Artikel

Matahari Bersinar di Barat

Oleh: Fathurrahman Irshad

Yang dimaksud kalimat pada judul ini adalah bahwa ajaran Islam yang indah dan mempesona telah menyinari belahan bumi bagian barat. Yang mana masyarakat di belahan bumi ini dalam menjalankan kehidupannya hanya berkiblat pada “Ilmu Pengetahuan”. Akan tetapi sekarang, mereka telah menerima ajaran Islam sebagai landasan hidup, dengan memanfaatkan “Akal dan Hati” nya.

Makna kalimat “Bersinar” dan “Terbit” sangat tipis perbedaannya. Tetapi semuanya mengartikan “menebar cahaya”. Hanya dalam kata “terbit” terdapat kandungan arti “mulai” atau “memulai”.

Sebagaimana diketahui, sesuai hukum alam, matahari akan selalu terbit di timur, bukan di barat. Oleh karenanya, kiasan ini mempergunakan kalimat “bersinar” bukan “terbit”, yaitu “Matahari Bersinar Di Barat” bukan “Matahari Terbit Di Barat”. Seperti syair lagu yang mengabadikan hukum alam tersebut, “di timur matahari, mulai bercahya …”

Meski hanya sebatas kiasan, namun alangkah indahnya bila kiasan yang kita buat itu tidak lari telalu jauh dari maknanya sebenarnya.

“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam (bentuk) ciptaan yang paling baik” (QS At-Tin 95:4).

Ayat tersebut menerangkan bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Sehingga, dapat dikatakan sebagai ciptaan pilihan atau primadona.

Meski memiliki predikat itu, manusia masih diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya agar mencapai tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi bahkan sampai yang setinggi-tingginya dengan cara “mengkaribkan diri” atau mengadakan “intimasi” dengan Tuhan melalui penyucian hati dan penghayatan ketuhanannya.

Tuhan membekali “Akal Dan Hati”, agar manusia dapat menaklukkan lingkungannya yang berada di lingkungan paling dekat atau pada dirinya sendiri, yaitu “hawa nafsu”. Dimana sifat itu hanya berorientasi pada unsur kenikmatan duniawi.

Apabila “hawa nafsu” ini dapat ditaklukan dan dikendalikan, maka manusia akan dapat menembus ruang disatu sisi dan waktu disisi yang lain, untuk kemudian mengadakan pertalian dengan Tuhan.

Dalam mempertalikan diri dengan Tuhan harus ada unsur cinta, yaitu loyalitas atau perbuatan tanpa pamrih serta tidak memiliki motivasi apa-apa. Sebagaimana makna Islam itu sendiri yang berarti “penyerahan diri secara total”.

Manusia ditunjuk sebagai “khalifah” atau penguasa dibumi sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al An’am (6:165), “Dan Dia ialah Yang membuat kamu penguasa dibumi dan yang meninggikan derajat sebagian kamu, melebihi sebagian yang lain, agar Ia menguji kamu dengan apa yang Ia berikan kepada kamu. Sesungguhnya Tuhan dikau itu Yang Maha cepat dalam menghukum (kejahatan), dan sesungguhnya Dia itu Yang Maha pengampun, Yang Maha pengasih.

Kaum muslimin mempunyai cita-cita hidup yang amat tinggi hingga memiliki kwalitas yang sempurna. Di sini mereka diberitahu bahwa mereka akan dijadikan penguasa dibumi. Keunggulan mereka diatas umat yang lain bukan disebabkan kejayaan atau kekuasaan politik, melainkan karena mereka berserah diri sepenuhnya kepada Allah, sehingga Shalat mereka dan pengorbanan mereka bukanlah untuk nusa dan bangsa melainkan untuk Allah, yaitu Rabb, yang memelihara sekalian umat manusia sampai sempurna.

Dalam sejarah kemanusiaan, masyarakat di bumi belahan timur, seperti China, India, Pakistan dan daerah di sekitar kawasan itu, dalam hal menilai kebenaran, sebagian besar masih mempergunakan “intusi” melalui “pensucian hati”. Mereka jarang mempergunakan penalaran akal ataupun analisis rasio, sebagaimana yang dikumandangkan tokoh negarawan India Mahatma Gandhi.

Di sisi yang lain, di wilayah barat, dalam memaknai fenomena alam masyarakat di sana mengandalkan analisis rasio atau penalaran dan mengenyampingkan pemahaman ketuhanan atau mengenyampingkan nilai-nilai spiritual.

Jika perkembangan manusia kita kupas, maka pada diri manusia itu harus mengandung azas yang paling penting bagi pertumbuhan jiwa manusia itu sendiri, yaitu apa yang dinamakan “Kekuatan” atau “Energi”. Daya ini sebenarnya merupakan daya untuk mewujudkan keingnan Tuhan, atau merealisir sifat Yang Maha Rahman dan Rahim-Nya.

Di sini, manusia harus percaya kepada dirinya sendiri, memegang sanggurdi atau tali kendali bagi dirinya serta melaksanakan management bathin dengan baik sehingga ia dapat menguasai “hawa nafsu” yang terletak pada dirinya lalu mempertalikan diri dengan Tuhan. Untuk memungkinkan dia dapat menerima transformasi “Daya” atau “Energi” Tuhan. Daya atau energi itulah yang akan menggerakkan aktivitas batiniyah maupun aktivitas lahiriah manusia.

Jadi, kalimat yang sangat popular saat ini, yaitu  “Menjadi Dirinya Sendiri” atau “To Be My Self” pada hakekatnya harus menggambarkan adanya Energy Tuhan.

“Matahari Bersinar Di Barat” adalah akibat kekuatan Islam. Mereka yang menyuarakan Islam atau Kebenaran, pasti memiliki energi yang berasal dari Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Surat  Al Bara’ah (9:33) “Dia ialah yang mengutus utusan-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, agar Ia memenangkan itu di atas sekalian agama, walaupun orang-orang musyrik tak suka”.

Ayat ini menerangkan tentang apa yang diajarkan Islam tidak lain bersumber dari sumber Kebenaran, yaitu Tuhan. Adapun bukti sebuah kebenaran dapat diterima adalah, selain didukung oleh ideology yang benar yang mendukung kebenaran itu sendiri, maka sebuah kebenaran pasti akan diterima dengan lapang dada. Demikian juga orang yang menerima kebenaran itu akan menyampaikan kebenaran yang ia dapat dengan hati yang lapang tanpa merasa terbebani sedikit pun.

Saya ingin menyampaikan sedikit ilustrasi tentang masuknya ajaran Islam di Indonesia yang dibawa oleh pedagang dari Gujarat, Persia, bangsa Quraisy, India yang mendarat di pantai Peurlak. Mereka membawa ajaran kebenaran yang terobsesi dalam segala perilaku kehidupannya. Sehingga rakyat Aceh yang dikenal memiliki fanatisme kedaerahan yang tinggi mau menerima mereka dengan lapang dada dan tanpa terasa terbebani. Kuncinya hanya membawa ajaran Kebenaran.

Dengan demikian dua sudut pandang kehidupan Timur yang lebih berat mengandalkan intuisi atau memanfaatkan potensi hati dan cara pandang barat yang berorientasi pada ilmu pengetahuan atau dapat berkolaborasi, maka pasti akan mengubah satu tatanan atau peradaban manusia untuk lebih maju dan terhormat lagi. Jangan sampai potensi akal dan hati hanya ditekankan pada sisi penalarannya saja.

Walahu alambishawab.

 

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here