Dakwahnya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad tidak lain melainkan ialah bahwasanya ia ada Mujaddid buat abad yang ke 14 dari tahun Hijrah. Ramalan tentang kedatangannya seorang Masih telah mendapat kenyataan di dalam dirinya seorang Mujaddid.
Dakwahnya itu sangatlah terangnya, sama sekali tidak di luarnya pengertian, asal saja orang memandang dengan kelurusan hati di atasnya. Jasa besar yang telah dipertunjukkan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad kepada perkaranya Islam, dengan sebenar-benarnya itulah mesti telah menjadi persaksian tentang dia punya kesucian.
Seorang alim tentang Islam yang diakui orang kealimannya, yang hidup sezaman dengan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, yaitu Abul Jamal Ahmad Mukarram Cirya Koti, telah menyatakan persaksian yang demikian itu di dalam karangannya, “Hikmat-i Baligha” Bahagian II, kaca 4:
“Terpandang daripada Syari’at, yakni Hukum Islam, maka tidak sekali-kali ada salahnya, apabila Maulwi Mirza Ghulam Ahmad Sahib dari Qadian itu menjadi seorang Mahdi dan seorang Matsilul-Masih (persamaannya Masih). Bagi kita tiadalah sebabnya akan menyangkal kebenarannya dia punya dakwah. Jasa yang telah dipertunjukkan olehnya kepada perkaranya Islam itu, dalam satu hal malahan dengan senyata-nyatanya menunjukkan dia punya kemahdian.
Tentang perkara-perkara yang lainnya sebagai dikatakan, bahwa ia seorang Nabi atau utusan atau telah mendapat wahyu seperti Nabi, – bahwa Muhammad saw. bukan Nabi yang terakhir dan kenabian tidak tertutup dengan dia – inilah perkara-perkara yang sama sekali tidak boleh diterimanya. Orang besar dari Qadian itu tidak patut melahirkan sesuatu dakwah yang serupa itu.”
Di sini adalah persaksian dari seorang Islam yang ‘alim besar, seorang yang kealimannya umum diakui oleh fikiran orang-orang ahli Sunnah Jama’ah. Sepanjang dia punya pemandangan tiadalah sesuatu perkara yang menyalahi Hukum Islam, kalau kiranya orang menerima baik akan dakwahnya Hazrat Mirza tentang ke-Masih-an itu. Lagipula ia memberi sebab-sebab yang menunjukkan maka mengingat jasa-jasa amat besar yang telah dipertunjukkan kepada Islam, di mana-mana ia pun (Hazrat Mirza) diberinya kehormatan yang besar itu.
Satu perkara yang menjadikan keraguan hatinya, yaitu perkara yang kejadian, bukannya dari sesuatu hal dari fikirannya Hazrat Mirza sendiri, tetapi dari salah pengertiannya ulama-ulama Islam. Sebagaimana telah disebutkan di atas, maka Hazrat Mirza tidak lalai menyangkal penuduhan dusta yang ditujukan padanya dengan segera, apabila ia mendengar bahwa beberapa daripada keterangan-keterangannya ada yang dianggap orang sebagai dakwah tentang kenabian.
Seorang Muslim sejati yang lainnya yang terkenal juga, yaitu Hazrat Khwaja Ghulam Farid Sahib dari Cacran, berkata yang semaksud itu juga dari halnya Mirza Sahib. Ia pun berkata, bahwa ulama-ulama yang pemandangannya hanya terwatas sampai kepada lahirnya perkara-perkara saja, mereka itu telah memandang dengan tersesatnya di atas halnya Hazrat Mirza.
Dia punya perkataan-perkataan yang terkumpul dalam sebuah kitab bernama “Irsyadat-i Faridi”, ada penuh dengan maksud kata yang demikian itu. pada satu tempat ada tersebut, bahwa di atas pencelaan umum yang telah dilahirkan oleh ulama-ulama terhadap kepada dirinya Hazrat Mirza, ia pun ada berkata: “Tidak, tidak! Dia ada seorang suci. Dia pun bukannya seorang yang palsu dan juga bukan seorang penipu.”
Di satu tempat yang lainnya ada tersebut Hazrat Khwadja telah berkata, “Fikirlah akan ulama pada zaman sekarang ini! Mereka itu membiarkan saja orang-orang lain yang termasuk golongannya agama-agama palsu, tetapi mereka membenci orang yang saleh ini yang termasuk golongan Sunnah Jama’ah dan ada pada jalan yang benar. Mereka menuduh dia kufur.” Ada tersebut lagi, “Adakah halangannya Mirza Sahib menjadi seorang Mahdi?”
Dan ada tersebut pula di satu tempat yang lainnya, “Jugalah Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian ada berdiri di atas kebenaran. Dia ada suci di dalam pengajarannya. Siang dan malam tak ada berhentinya ia berbakti kepada Allah dan berusaha memajukan Islam dan menjunjung agama. Saya tidak mendapati sesuatu perkara yang salah atau tidak patut padanya. Apabila ia mendakwah menjadi seorang Mahdi atau seorang Masih, itulah juga timbulnya dari perkara-perkara yang sungguh-sungguh sah adanya.”
Dengan menghadapi keputusan-keputusan bicara yang begitu kuat daripada orang-orang yang diakui orang kealiman dan kesuciannya, maka sungguh tidak layak bagi kaum Muslimin akan merugikan dirinya daripada kebaikan yang sesungguhnya ada tersedia bagi tiap-tiap orang yang menghubungkan dirinya sama Mujaddid itu.
Lain daripada itu, kalau mereka melemparkan dia, maka mereka itu ada membuang kesempatan akan melayani Islam, ialah kesempatan yang memujikan dirinya hanya dalam pada berhubungan sama dia itulah adanya.
_________________
Dinukil dari Da’watoel-‘Amal (Pengajakan Bekerja) oleh Maulana Muhammad Ali, Presiden Ahmadiyah Anjuman Isha’ati Islam, Lahore (Hindustan). Disalin oleh Oemar Said Tjokroaminoto, Presiden Central Sarikat Islam Yogyakarta (Jawa). Diterbitkan oleh Mirza Wali Ahmad Baig, Muballighul-Islam, Utusan Pergerakan Ahmadiyah, Yogyakarta (Jawa). Tanpa Tahun Terbit. Hal. 47-50.
Comment here