Artikel

Introduction to Islam (Zahid Aziz)

Introduction to Islam Zahid Aziz

KATA PENGANTAR

 

Ada permintaan mulia untuk diterbitkan buku kecil sebagai petunjuk bagi generasi muda mengenai ajaran Islam dalam bahasa yang sederhana dan mudah untuk dimengerti. Gerakan Ahmadiyah Lahore, lebih dari satu dekade, telah menghasilkan rangkaian karya ilmu hakiki yang meliputi berbagai aspek Islam, khususnya ditujukan untuk meluruskan salah pengertian yang sudah umum tentang Islam maupun menjawab segala keraguan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan pikiran orang-orang modern perihal keimanan Islam. Karya-karya tulis tersebut disambut dan dinilai-baik oleh kalangan luas demi mengisi kebutuhan zaman ini, baik pelajaran bagi kaum Muslimin sendiri maupun untuk menyajikan ajaran Islam kepada siapa saja. Kadang-kadang sering  dirasakan bahwa ilmu yang amat bermanfaat yang berisi karya lengkap itu harus diawali dengan perintisan dalam bentuk bahasa yang lebih sederhana agar bisa diterima oleh kalangan generasi muda. Oleh karena itu buku kecil ini disiapkan untuk memenuhi  permintaan  tersebut.

Semua ajaran dasar dan praktik keislaman diliput, ditambah dengan penjelasan mengenai Qur’an Suci, Hadits, dan ajaran akhlak Islam. Tidak menyajikan ilmu yang sudah ketinggalan. Menggunakan format tanya-jawab, dengan harapan, buku ini akan lebih menarik daripada pendekatan yang bersifat uraian, namun sejauh mana sasaran ini bisa dicapai, ini tergantung pertimbangan pembaca kalangan muda. Juga buku ini saya susun sejelas mungkin dan mudah untuk dibaca.

Banyak sekali kutipan-kutipan langsung dari ayat-ayat Qur’an Suci di dalam buku ini dengan  referensi penuh. Dalam beberapa tempat ajaran Islam ditulis dengan teliti dalam kata-kata yang umum, tanpa langsung mengutip atau mengambil referensi khusus, karena  dalam hal-hal tersebut kiranya tak perlu dimasukkan dalam semacam buku introduksi seperti ini. Untuk membaca lebih lanjut dalam beberapa persoalan, atau untuk penjelasan lebih lengkap, tulisan Maulana Muhammad Ali, yang terdaftar di dalam buku kecil ini, perlu dibaca. Dalam beberapa hal, karena kemajuan ilmu pengetahuan di kalangan generasi muda, mereka dianjurkan untuk membaca buku standar tersebut.

Tulisan ini pertama-tama diusahakan untuk kalangan muda, sebenarnya masih banyak kesempatan untuk belajar terus demi kemajuan. Penerbit sangat berterima kasih untuk menerima komentar serta saran demi perbaikan buku kecil ini.

Zahid Aziz,

Nottingham,

Inggris

Agustus 1993.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

 

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam”(3:19).

 

  1. Apa nama agama kita?

Nama agama kita adalah ISLAM. Kata ini dilafalkan sebagai:

IS – seperti dalam kata th-is (bukan is yang berbunyi iz dalam bahasa Inggris).

LAM – la seperti bunyi la-rge.

Seorang pengikut Islam dikenal sebagai Muslim, dilafalkan seperti:

MUS – u seperti dalam kata pull dan bunyi huruf s-nya halus. LIM.

 

  1. Apa arti kata-kata tersebut?

Islam maknanya ‘masuk ke dalam kedamaian’ dan juga berarti ‘berserah diri kepada Allah’. Muslim berarti seseorang yang telah damai, baik damai dengan Allah maupun dengan sesama manusia dengan jalan berserah diri kepada Allah.

 

  1. Siapa yang memberi nama-nama tersebut pada agama ini?

Nama-nama tersebut terdapat dalam Qur’an Suci, Kitab Suci kaum Muslimin. Contohnya Allah berfirman:

“Aku pilihkan untuk kamu (wahai manusia) Islam sebagai agama”. (Surat 5, ayat 3. – Untuk singkatnya ditulis 5:3).

dan:

“Dia (Allah) telah menamakan kamu sebagai Muslim”. (22:78).

