Kolom

Pendakian Menuju Allah

man wearing hoodie and black pants climbing up pile of rocks

Aktivitas manusia ada bermacam-macam. Besarnya jasa dalam aktivitas itu dapat diukur menurut besarnya tanggung jawab, juga menurut besarnya penghargaan oleh masyarakat atau oleh yang berwajib. Dan ada baiknya juga jika kita tahu bagaimana ukurannya menurut Allah.

Maka dalam aktivitas manusia ada rankingnya. Ranking terendah ialah jika manusia menganggur.

Tetapi menganggur itu rugi. Ibarat benda besi, jika tak dipakai akan berkarat, demikian juga manusia menganggur akan berkarat: otaknya berkarat, hatinya berkarat, jasmaninya berkarat.

Maka beraktifitas itu harus, bahkan kebutuhan jasmani maupun rohani!

Aktivitas ada banyak ragamnya. Manusia tinggal pilih menurut bakat, selera, dorongan hati, atau menurut keadaan dalam karya apa ia ingin aktif atau berprestasi.

Ternyata banyak dari aktivitas manusia yang tidak perlu dikerjakan dengan Islam, bahkan tidak perlu mohon pertolongan Allah. Umat agama lain, bahkan yang tidak beragama, dapat berprestasi dengan baik. Umpama dalam hal mengejar keduniaan.

Orang Barat pakai agama yang bukan Islam atau tanpa agama. Ia berkeinginan satu yang tegas, yaitu ingin sukses dalam mengejar materi. Hasilnya ialah sukses duniawiyah yang boleh jadi melebihi suksesnya orang Islam. Padahal, orang Islam itu sudah beribadah dengan lengkap.

Sebab orang Barat lebih mantap dalam keyakinannya untuk sukses: yaitu percaya diri yang besar dan canggih dalam action-nya, melebihi keyakinan orang Islam dalam keislamannya. Maka hasilnya bagi orang Barat akan lebih pasti pula.

Ambil contoh lain. Menjadi orang baik, ayah atau ibu yang baik, anak yang baik, karyawan atau pejabat atau usahawan yang baik, dapat dicapai dengan agama apa pun. Juga kekayaan, dapat diperoleh tanpa Islam, bahkan tanpa agama pun dapat.

Hati yang salam atau damai pun dapat dicapai tanpa agama Islam, yaitu dengan kebatinan atau meditasi. Tetapi ada kegiatan manusia yang harus dihayati dengan Islam dan dengan pertolongan Allah, yaitu kegiatan manusia tingkat tertinggi, yang tanpa Islam tak bakal berhasil, dan tanpa pertolongan Allah tak bakal sampai.

Yang dimaksud dengan “ISLAM” ialah agama yang diajarkan oleh semua Rasul Allah yang, aslinya ialah agama aslama” (berserah diri) pada Allah Yang Maha Esa, yang dalam hakekatnya adalah ISLAM. Adapun satu-satunya tujuan yang hanya dapat dicapai dengan Islam ialah “liqaullah,” yaitu bertemu dengan Allah, yang adalah tujuan tertinggi bagi manusia.

Maka dari itu Islam adalah agama yang sempurna (Qur’an, 5:3). Dan karenanya agama selain Islam tidak dapat diterima oleh Allah (Qur’an, 3:84). Hanya dengan Islam manusia dapat sampai pada Allah sejak dari kehidupan sekarang ini juga. Adapun doanya yang khusus ialah Al-Fatihah.

Kita berdoa Al-Fatihah entah sudah berapa ribu kali: yaitu “mohon pada Allah untuk dituntun di jalan yang benar, yang berakhir pada “nikmat” (kenikmatan), bukan yang berakhir pada “ghadlab” (kemurkaan) dan bukan yang berakhir pada “dhaall” (kesesatan)”.

