” sepeninggal Yesus dari dunia yang fana ini, yang disebarluaskan oleh para nabi palsu yang oleh Yesus dilukiskan sebagai “srigala yang buas tetapi menyamar sebagai domba”
Pada zaman kita sekarang ini yang — menururt Kitab Suci, baik al-Qur’an maupun Injil – disebut zaman akhir, dogma tersebut merajalela di muka bumi dan mencapai zaman keemasannya pada abad ke 19 sampai dengan abad 20 Masehi yang dalam sejarah gereja disebut The Great Century of Evangelization (1815-1914), Abad Agung Penginjilan Dunia (David Barrett, world Christian Encyclopedia, Oxford, 1982, hal 23) karena agama Kristen menganggap syari’at itu sebagai kutuk Tuhan (Gal 3:10), maka kejayaan agama itu keadaanya dilukiskan oleh Al-Qur’an,”Langit hampir-hampir pecah, bumi membelah dan gunung hancur berkeping-keping (19:90-91)”.
Untuk memperbaiki keadaan rusak tersebut, Islam sebagai rahmatan lil’ aalamin adalah solusinya. Sudah barang tentu Islam yang substansial dan kontekstual, yakni penerapan ajaran Islam dari interprestasri yang rasionalistik-spiritualistik dan kemprehensif-integralisitik atau nalariah, ruhaniah
Ayat kedua Surat Al-Lahab berbunyi: “Maa aghnaa ‘anhu maaluhuu wamaa kasab” artinya “hartanya dan apa yang ia usahakan tak akan ada gunanya bagi dia”.
Sebagai ayat profetik, pada zaman akhir ini benar-benar terpenuhi secara sempurna Negara-negara Barat umumnya dan Amerika Serikat khususnya, harta kekayaannya benar-benar melilmpah berkat do’a Isa AlMasih (5:114), ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki telah sedemikian canggihnya.
Harta kekayaan mereka itu asalnya bukan hanya dari sumber daya alam (SDA) negara-negara mereka yang pada dasarnya pula berasal dari negara-negara bangsa yang mereka jajah dan mereka rampas sumber-sumber daya alamnya, misalnya emas dari Papua, gas alam dari Aceh dan Kalimantan, minyak bumi dari Timur Tengah dan sebagainya.
Hal ini juga merupakan pemenuhan profetik Rasulullah saw. tentang merajalelanya Dajjal, Yakjuj dan Makjuj pada zaman akhir yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
”Ia (Dajjal) akan mendatangi suatu bangsa dan mengajak mereka supaya mereka mengikuti dai, dan bangsa ini percaya kepadanya, kemudian memerintahkan bumi dan keluarlah tumbuh-tumbuhan. Lalu ia mendatangi bangsa lain dan mengajak mereka supaya mengikuti dia, dan bangsa ini menolak. Seketika ia pergi, kemudian bangsa ini ditimpa kelaparan dan tak ada kekayaan sedikitpun yang ketinggalan”(Misykatul Masabih).
Politik luar negeri negara-negara Barat merupakan penggenapan profetik di atas, khususnya Amerika Serikat, yang memerankan dirinya sebagai “pemain Sirkus” dengan “Carrot”(wortel) dan “Stick” (tongkat)nya. .”Wortel” AS sekitar satu Mililar dolar AS dikucurkan ke Indonesia karena Presiden Megawati memberi dukungan kepada AS untuk membasmi Terorisme (terorisme dalam pengertian AS sendiri, bukan menurut kamus dan ensiklopedi yang telah diterima umum).
Sedangkan “tongkat” AS kepada rezim Islam Taliban Afganistan, karena Mullah Muhammad Umar memberikan perlindungan kepada Osama bin Laden yang dituduh sebagai penggerak penghancuran gedung WTC di New York dan Pentagon di Washington pada tanggal 11 September 2001.
Padahal Osama bin laden pada hari Ahad 16 September 2001, memberikan testimoni di hadapan pemimpin tertinggi Taliban, Mullah Muhammad Umar, “Saya bersumpah, bukan saya yang melakukan maupun menggerakan penghancuran WTC maupun pentagon”. Selanjutnya ia menyatakan: ”Saya tahu AS menuding saya. Namun saya menyatakan, bahwa saya tidak melakukan itu”.