 

  1. Apa ajaran dasar Islam?

Yaitu agar damai dengan Allah, dengan arti berserah dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Dan juga agar bisa damai dengan sesama manusia, dengan arti, berbuat baik kepada orang-orang yang ada di sekitar kita. Ajaran dasar ini disingkat di dalam Qur’an Suci seperti berikut:

“Barangsiapa berserah diri sepenuhnya kepada Allah, dan berbuat baik kepada orang lain, ia akan memperoleh ganjaran dari Rabb-nya” (2:112).

(Catatan bahwa kata dia di tempat tertentu di dalam Qur’an Suci tidak selalu menunjukkan pada “orang laki-laki” saja, tapi juga setiap manusia, laki-laki maupun perempuan).

 

  1. Bagaimana Islam datang ke dunia?

Agama Islam dalam bentuk kehadirannya datang kepada kita melalui ajaran Nabi Suci Muhammad, yang mengajar dan tinggal di Arab 1400 tahun yang silam (lahir 571 M, wafat tahun 632 M). Oleh karena itu, Nabi Suci mengajarkan bahwa beliau tidak membawa agama baru sepenuhnya ke dunia, sebab prinsip dasar Islam juga telah diajarkan oleh semua pendiri suci berbagai agama sebelum beliau. Islam, karenanya tidak dimulai oleh Nabi Suci Muhammad, tapi juga agama Ibrahim, Musa, ‘Isa, Krishna, Buddha dan para Nabiyullah lainnya.

 

 

6..  Mengapa agama ini tidak menggunakan nama Muhammad?

Sebab, dalam arti yang hakiki, Nabi Suci Muhammad bukan sebagai Pendiri Islam, bahkan beliau sendiri seorang Muslim – pengikut Islam. Para Nabi sebelum beliau juga disebut Muslim di dalam Qur’an Suci. Agama kita tidak dinamakan dengan nama Nabi Muhammad untuk menekankan bahwa ajaran prinsip dasarnya adalah sama yang pada hakikatnya diajarkan oleh semua Nabi yang telah muncul sebelum beliau di berbagai bagian dunia.

 

  1. Adakah alasan khusus mengapa agama kita disebut Islam?

Ya. Sebab ia mengajarkan bahwa, sebagaimana  alam di sekitar kita tunduk pada hukum Ilahi yang memang sudah ditentukan demikian, manusia juga harus patuh pada petunjuk Allah Ta’ala yang telah diturunkan kepada Nabi-Nya. Ia mengajarkan bahwa Islam atau ‘berserah diri kepada Allah’ adalah ciri utama alam fisik dan fitrah manusia. Setiap anak manusia dilahirkan sebagai Muslim dengan arti bahwa baik dia laki-laki maupun perempuan berlaku sesuai dengan sifat kemanusiaan yang hakiki.

 

  1. Jika berbagai Nabi juga mengajarkan dasar Islam yang sama, apa yang baru dari ajaran Nabi Suci Muhammad?

Ajaran hakiki yang telah diberikan ke berbagai bangsa yang berbeda oleh para Nabi yang muncul di kalangan mereka, perlahan-lahan menjadi hilang, berubah dan menjadi remang-remang. Tuhan kemudian mengutus Nabi Suci Muhammad dengan tujuan untuk:

i..  menegakkan kembali prinsip yang hakiki,

  1. mengajarkan kebenaran lain yang belum pernah diajarkan sebelumnya, yang dibutuhkan zaman sekarang sebab manusia lebih maju,

iii. menghimpun kembali setiap ajaran  yang hakiki dari setiap agama menjadi satu  keimanan.

Jadi Nabi Suci Muhammad muncul sebagai Nabi Terakhir untuk mengajarkan agama Islam yang sempurna ke seluruh dunia untuk selama-lamanya.

 

  1. Apa yang harus dilakukan seseorang untuk menjadi seorang Muslim?

Seseorang untuk menjadi Muslim ia harus menyatakan suatu ikrar di hadapan khalayak yang disebut sebagai Kalimah Syahadah  yang berbunyi sebagai berikut:

Asyhadu an-laa ilaaha illa-Allah

(Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah).

Wa asyhadu anna Muhammad-ar-rasuulallah

(dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu Rasul Allah).

