Artikel

Keberagaman Agama

wax candles burning in temple

“Sesungguhnya orang yang beriman, dan orang Yahudi, dan orang Nasrani, dan orang Sabi’ah, siapa pun yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat baik, mereka mendapat ganjaran di sisi Tuhan mereka, dan tak ada ketakutan akan menimpa mereka dan mereka tak akan susah.” (QS al-Baqarah 2:62)

Di dunia ini terdapat ribuan agama tersebar di tiap penjuru. Dari agama yang usianya sudah sangat tua bahkan sampai agama-agama baru bermunculan. Dari agama adam sampai agama Nabi-Nabi baru setelah Nabi Muhammad saw –Aku masih meyakini Muhammad sebagai Nabi terakhir sampai hari akhir.

Manakah agama yang benar di sisi Tuhan? Oh tenang, Aku tidak akan membahas kebenaran agama-agama di dunia, itu semua harus dikembalikan pada tiap individu.

Ya, kita menyadari banyak sekali agama-agama di dunia. Di Indonesia saja ada banyak agama, dari agama yang terakui sampai dianaktirikan. Nasrani, Katholik, Islam, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu, Bahai adalah agama-agama import yang diakui. Sunda Wiwitan, Kejawen, Sapta Dharma, Buhun, Kaharingan dan lain-lain adalah beberapa agama-agama lokal Nusantara yang dianaktirikan.

Namun di Indonesia yang sangat beragam ini sering terjadi konflik-konflik antar agama –yang sebetulnya ini bukan masalah agama. Tidak hanya konflik lokal agama Indonesia, tapi konflik agama di luar Indonesia juga suka menyulut emosi para pemeluk agama di Indonesia –orang Indonesia memang sangat peka, atau mudah tertipu ya?

Di Indonesia seringnya terjadi konflik agama banyak disebabkan para pemeluknya yang tidak siap atau tidak mau menerima orang-orang yang berbeda darinya. Misalnya suatu daerah atau desa yang mayoritasnya Muslim tidak mau menerima orang-orang minoritas yang di luar golongan Islam. Mereka tidak mau menerima orang non-Muslim untuk hidup bersama di wilayahnya.

Banyak alasan yang dilontarkan. Contoh, ketika sebuah desa yang mayoritas Muslim kedatangan pendatang baru di desanya yang beragama kristen, warga desa yang Muslim menolak orang-orang kristen ini karena takut akan kristenisasi. Bahkan bukan saja orang non-Muslim yang bisa ditolak, dari golongan Muslim sendiri pun bisa ditolak karena dianggap sesat dan menyesatkan.

Dan kalau dari beberapa penelitian yang dilakukan banyak LSM, kasus-kasus seperti contoh tadi itu banyak disulut oleh orang luar daerahnya, dan biasanya mereka adalah dari kelompok-kelompok ekstrimis atau kelompok radikal yang mengatasnamakan agama –ya lebih banyaknya dari kelompok ekstrimis Islam memang.

Banyak konflik terjadi karena berawal dari prasangka-prasangka yang tak bertanggungjawab. Prasangka-prasangka ini semakin menguat bukannya semakin memudar. Diperparah lagi dari pengaruh negatif atau hasutan orang-orang luar yang tidak bertanggungjawab. Mereka tidak dapat me-manage prasangkanya. Menuhankan prasangka sehingga menyakiti sesama makhluk-Nya. Karena prasangka juga orang akhirnya sulit untuk menerima orang yang berbeda darinya.

***

Baru-baru ini ada kasus siswa SMK Negeri di Semarang yang tidak bisa naik kelas 12 karena dia adalah seorang penghayat. Nilai-nilainya semua A-B, namun hanya ada 1 yang nilainya C. Alasan sekolah dia tidak mau ikut ujian shalat, tapi dia sudah ikut ujian-ujian teori Islam.

Orang-orang penghayat atau yang beragama selain yang diakui seringkali tidak mendapatkan ruang, seringkali terdiskriminasi. Misal saja dari KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang didalamnya terdapat kolom agama. Kolom agama hanya bisa diisi dengan nama-nama agama yang terakui, para penghayat hanya bisa menuliskan simbol strip di kolom agama KTP mereka.

Kolom agama di KTP ini juga menjadi masalah tersindiri. Ada apa dengan Indonesia? Agama-agama leluhur tidak dianggap oleh negerinya sendiri.

Keberagaman agama, suku, ras, gender itu semua sudah takdir Allah. Jangan kita menjadi Tuhan untuk menyamaratakan semua manusia. Jangan kita mewarnai dunia dengan satu cat saja. Itu sangat tidak mungkin bisa dilakukan. Karena Allah berkehendak dunia seperti gambarannya saat ini.

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari pria dan wanita, dan membuat kamu suku-suku dan kabilah-kabilah, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah itu Yang Maha-mengetahui, Yang Maha-waspada.” (QS al-Hujurat 49:13).

Ya, dunia yang beragam ini sudah ketentuan atau hukum Allah, kita sebagai ciptaan-Nya tidak bisa menolak kondisi ini. Kita ditugasi oleh Allah untuk menerima kenyataan bahwa kita semua beragam. Kita semua dimandati untuk menjaga kerukunan, keutuhan, kenyamanan dunia, bukan untuk merusuhi atau menggerecoki.

Sebagai khalifah di bumi, kita harus menghargai perbedaan-perbedaan itu. Kita di mata Allah semua sama, yang membedakan hanyalah amal perbuatan kita di dunia. Sudahkah kita berbuat kebaikan untuk dunia? Sudahkah kita menyebarkan nilai perdamaian bagi dunia? Bila kita hanya bisa mengacau, maka tugas kita sebagai khalifah di bumi bisa dinyatakan gagal. Karena kita tidak lagi memegang amanat Allah.

Bagaimana cara kita merawat keberagaman? Bagaimana agar kita bisa saling berdamai? Pertama tentunya kita harus buang jauh-jauh prasangka-prasangka kita. Prasangka adalah akar dari permasalahan ketidak-rukunan kita. Kita harus senantiasa berbaik sangka (husnudzon).

Lalu yang kedua, kita harus mau berinteraksi langsung. Berdialog dengan orang yang kita prasangkai sebelumnya. Jika kita seorang Muslim, kita harus mau berdialog dengan orang-orang kristen, hindu, kejawen, ahmadiyah, syiah dan lain sebagainya. Karena dengan dialog kita bisa mengetahui alasan mereka kenapa berkeyakinan seperti saat ini.

Kita bisa mengetahui kenapa agama-agama atau kepercayaan lain ajarannya seperti itu. Dialog bukanlah debat –ingat itu. Dialog akan memahamkan kita. Kita tidak dituntut untuk meng-iya-kan atau sepakat dengan keyakinan mereka. Karena sekali lagi tujuan dialog agar kita bisa mengerti akan indahnya perbedaan.

Dari cara-cara ini kita bisa saling berangkulan untuk mencapai kedamaian dunia. Tidak akan ada lagi penindasan terhadap yang minoritas ketika kita sudah memahami. Saling memahami akan timbul cinta di antara kita semua.

  • Penulis : Ibnu Ghulam Tufail | Pegiat di Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC) Yogyakarta
Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here