Kolom

Sinetron Kuburan

Oleh : Moelyono

|| Seseorang bertanya kepada saya soal maraknya acara tv, sinetron,  atau film berlabel Islam, tetapi berbau mistis, kuburan, dukun, kyai jimat, dan seterusnya.

Sungguh, saya bilang ke dia, Islam itu teramat sangat luas. Karenanya, orang bisa melakukan pendekatan sesuai dengan kemampuan intelektualitasnya, kondisi ruhaninya, dan macam-macam lagi. Pendek kata Islam bisa didekati dengan berbagai macam cara, termasuk, mungkin, pendekatan mistis.

Boleh jadi ada sebagian orang yang keyakinannya terhadap kebenaran Islam menjadi luar biasa kuatnya melalui “keajaiban-keajaiban”, “kehebatan”, keluar-biasaan”, dsb. Tetapi bagi orang yang lain mungkin tidak begitu, melainkan yang rasional, logis, dst. Sedangkan orang lain lagi yang bersifat spiritulistik, atau mungkin juga sufistik, dst.

Contoh lain begini. Bagi orang-orang kampung, seperti di kampung saya, hafal Qur’an, atau hafalan ayat-ayat Qur’annya banyak, sudah dianggap hebat. Seolah-olah ukuran keislaman seseorang dari situ. Tetapi kan ada juga orang lain yang berpendapat, karena Qur’an itu petunjuk, maka sejauh mana seseorang memakai Al-Qur’an itu sebagai petunjuk hidupnya. Inilah yang disebut “tilawatil Qur’an”.

Contoh lain lagi, ada orang yang merasa, atau dianggap, telah mencapai puncak keislaman ketika ia sudah berhaji. Sementara orang lain berpendapat bahwa haji bukan ukuran. Bahkan ada orang yang bersikap sinis kepada orang lain yang melakukan ibadah haji berulang-ulang, karena dianggap tidak selaras dengan pesan total Al-Qur’an. Orang seperti ini dianggap hanya memiliki kesalehan individual tetapi tidak punya kesalehan sosial; kebaikan kok hanya dinikmati sendiri dan tidak peduli kepada orang lain.

***

Dalam perspektif Ahmadiyah, sepanjang pengetahuan saya tentunya, nampaknya kurang, atau bahkan tidak, mempercayai kejadian-kejadian seperti yang digambarkan dalam sinetron-sinetron yang dia maksud. Bagi Ahmadiyah, “cara” kematian tidak ada hubungannya dengan perbuatan atau amal seseorang sebelum meninggal. Ahmadiyah juga tidak percaya bahwa orang mati bisa berubah jadi hantu.

Pendapat yang penting dalam Ahmadiyah, bahwa mati bukanlah akhir dari kehidupan manusia, melainkan “sebuah pintu gerbang” untuk memasuki kehidupan babak baru yang nilainya/derajatnya lebih tinggi. Manusia esensinya pada ruhaninya, kendati eksistensinya pada fisiknya. Dalam kehidupan dunia, manusia direcokin dengan kebutuhan-kebutuhan materi-duniawi, tetapi ketika telah meningal dunia benar-benar berubah sebagai makhluk ruhani.

Seseorang yang mengalami kematian sering juga dikatakan telah mengalami kiamat sughra (kiyamat kecil). Kiamat artinya kebangkitan. Maksudnya, ketika masih hidup di dunia, boleh jadi manusia belum menyadari akan tujuan hidup yang nilainya lebih tinggi, selain hanya yang bersifat materi-duniawi.

Wahyu Ilahi (agama) sebenarnya dimaksudkan agar manusia menyadari akan tujuan hidup yang tinggi itu, sejak masih hidup di dunia, dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Tetapi, mungkin, sebagian orang belum menyadari itu, dan kesadaran seperti itu baru bangkit setelah tercabutnya nyawa dari raga. Kesadaran akan tujuan hidup yang tinggi yang selama ini dilalaikan, menyebabkan penyesalan yang luar biasa, dan membuatnya amat sangat menderita. Boleh jadi, seperti inilah yang dimaksud dengan siksa kubur.

Itu pendapat di kalangan Ahmadiyah. Apakah pendapat seperti ini yang benar? Menurut saya begitu. Tetapi menurut orang lain, mungkin salah. Ya itulah Islam yang amat luas. Begitulah![]

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »