Banyak orang keliru paham tentang kapan dimulainya proses mubahalah antara Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dengan Maulvi Tsanaullah. Banyak yang mengira, mubahalah itu berlangsung sejak tahun 1907. Untuk memahami kasus ini, berikut saya uraikan kronologi terkait proses mubahalah yang batal di antara keduanya itu.
Ketika Ghulam Ahmad mengklaim dirinya sebagai Al-Masih Yang Dijanjikan di tahun 1890, para ulama serta merta membuat fatwa kafir terhadapnya. Beberapa ulama yang memusuhi beliau bahkan sampai menantang beliau untuk mengadakan mubahalah. Kala itu, HM Ghulam Ahmad sendiri memperingatkan mereka, mengenai beratnya tantangan seperti itu ((Izaala Auhaam, hal. 637-638).
Pada tahun 1893, Ghulam Ahmad meminta dengan sangat kepada mereka yang memusuhi beliau agar berhenti mengkafir-kafirkan beliau. Dan apabila mubahalah adalah satu-satunya cara untuk agar masalah itu bisa diselesaikan, maka beliau siap menerimanya. Tetapi para ulama yang memusuhi beliau justru menghindar dari perkara itu.
Di halaman 65-66 dari buku Anjaam-e Atham (terbit tahun 1897), Ghulam Ahmad menuliskan daftar nama ulama yang diundangnya untuk bermubahalah. Salah satu di antaranya terdapat nama Maulvi Tsanaullah. Kemudian, di halaman 12 dan 15 dari buku Ijaaz-e Ahmadi (terbit tahun 1902), Ghulam Ahmad bahkan menyiapkan format mubahalah itu.
Hingga 17 Maret 1907, ketika Ghulam Ahmad sekali lagi mengingatkan Tsanaullah tentang tantangan mubahalah itu di surat kabar Al-Hakam. Tetapi, Tsanaullah tetap tak menanggapi. Barulah pada 29 Maret 1907, melalui surat kabar Ahli Hadis, beliau memberikan tanggapan sebagai berikut:
“Datanglah di tempat mana yang kamu inginkan dan bersumpah dengan kami. Mirzais! Bila kamu benar, maka datanglah dan bawa serta kelompokmu bersama denganmu. Dengan dasar yang sama, di Amritsar (tempat tinggal Maulvi Tsanaullah, pen.), telah siap pula Sufi Abdul Ghaznawi untuk bermubahalah sekalian. Bawa serta mereka ke kami, yang dalam Anjaam-e Atham telah engkau undang pula untuk bermubahalah.”
Pada 4 April 1907, Ghulam Ahmad menjawab tantangan itu melalui Surat Kabar Badr, “Tantangan Maulvi (Tsanaullah) untuk melakukan Mubahalah telah diterima.”
Tetapi, di Surat Kabar Ahli Hadis, yang terbit pada 12 April 1907, Maulvi Tsanaullah terkesan mengingkari tantangan itu.
“Saya akan datang untuk bersumpah, tapi kamu menyebutnya sebagai mubahalah, meskipun mubahalah adalah jika dua kelompok bersumpah satu terhadap yang lain. … Saya berkata saya akan bersumpah, saya tidak pernah berkata akan bermubahalah. Sumpah adalah satu hal, dan mubahalah adalah hal yang lain”
Pembaca dapat melihat bahwa pernyataan Tsanaullah di tanggal 12 April 1907 ini hanya bersumpah, berbeda dengan inti pernyataannya di tanggal 29 Maret 1907.
Setelah membaca tanggapan Tsanaullah di tanggal 12 April itu, Ghulam Ahmad memohon petunjuk kepada Allah. Ia kemudian mendapat wahyu pada 14 April 1907 berbunyi, “Aku akan menjawab panggilan dari seorang pemohon.”
Ghulam Ahmad mengartikan wahyu itu sebagai izin dari Allah untuk meneruskan prosesi mubahalahnya dengan Tsanaullah. Pada 15 April 1907, sebagai upaya terakhir untuk meyakinkan Tsanaullah tentang dakwah beliau, Ghulam Ahmad melakukan do’a mubalah, dan mengundang Tsanaullah untuk juga melakukan hal yang sama, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Bahkan sebenarnya, Ghulam Ahmad telah menyampaikan tantangan yang serupa sejak tahun 1902. Dalam buku Ijaaz-e Ahmadi, beliau menulis, “Marilah kita berdua (Ghulam Ahmad dan Tsanaullah, pen.) bermubahalah, bahwa pembohong akan mati dalam waktu selagi yang benar masih hidup.” Dan di halaman 37 dari buku itu juga, beliau secara jelas menyatakan, “Bila dia menerima tantangan ini yaitu bahwa pembohong akan mati di hadapan yang benar, maka pastilah dia akan mati lebih dulu.”
Menghadapi situasi itu, Tsanaullah mundur. Dalam Surat Kabar Ahli Hadis yang terbit pada 24 April 1907, Tsanaullah menulis:
Pertama, aku tidak pernah setuju bermubahalah seperti itu. Dan ia (Ghulam Ahmad), tanpa persetujuanku, menerbitkan doa mubahalah itu. Kedua, doa mubahalah tidak diterbitkan dengan cara ilham. Katakan saja bahwa itu bukanlah nubuwah atau pun ilham, tapi itu hanyalah suatu do’a. Ketiga, Keluhku padamu Ghulam Ahmad, bila pun aku mati, bukti apa yang dapat diambil bagi orang-orang lain?”
Keempat: “Anda sangat cerdik, (untuk berdo’a agar mati karena wabah pes) setelah melihat bahwa sekarang ini wabah sedang menghebat di Punjab. Dan di Punjab, terutama di ibu kota Lahore yang sangat dekat dengan Amritsar (dimana Maulwi Sanaaullah tinggal)”.
Kelima: “Permohonan anda samasekali tidak menyelesaikan masalah, karena seorang muslim mati karena wabah, menurut hadis, dianggap sebagai mati syahid. Jadi, bagaimana permohonan dapat menunjukkan seseorang yang mati karena wabah pes sebagai pembohong?”
Keenam: “Anda juga cerdik, pada permulaan anda mohon kematian karena wabah pes atau kholera; tapi kemudian anda juga mengatakan malapetaka yang lain yang menyebabkan kematian”.
Akhirnya: Maulwi Sanaaullah menyimpulkan sbb.:
“Ringkasnya menurut permintaan anda, saya siap sedia mengambil sumpah bila anda mau memperlihatkan kepadaku hasil dari sumpah ini. dan tulisan ini (yaitu soal permohonan/do’a/salat) dari anda, SAYA MAUPUN SEBARANG ORANG LAIN YANG BIJAKSANA (BERAKAL) TIDAK AKAN MAU MENERIMANYA”
Jadi, dari jawaban Maulwi Sanaaullah pada tanggal 24 April 1907 tersebut, berarti dia menolak atau mengingkari kesediaannya untuk melakukan Mubahalah. Adalah dalam konteks ini bahwa hari berikutnya, tanggal 25 April 1907, HM Ghulam Ahmad mengumumkan bahwa “Permohonanku telah diterima”. Maulwi Sanaaullah telah terbukti sebagai pembohong. Karena pada tanggal 29 maret 1907 sebagaimana dirujuk sebelumnya, dia menulis:
“bersumpah dengan kami”
“bawa serta kelompokmu bersama denganmu”
“Bawa mereka kepada kami (nama-nama) mereka yang diundang di Anjaami Atham untuk Mubahalah”.
Kemudian pada tanggal 12 April 1907 dia berkata:
“Saya tidak pernah mengatakan Mubahalah”
“Mubahalah adalah bila dua kelompok bersumpah satu terhadap yang lain”.
Jelas sekali bahwa Maulwi Sanaaullah memaksudkan Mubahalah ketika dia menulis “bawa serta kelompokmu bersama denganmu” juga “Bawa mereka kepada kami (nama-nama) mereka yang diundang di Anjaami Atham untuk melakukan Mubahalah”.
Dalam perkembangan selanjutnya, mereka yang anti Ahmadiyah lalu tidak memunculkan lagi (menghapus) tulisan-tulisan dalam huruf tebal (jawaban Maulwi Sanaaullah tgl. 24 April 1907), sehingga para pembaca memperoleh kesan yang berbeda dengan peristiwa yang sebenarnya kalau peristiwanya ditulis secara utuh.
Jadi, kalau jawaban Maulwi Sanaaullah (yang ditulis dengan huruf tebal) pada tanggal 24 April 1907 dihapus, seolah-olah Mubahalah tetap terlaksana, pada hal tidak ada Mubahalah samasekali dan kelihatan bahwa Maulwi Sanaaullah tadinya mau melakukan Mubahalah tapi akhirnya mundur, tidak mau berMubahalah.
Hal ini perlu diketahui betul, karena mereka yang anti Ahmadiyah, setelah menghapus jawaban Maulwi Sanaaullah tanggal 24 April 1907 tersebut lalu mengatakan: “Setelah melakukan Mubahalah, setahun kemudian (pada tahun 1908) HM Ghulam Ahmad meninggal”. Sungguh suatu rekayasa pembohongan yang hebat dari pihak yang anti Ahmadiyah. Ahmadiyah dapat mengerti bila ada orang-orang yang membaca riwayat masalah Mubahalah tersebut tanpa tulisan-tulisan yang dicetak huruf tebal (karena sudah dihapus), sehingga lalu memandang HM Ghulam Ahmad sebagai pembohong. Tetapi Ahmadiyah tidak dapat mengerti orang yang menghapus tulisan yang dicetak dengan huruf tebal tersebut untuk menipu para pembacanya. Jelas orang itu orang yang suka memfitnah, bukan orang yang jujur.
Comment here