Adapun yang telah mendapat nikmat Allah ialah para Nabi, para Siddiq, para Syuhada dan para Sholeh (Qur’an, 4:69). Bila disingkat mereka adalah para nabi waliyullah. Nikmat tersebut berupa selamat dan bahagianya mahluk yang telah manunggal dengan Allah (liqaullah). Sebab tak ada nikmat yang sejati selain dengan Allah.

Para nabi waliyullah mengalami nikmat yang demikian itu sebab telah menghayati ayat: “Hai manusia, kamu harus dengan sekuat tenaga mencari Allahmu, sampai kamu menjumpai-Nya” (Qur’an, 84:6).

Jadi, manusia haruslah akhirnya mencari Allah, bahkan dengan sekuat tenaganya. Ibarat mendaki gunung, haruslah ia mau bersusah payah untuk dapat sampai di puncak.

Jalan untuk mendaki gunung ada bermacam-macam, disediakan khusus untuk macam-macam umat, yaitu yang “nikmat”, yang “ghadlab” dan yang “dhaall”. Sepertinya ada dalil: asal jalan naik tentu bakal sampai puncak, dan asal turun tentu meluncur dengan mudah tersesat, yaitu gampang untuk menjadi dzalim atau maksiat.

Tetapi dari sekian banyak jalan naik, ternyata hanya ada satu jalan naik yang menjamin dapat mencapai puncak. Jalan-jalan lain tidak menjamin, bahkan bakal gagal, sebab mungkin banyak jurangnya yang terjal, atau banyak binatang buasnya atau yang berbisa, atau mungkin jalan buntu.

Dengan kata lain, yang dapat menuntun umat kepada “liqaullah” hanyalah Islam dan hanyalah  dengan pertolongan Allah.

Allah menjaminnya segera setelah doa Al-Fatihah : “Aku, Allah, Maha Tahu. Kitab ini tiada ragu adalah petunjuk bagi mereka yang taqwa” (Qur’an, 2:1-2). Dengan kata lain: silahkan ragu terhadap agama lain, meskipun awalnya berasal dari Allah, namun dewasa ini keasliannya sudah tak terjamin lagi, yaitu tidak lagi mengajarkan “aslama” (berserah diri) pada Allah Yang Esa.

Maka jalan untuk dapat sampai di puncak, yaitu Liqaullah, hanyalah Islam.

Allah menjamin lagi : “Mereka inilah yang mendapat tuntunan-Nya dan mereka inilah yang bakal memperoleh kesuksesan (falah)” (Qur’an, 2:5).

“Al-Huda” adalah tuntunan Allah yang memberi keyakinan bakal berhasil dalam mencari-Nya. Allah seperti telah menyediakan kendaraan yang kita tinggal naik dan terjamin bakal diantar sampai puncak. Tetapi harus punya “ticket”, yaitu TAQWA.

Adapun kesuksesan (falah) dalam ayat itu, adalah sukses lahir batin dunia akhirat. Taqwa oleh Allah dicirikan: “Percaya pada yang Ghaib, mengerjakan Shalat, mengamalkan rizki pemberian dari Allah, percaya pada wahyu yang sekarang maupun yang dahulu, dan yakin pada akhirat” (Qur’an, 2:3-4).

Maka keadaan taqwa dapat dipakai sebagai parameter bagi ghaib, shalat, amal, wahyu, dan akhirat seseorang. Dan sebaliknya: ghaib, shalat, amal, wahyu, dan akhirat, dapat memberi indikasi tentang derajat taqwa seseorang.

Percaya pada yang GHAIB menjadi riil,  jika telah dapat dimanfaatkan alam ghaib di dalam diri manusia mikrokosmos sebagai sumber energi rohani atau sumber tenaga dalam untuk mengevolusi diri menuju kepada liqaullah, dengan petunjuk mengenai tingkat keberhasilannya dapat ditemukan di shalat, amal, wahyu dan akhirat.

Top prestasi dalam bershalat ialah shalat yang mi’raj. Top prestasi dalam beramal ialah amalan yang rahmatan lil ‘alamin. Top prestasi dalam percaya pada wahyu ialah dapat menangkap dan mengerti bahasa Allah. Dan top prestasi dalam keyakinan mengenai akhirat ialah sesuatu yang namanya “waskita”.

Top prestasi dalam semua itu identik dengan mengenal yang Ghaib dengan haqqul yaqin, yaitu Allah, Malaiikat, Wahyu, Nabi, telah menjadi realitas dalam kehidupan sehari-hari.

Semua itu diawali dengan banyak-banyak beristighfar, banyak-banyak bershalawat Nabi, dan banyak-banyak berdoa Al-Fatihah, bersuri teladan pada para Nabi Waliyullah, dan mendaki gunung sampai puncak, yaitu liqaullah.

Banyak sekali dari umat manusia, termasuk yang Islam, yang tidak ingin “mendaki gunung”, tidak memikirkan sama sekali untuk mencari Allah. Mereka diam di dataran rendah di kaki gunung, sudah puas di situ, mempunyai anak-anak yang baik, sukses di masyarakat.

Di masyarakat demikian ini bercampur umat dari macam-macam agama. Mungkin umat dari lain agama, bahkan yang tidak beragama, lebih sukses lahiriah, duniawiah, daripada yang Islam, bahkan boleh jadi lebih beradab, lebih berbudaya.

Ada sebagaian umat yang mau mendaki naik, tetapi belum sampai puncak sudah berhenti di suatu dataran tinggi, bermukim di situ, berhasil membangun keluarga sakinah, sukses di masyarakat, mempunyai anak-anak yang sukses pula.

Mereka beradab tinggi. Dan apabila mereka adalah umat Islam yang telah mencapai tujuan hidupnya berupa salam atau damai, maka banyak kawan bersama mereka yang adalah ahli Kebatinan, ahli Meditasi dan ahli dalam Kepercayaan pada Allah Yang Maha Esa.

Alhamdulillah ada dari umat yang terbuka hatinya untuk terus mendaki sampai puncak, yaitu mencari untuk liqaullah. Jalan  tahap akhir yang naik ini hanya dapat ditempuh dengan Islam dan dengan pertolongan Allah.

Semua manusia ingin selamat dan bahagia. Namun selamat dan bahagia adalah sangat relatif menurut manusianya.

Ada dua ekstrim, yaitu ALLAH dan DUNIA. Selamat dan bahagia orang yang melulu mengejar keduniaan berbeda sekali dengan selamat dan bahagia orang yang berkiblat pada Allah.

Sepertinya ada dalil: Siapa yang mencari Allah akan mendapat dua, yaitu Allah dan keduniaan. Dan siapa yang mencari keduniaan melulu akan hilang kedua-duanya!

Mengubah kiblat dari keduniaan menjadi kiblat ke Allah tidak mudah dan tidak sederhana. Sebab harus JIHAD AKBAR. Manusia tahu betul dari ayat, bahwa “manunggal dengan Allah” adalah kehendak Allah, dan adalah obsesi Nabi Besar Muhammad saw.

Namun manusia masih menunda-nunda untuk melangkah mencari Allah. Dalam mengejar materi manusia penuh “action”, tetapi melangkah untuk mencari Allah belum terpikirkan  atau masih menunda-nunda, karena ragu dan bimbang.

Tetapi asal manusia ingin evolusi lahir batin, insya Allah akhirnya akan merenungkan kembali fitrahnya, yaitu: “Dari sekian kemampuan yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia yang tertinggi ialah yang menggugahnya untuk mencari Allah.” Dan “kesempurnaan manusia terletak pada keagungan rohaninya untuk dapat manunggal dengan Allah”.

Kemudian tergugah dan terpanggil untuk memenuhi ayat Allah : “Hai manusia, kamu harus dengan sekuat tenagamu untuk mencari Allahmu sampai kamu menjumpai-NYA” (Qur’an, 84:6).[]

Jogja, Juni 2014 | Mardiyono Jaya S. Marja

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here