ArtikelRamadhan

Puasa Mulut, Puasa Mata, Puasa Telinga

a close up shot of a woman wearing a hijab

Sungguh, puasa tidaklah sekedar menahan lapar dan haus belaka di siang hari.

Siti Maryam, wanita yang disucikan oleh Allah, berpuasa bukan hanya tidak makan dan tidak minum, tetapi juga tidak berbicara kepada orang lain.  Ibunda Nabi Isa a.s. itu bukan hanya memuasakan mulut dan perutnya, tapi juga lisannya.

Nabi Zakariya a.s., juga, dikisahkan dalam Al-Quran, tidak berbicara selama tiga hari.  Tidak mustahil, meski tak disebutkan secara tertulis, ia pun berpuasa juga.

Tidak berbicaranya Siti Maryam dan Nabi Zakariya, mungkin untuk memperoleh ketenangan penuh, konsentrasi penuh, dan kekhusyukan penuh, dalam bermunajat kepada Allah.

Walhasil, doa mereka dikabulkan oleh Allah!

Mungkin puasa bicara ini menjadi penting kita lakukan saat ini, paling tidak selama bulan Ramadan.

Kalau kita dihujat, tidak usah balik menghujat. Kalau kita dicaci, tidak usah balik memaki. Kita hanya berbicara hal-hal yang sungguh sangat penting. Kalau tidaklah terlalu penting, mungkin masih bisa ditunda, simpan dulu sampai Ramadan usai.

Belakangan ini para politisi, para pejabat negara, para orang yang disebut ahli dan pakar, terus-menerus berbicara siang-malam.

Kerap kali, karena seringnya mereka tampil untuk berbicara, kita menjadi semakin susah menangkap substansi pembicaraan mereka. Kita semakin sulit menilai mana yang mengandung kebenaran, mana yang tidak. Yang mana yang fakta, yang mana yang hoax, seolah semua tak ada bedanya.

Riuhnya pembicaraan mereka menyebabkan telinga kita menjadi pekak, menjadi budeg. Telinga kita bukan hanya jadi tuli, tapi sakit.

Akibatnya, telinga kita terhalang sumbat dari yang seharusnya kita dengarkan. Bahkan, kita tak lagi mampu mendengarkan suara-suara Tuhan yang latif, yang maha lembut.

Karena itu, mungkin ada baiknya kita juga mempuasakan telinga kita. Kita puasa mendengar! Sehingga, selama bulan Ramadan ini, kita belajar untuk mendengar hanya suara-suara Tuhan saja.

Kita latih kepekaan telinga kita dengan membaca Kalamullah, Qur’an Suci, sambil kita renungkan isinya, lalu kita amalkan pesan-pesannya, kita patuhi perintah dan larangan Tuhan yang terkandung di dalamnya.

Bolehlah juga kita puasakan mata, dari melihat berbagai peristiwa politik yang memuakkan, kegiatan ekonomi yang menggoda iman, atau hiburan yang artifisial, yang justru biasanya semakin meriah di bulan Ramadan.

Buatlah mata kita hanya kita gunakan, misalnya, untuk membaca sejarah Nabi Suci saw., riwayat para nabi lainnya, sejarah para sahabat Nabi, para mujaddid, dan orang-orang tulus lainnya, agar kita termotivasi untuk meneruskan missinya.

Sehingga, selain puasa perut dan sejengkal di bawahnya, ada baiknya kita puasakan juga mulut, mata, dan telinga kita dari berbagai perkara yang tidak seharusnya kita lihat, kita dengar, dan kita ucapkan!

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here