“Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan. Tangkislah (keburukan) dengan apa yang paling baik, maka tiba-tiba apa yang diantara engkau dan dia terdapat permusuhan, akan menjadi seperti kawan yang akrab.” (QS. Ha Mim 41:34)
Kejahatan itu ada di setiap dada kita. Tak terlihat oleh mata. Bukan di yogyakarta ataupun jakarta. Tapi merasuk dalam hati dan tertata.
Kita berpeci, bersongkok dan bersorban. Tapi mata hati kita sudah terperban. Kejahatan menjadi racun dan beban, bagi orang yang kini menjadi korban.
Lalu kita membela kebenaran yang kita bawa. Dengan membusungkan dada dan jemawa. Kita menjadi seorang puritan yang militan. Melawan setiap benda yang berbau kejahatan.
Kita menghalalkan segala cara, untuk menumpas semua berhala. Hanya demi surga dan pahala, kita rela memisahkan raga dengan kepala.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah berbuat kerusakan di bumi, mereka berkata: Kami ini malah pembuat perdamaian. Sesungguhnya, mereka adalah pembuat kerusakan, tetapi mereka tak merasa.” (QS. Al-Baqarah 2: 11-12)
Kita ingin dunia menjadi damai. Kita merasa kitalah yang ditugasi sebagai pendamai. Tapi dengan tangan kita membuat dunia ramai. Kita haqqul yakin damai sudah tersemai. Tapi kita tak melihat bahwa dunia sudah tercerai berai.
Apa yang bisa ke anak-anak kita ceritakan? Apa yang akan mereka dan kita perdulikan? Kita tidak bisa lagi membedakan mana itu kejahatan dan kebaikan. Karena kebaikan bagai plankton yang dimakan ikan.
Itukah yang dinamakan kebaikan? Ataukah hati kita yang sudah dirasuki setan? Melawan kejahatan dengan kejahatan, hanya akan menimbulkan kejahatan yang lain.
Itukah yang dinamakan kebaikan? Ataukah hati kita yang sudah dirasuki setan? Melawan kejahatan dengan kebaikan, akan melahirkan hati yang baik.[]
- Penulis: Ibnu Ghulam Tufail | Angkatan Muda Ahmadiyah Lahore (AMAL), Yogyakarta
Comment here