Kalimah  tersebut berisi dua poin utama yang harus diimani seorang Muslim: yakni hanya ada Satu Tuhan, yaitu Allah, dan Nabi Suci Muhammad adalah Utusan Allah bagi segenap umat manusia.

 

 

 

 

 

 

 

  1. DASAR IMAN DAN AMALIAH

 

“Bukanlah perbuatan utama bahwa kamu menghadapkan wajah kamu ke Timur dan ke Barat, tetapi perbuatan utama itu ialah orang yang beriman kepada Allah, dan Hari Akhir, dan para Malaikat, dan Kitab, dan para Nabi, dan memberikan harta, karena cinta kepada-Nya, kepada kaum kerabat, dan anak yatim, dan kaum miskin, dan orang bepergian, dan orang minta-minta, dan memerdekakan budak belian, dan menegakkan shalat dan membayar zakat, dan orang yang menepati janji tatkala mereka berjanji, dan yang sabar dalam kesengsaraan dan kesusahan dan pada waktu perang. Inilah orang-orang yang tulus, dan inilah orang-orang yang bertaqwa”(2:177).

 

  1. Adakah daftar dasar keimanan Muslim?

Ya, Kalimah  itu sendiri dikenal sebagai ringkasan dari ungkapan keimanan. Dasar iman Muslim diringkas berjumlah lima. Yakni beriman kepada:

  1. Allah, Yang memiliki akhlak sempurna dan sejati.
  2. Malaikat, yang bekerja di setiap hati seseorang, mengilhaminya untuk berbuat baik.
  3. Para Nabi dan Rasul Allah, diutus ke berbagai bangsa di dunia, mengajarkan kebaikan dengan percontohan akhlak mereka yang mulia.
  4. Kitab Allah, diturunkan ke segenap bangsa melalui para Nabi, berisi petunjuk bagaimana  cara hidup dan perilaku yang harus diperbuat.
  5. Hidup sesudah mati, bila setiap orang menyadari apa yang telah dilakukan, baik ataupun buruk di dalam kehidupan dunia ini, dia, laki-laki maupun perempuan, akan menghadapi konsekwensinya.

 

  1. Hal apa yang paling penting yang diajarkan Islam mengenai keimanan itu?

Iman itu bukan hanya mengimani sesuatu di hati seseorang, namun juga apa yang diimaninya itu harus diamalkan. Iman semata tidak ada artinya apa-apa jika tidak diamalkan. Maksud iman itu adalah untuk menunjukkan kepada kita apa yang harus dilakukan. Iman semata tidak bisa menyelamatkan.

 

  1. Bagaimana menerapkan lima keimanan Islam itu?

Diterapkan sebagai berikut:

Beriman pada:  Artinya kita harus:

Allah    Berusaha menyempurnakan diri kita dan berusaha      meningkatkan akhlak mulia.

 

Para Malaikat   Mengikuti alam pikiran baik kita serta       mendorongnya.

 

Para Nabi   Berusaha agar hidup kita mencontoh orang-orang      tulus yang ada pada bangsa-bangsa di dunia.

 

Kitab Allah   Mengikuti kebenaran yang terdapat di dalam Kitab      Suci agama apa saja jika terdapat.

Hidup sesudah mati.  Ingat bahwa perbuatan kita, baik dan buruknya,      yang terbuka maupun tersembunyi, akan diadili.

 

  1. Apa dasar amaliah seorang Muslim yang harus dilakukan?

Agar berserah diri kepada Allah, dan berbuat damai kepada sesama manusia, seorang Muslim melaksanakan kewajibannya kepada Allah dan pula kepada sesama manusia. Kewajiban kepada Allah ialah:

Shalat, Puasa, dan Pergi Hajji ke Makkah.

Kewajiban kepada sesama manusia ialah mendermakan sumber yang ia miliki, waktu, tenaga, uang dan sebagainya demi kesejahteraan orang-orang lain, khususnya, memberikan sebagian keuntungan dari kekayaannya untuk menolong mereka yang membutuhkan (yang disebut sebagai zakat dan sadakah).