Tentang pelakunya menurut Osama adalah warga AS sendiri, seperti Oklahoma Bombing dahulu. “Dulu mereka juga menuduh saya, tetapi ternyata tidak terbukti. Kini meeka mengulangi lagi, mengapa? Karena Presiden George W. Bush harus segera menemukan obat penghibur bagi warganya. Dan sayalah yang dijadikan aktor penghibur itu’ (Replubika, 17 September 2001).
Otak dan pelaku Oklahoma bombing adalah Timothy Meveigh, seorang Kristen mantan marinir AS yang pernah terjun dalam perang Teluk 1991. Menuru Abdul Qadir Djaelani, Presiden Parti Al-Islam Sejahtera (PAS Indonesia), “Sampai sekarang ini tidak ditemukan fakta di lapangan dan diuji dipengadilan terbuka bahwa Osama Bin Laden dan Al-Qaedah adalah pelaku Teror 11 September 2001. Malah terungkap fakta-fakta kemudian bahwa Teror 11 September 2001 adalah rekayasa CIA dan Mossad’ (Buku “Betapa Bahayanya Jika Laporan Intelejen Dijadikan Dasar Keputusan Tentang Terorisme,” hal 11)
Muhammad Skoleki dalam bukunya “Demi Harga Diri Mereka Melawan Amerika” (2003) menyajikan pernyataan para pemimpin dunia, misalnya: Muamar Qadhafi, Presiden Lybia dengan tegas menyatakan,”semua tahu bahwa AS sebenarnya adalah penyebab utama terorsime,” (hal 62).
Ayatullah Ali Khomaini, pemimpin spritual Iran (alm) pernah mengatakan bahwa “AS adalah setan besar yang paling dibenci di seluruh dunia” (hal. 79). Saddam Husien menulis pernyataan,” AS sadar bahwa ambisinya mendominasi dunia tidak dapat dicapai tanpa perang, krisi atau pembunuhan jutaan orang yang akan membuka peluang menuju tujuannya, yaitu merusak masyarakat lain” (hal 123).
Sementara itu, Osama bin Laden juga berujar,” Kepada AS, saya hanya pynya beberapa patah kata. Saya bersumpah demi Allah dan siapa saja yang hidup di AS janganlah bermimpi untuk dapat hidup aman kembali sebelum kami merasa aman hidup di Palestina dan seluruh tentara kafir keluar dari bumi Muhammad SAW. (hal 164).
Kiranya tepatlah pernyataan Khomaini, bahwa “AS adalah Setan Besar…” karena dalam konflik-konflik di dunia AS terlibat. AS menjalankan standar ganda, Iraq dilucuti tak boleh memiliki senjata pemusnah, tetapi Israel dibiarkan, bahkan disupport. Korea Utara ditekan karena keluar dari Pakta Pelucutan Senjata Nuklir dan diancam karena memiliki senjata nuklir, sedang dirinya memiliki senjata nuklir terbesar di dunia dan terus meningkatkan pembiayaan militernya.
Apa yang AS usahakan hakekatnya adalah upaya penolakan dan penaklukan Islam. Buktinya seminggu sebelum Teror WTC, tepatnya pada tanggal 4 september 2001, Dr. Anis A. Shorrosh yang pernah 17 tahun bertugas sebagai pastor di Timur Tengah dan menjadi evangelish yang terkenal karena evangelishnya terhadap umat Islam menyatakan “Dan kini, karena tragedi di New York dan Washington, kita mesti berdo’a dengan sungguh-sungguh bahwa Tuha akan mendorong dunia pada penolakan terhadap Islam sebagai agama yang mampu bertahan hidup di Abad ke-21 dan mereka kembali ke pangkuan Sang Juru Selamat….”(Republika, 7 Mei 2002).
Pernyataan itu mengandung petunjuk bahwa Teror WTC 11 September 2001 merupakan rekayasa intelejen mereka sendiri, yakni Mossad dan CIA. Mossad, dinas intelejen Israel tentunya, karena 5000 orang yang menjadi korban itu tak ada seorang pun yang beretnis Yahudi; sebab pada hari itu mereka tidak masuk kerja.
Oleh karena itu usaha-usaha semacam itu tak akan ada gunanya karena bersebrangan dengan kodrat dan iradat Tuhan.[]
- Penulis: K. H. Simon Ali Yasir | Ketua Umum PB GAI Masa Bakti 1995-1999
- Ditulis pada medio Juli 2002
Comment here