 

  1. Pokok apa yang harus diingat tentang kewajiban amaliah tersebut?

Maksud dan tujuan melaksanakan kewajiban tersebut adalah demi mendekatkan diri kita kepada Allah, dan juga agar membimbing  kita untuk berbuat baik kepada orang lain dan mencegah perbuatan tidak baik dalam kehidupan kita sehari-hari. Karenanya, kita harus melaksanakan kewajiban ini, bukan sebagai ritual, tapi ingat kepada Allah dari lubuk hati kita yang dalam. Melaksanakan kewajiban amaliah pengabdian tersebut bisa bermanfaat bagi kita jika kita menggunakannya sebagai dasar pertumbuhan akhlak dan perilaku kita sehari-hari. Jika seseorang shalat dan berpuasa, tapi gagal meningkatkan kelakuannya, maka shalat dan puasanya tak ada gunanya.

 

 

 

 

 

 

 

  1. ALLAH

 

“Allah – tiada Tuhan selain Dia. Dia memiliki asmaul-husna” (20:8).

“Katakanlah: Dia, Allah, Maha Esa, Allah yang kepada-Nya segala sesuatu bergantung. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, dan tidak ada sesuatu pun yang menyamai Dia” (Surat 112).

 

  1. Apa ajaran dasar Islam mengenai Tuhan?

Islam mengajarkan bahwa hanya satu dan satu-satunya Tuhan Pencipta dan Pengatur alam semesta. Dia itu unik dalam segala hal, tidak ada sesuatu pun yang bisa menyamai-Nya. Dia itu Maha-mengetahui segala sesuatu, dan Maha-menguasai segenap makhluk. Dia tidak membutuhkan segala sesuatu, sementara segala sesuatu itu bergantung kepada-Nya. Dia memiliki semua akhlak mulia, dan manusia harus menyembah-Nya, dan hanya kepada-Nya saja.

 

16.. Adakah nama Tuhan, khususnya yang digunakan oleh kaum Muslimin?

Ya, Menurut Islam, nama diri Tuhan dalam bahasa Arab adalah Allah. Yang dimaksud nama diri yaitu nama yang ditujukan hanya kepada-Nya, dan bagi-Nya memiliki nama-nama baik lainnya. Kata Allah itu dilafalkan:

AL- seperti dalam bahasa Inggris kata al-arm.

LAH- la seperti dalam kata la-rge.

Kata Allah berarti Tuhan adalah Dzat Yang memiliki segala sifat sempurna. Qur’an sendiri memberi makna terhadap ini dengan firmanya:

“Allah memiliki nama-nama (sifat-sifat) yang baik” (7:180).

Nama-nama Tuhan dalam bahasa lain, seperti God dalam bahasa Inggris, atau Khuda dalam bahasa Urdu, itu hanya menunjukkan sifat Ilahi tertentu, dan nama-nama itu pun digunakan untuk selain Tuhan (seperti dewa, para dewa, dewi dsb.). Allah diterapkan hanya kepada Tuhan Yang Maha-esa.

 

  1. Apakah Islam memberi beberapa dalil untuk membuktikan adanya Tuhan?

Ya, Qur’an Suci memberi tiga jenis dalil dalam hal ini.

 

Pertama, ditunjukkannya kepada kita dunia fisik yang menunjukkan aturan dan sarana yang maha besar, yang bekerja sesuai undang-undang, dan segala sesuatu telah ditentukan tujuannya di seluruh skema segala sesuatu.  Di alam semesta ini ada keindahan yang  amat luar biasa yang menarik hati manusia. Ilmu pengetahuan menemukan dan terus menemukan  karakteristik alam ini sepanjang masa. Jadi di balik keindahan dan penuh makna yang maha tinggi di dalam bekerjanya alam semesta itu, pasti Satu, yakni satu intelejen keindahan dan atraksi yang adiluhung.

 

Kedua, Qur’an Suci memberitahukan kepada kita tentang hubungan yang erat dan dekat antara Tuhan dan fitrah batin setiap orang. Di sana ada keinginan yang sudah baku di setiap orang untuk mencari sesuatu yang lebih tinggi dari dirinya, dan ketika seseorang itu dalam keadaan sulit secara naluri, ia memanggil-manggil Kekuasaan Yang Tersembunyi agar bisa menolongnya.

 

Ketiga, dan lebih meyakinkan lagi, Para Nabi dan para Utusan Tuhan muncul di setiap bangsa di dunia dan menunjukkan kepada kaumnya akan adanya Tuhan melalui ajaran dan perbuatan mereka. Seperti halnya kita mempelajari ilmu pengetahuan tidaklah semua itu ditemukan oleh diri kita sendiri, tapi dengan menerima karya dan bukti orang-orang yang mengabdikan dirinya untuk mempelajari ilmu pengetahuan, begitu pula terhadap bukti adanya Tuhan ini dilakukan oleh kehidupan orang-orang yang diberi cahaya oleh Tuhan di dunia ini untuk tujuan ini.

 

  1. Agama lain pun mengajarkan adanya Tuhan. Apakah ada perbedaan antara ajaran mereka dengan pemahaman Islam mengenai Tuhan?

Ya, ada beberapa perbedaan penting:

Perbedaan umum pertama, Islam mengajarkan Keesaan Ilahi, yang sesuatu pun tidak ada yang menyamai dalam Ke-Ilahiannya. Tidak berhala maupun benda-benda langit, tidak juga suatu agama maupun guru rohani yang bisa memiliki kekuasaan Ilahi maupun sifat-sifat-Nya.

Kedua, Islam mengajarkan pemahaman Tuhan begitu tinggi, dan tidak menerima batasan atas kekuasan-Nya maupun ilmu-Nya, sementara agama lain meletakkan batas-batas bagi-Nya. Contohnya, Islam menolak kepercayaan Hindu bahwa Tuhan itu bukanlah Pencipta benda maupun ruh tetapi ada bersamaan dengan semua itu. Juga Islam menolak kepercayaan doktrin Kristen bahwa Tuhan tak kuasa mengampuni orang berdosa hingga Dia mengorbankan seseorang, dan Dia mengirim anak-Nya untuk menderita demi menebus dosa semua manusia. Lebih dari itu, seorang anak tersebut menggantikan Bapaknya ketika sang Bapak mati, dan sudah tentu paham ini tidak bisa diterapkan jika Tuhan itu Maha-sempurna.

Ketiga, Islam menolak gagasan bahwa setiap manusia, betapapun itu besar, sebagai perwujudan Tuhan di bumi ini, atau dengan kata lain sebagai inkarnasi Ilahi.

 

  1. Apa konsekuensi praktik dari tiga perbedaan tersebut?

Tiga perbedaan tersebut dapat mengangkat derajat dan meningkatkan kedudukan manusia. Beriman kepada Keesaan Ilahi berarti manusia itu tidak boleh menyembah atau menjadi budaknya sesuatu di dunia ini, seperti berhala, kekuatan alam, benda-benda langit, para pemimpin agama, raja, atau negara, dan lain sebagainya. Jadi manusia harus menaklukkan alam sekitarnya, dan jangan takut terhadapnya; dan setiap orang artinya harus menggunakan akal pikirannya dan tidak boleh taklid buta terhadap seseorang.

Beriman terhadap pengertian Tuhan artinya kemajuan manusia itu sendiri tidak terbatas. Ilmu dan kekuasaannya, walaupun tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Tuhan, dapat tumbuh berkembang.

Menolak kepercayaan terhadap seseorang sebagai manifestasi Tuhan, artinya seseorang harus memandang bahwa para Pendiri agama bukanlah Tuhan ataupun dewa yang diselimuti misteri dan memiliki kekuatan supernatural, tapi sebagai manusia biasa yang dengan perilaku hidupnya bisa mencontohkan kepada orang lain bagaimana harus hidup.

 

  1. Adakah perbedaan penting lainnya dari pemahaman Islam mengenai Tuhan?

Ya, Islam mengajarkan bahwa Allah adalah “Rabb sekalian alam”.  Oleh karena itu Allah bukan Tuhan bagi kaum Muslimin saja, dan juga bukan Tuhan bagi suku, agama ataupun bangsa tertentu, tapi Tuhan Yang Maha-esa bagi segenap umat manusia. Karena Tuhan bagi segenap bangsa, maka Dia tidak hanya menyediakan pemeliharaan kebutuhan fisik semua negeri di bumi ini, tapi juga Dia mengirimkan petunjuk-Nya kepada setiap bangsa demi kemajuan akhlak mereka. Dia sama adil dan mencintai setiap bagian manusia, dan tidak ada manusia yang difavoritkan atau dipilih-pilih, ataupun yang satu ditolak.

 

  1. Bagaimana pendirian orang berhubungan dengan Tuhan menurut Islam?

Tuhan tidak hanya memberikan jasmani kepada manusia, namun juga ruh yang melalui ruh ini dia dapat berhubungan dengan Penciptanya. Tapi jasad semata, seperti alam lainnya, sangat terbatas untuk taat kepada Tuhan, ruh itu bebas mengikuti petunjuk Ilahi ataupun menolaknya. Perkembangan rohani terletak dalam kehendak mengikuti petunjuk Ilahi yang telah diwahyukan melalui para Nabi-Nya.

Menurut Qur’an, tiap jiwa manusia adalah “Ruh Ilahi” yang telah ditiupkan kepadanya (32:9). Ini artinya bahwa ruh manusia memiliki hubungan khusus dengan Tuhan, dan manusia mampu untuk meniru sifat-sifat Ilahi dalam skala kecil pada dirinya sendiri (lihat no. 23 di bawah ini). Tuhan itu tidak bisa dibayangkan sangat dekat sekali dengan ruh manusia, bahkan lebih dekat kepadanya dari manusia itu sendiri. Dia sangat mengetahui pikiran yang tersembunyi di dalam diri seseorang, yang bahkan orang itu sendiri tidak menyadarinya. Di dalam ruh manusia sudah tertanam rasa cinta dan rindu kepada Tuhan, dan ia tak dapat menemukan kepuasan sepenuhnya tanpa Tuhan. ((Lihat, contohnya, ayat-ayat berikut ini di dalam Qur’an Suci: 50:16; 56:85; 20:7; 2:165; 5:119; 89:27-30).

 

 

  1. Apa lain-lainnya yang diberitahukan oleh Qur’an Suci kepada kita mengenai Tuhan?

Qur’an memberitahukan kepada kita banyak sekali. Tuhan paling sering dipanggil Al-Rahman (Maha Pengasih) dan Al-Rahim (Maha Penyayang). Rahman arti yang sebenarnya ialah bahwa Tuhan begitu Maha-pengasih dan sayang hingga Dia mengaruniai manusia dengan rahmat yang tiada terhingga sebagai hadiah gratis tanpa usaha manusia itu sendiri. Tuhan Maha-Rahim  artinya bahwa Dia Maha-penyayang hingga ketika manusia berusaha mencari karunia Ilahi demi maksud baik, Tuhan menolongnya hingga terkabul. Contohnya, Tuhan telah memberikan segala sumber kebutuhan jasmani manusia di dunia ini tanpa diusahakan oleh pihaknya. Ketika manusia berusaha menggali sumber tersebut, Tuhan membuatnya berhasil. Qur’an Suci memberitahukan kepada kita bahwa Tuhan itu Maha-pengampun, Mengasihani, Adil, Menjawab yang berdo’a, Pencipta segala sesuatu, Maha-kuasa, Maha-tahu dan lain sebagainya.

Lembaran-lembaran Qur’an Suci menyebutkan beberapa sifat Ilahi seperti berikut:

“Dia Allah Yang tiada Tuhan selain Dia. Yang Maha-mengetahui yang gaib  dan yang nyata. Yang Maha-pengasih dan Maha-penyayang. Dia Allah Yang tiada Tuhan selain Dia; Yang Maha-raja, Yang Maha-suci, Yang menguasai perdamaian,  Yang menjaga segala sesuatu, Yang Maha-perkasa, Yang Maha-unggul, Yang memiliki Keagungan, Maha-suci Allah dari apa yang mereka sekutukan. Dia Allah, Yang Maha-pencipta, Yang Maha-pembuat, Yang Maha-pembentuk. Nama-nama yang baik adalah kepunyaan-Nya. Apa yang ada di langit dan di bumi memahasucikan Dia, Dan Ia yang Maha-perkasa, Yang Maha- bijaksana” (59:22-24).

 

  1. Apa yang dimaksud beriman bahwa Tuhan memiliki sifat-sifat tersebut?

Agar manusia berusaha mencari dan menerapkan sifat akhlak yang sama seperti itu di dalam hidupnya. Qur’an berfirman:

“Celuplah dengan warna Allah – dan siapakah yang lebih baik dari pada Allah dalam mewarnai?” (2:138).

Tuhan adalah Rabb (Penyedia dan Pemelihara alam semesta), maka manusia harus berusaha memberi pada orang lain. Tuhan adalah Rahman (Maha-pengasih), begitu pula manusia harus berinisiatif berbuat baik kepada orang lain, apakah ia mempunyai sesuatu untuk diberikan ataupun tidak. Tuhan adalah Rahiim (Maha-penyayang), begitu pula manusia harus bergabung dengan orang yang suka menolong maupun yang mengajak kepada kebaikan. Tuhan Maha-tahu dan Maha-bijaksana, begitu juga manusia harus berusaha menyempurnakan ilmu pengetahuannya dan supaya bijaksana.

Beriman pada sifat-sifat Ilahi juga menyetop seseorang dari berbuat yang bisa merugikan orang lain. Seseorang yang benar-benar beriman bahwa Tuhannya itu Rabb, Yang Maha-penyedia, tahu bahwa Dia selalu memeliharanya, dan begitulah seseorang tak akan pernah mencoba mengambil hak milik orang lain. Seseorang yang benar-benar beriman bahwa Tuhan itu Maha-melihat dan Maha-tahu harus tahu pula bahwa janganlah ia sekali-kali menyembunyikan setiap perbuatan buruk dari Tuhan, sekalipun rahasia.

 

 

 

 

 

  1. PARA MALAIKAT

 

Dan sesungguhnya Kami menciptakan kamu, kemudian kamu Kami bentuk, lalu kami berfirman kepada para Malaikat: Bersujudlah kepada Adam (manusia)” (7:11).

 

  1. Apa Malaikat itu?

Malaikat adalah makhluk rohani, bukan makhluk bendawi yang diperintahkan dan diberi undang-undang oleh Tuhan untuk berbuat di dunia ini. Mereka tak mempunyai kehendak sendiri, tidak seperti manusia, dan malaikat itu menjadi perantara antara dunia dengan Tuhan.

 

  1. Seperti apakah perbuatan malaikat itu?

Karena malaikat itu bukan makhluk berwujud fisik, mereka tidak bisa dilihat oleh mata manusia, jadi pertanyaan ini seharusnya tidak ada. Walaupun begitu, para Nabi maupun orang-orang tulus dapat melihat malaikat dalam kesempatan tertentu, namun itu pun dilihat oleh mata rohani mereka dalam bentuk mimpi atau kasyaf.

 

  1. Apa pungsi yang dilakukan malaikat?

Ada dua macam: pungsi mereka di alam fisik, dan pungsi di alam perkembangan rohani manusia. Di alam fisik, bekerjanya alam diatur oleh hukum, seperti ilmu pengetahuan telah banyak menemukan hukum alam ini. Islam mengajarkan bahwa hukum-hukum tersebut ditentukan oleh Tuhan, dan para malaikat – fungsionaris Tuhan yang taat – diberikan kepada mereka untuk dilakukan. Di alam kerohanian, malaikat mengkomunikasikan wahyu Ilahi kepada para Nabi dan orang-orang tulus, menghibur dan memberi kekuatan kepada hati orang-orang yang benar-benar beriman, menginspirasikan pikiran mulia di setiap hati orang. Mereka melakukan ini, sudah tentu, perbuatan itu adalah perasaan rohaniah manusia, bukan dalam perasaan  fisik seperti yang dirasakan oleh telinga dan mata.

 

  1. Mengapa malaikat diperlukan untuk membawa risalah Ilahi kepada manusia?

Sebagaimana  cahaya diperlukan sebagai perantara bagi mata kita untuk melihat segala sesuatu, dan udara dibutuhkan untuk membawa suara ke telinga kita, begitu pula suatu perantara diperlukan untuk mengaktifkan perasaan rohani kita. Para malaikat itu sebagai perantara. Mereka membawa risalah Ilahi kepada telinga dan mata rohani orang-orang tulus, dan juga melontarkan pikiran baik dan mulia ke hati semua orang. Namun hanya orang-orang tulus saja, karena perkembangan rohani mereka sudah tinggi, mereka bisa menerima pekerjaan para malaikat.

 

  1. Adakah hal penting lainnya yang diberitahu oleh Islam tentang malaikat?

Hal paling penting dicantumkan di dalam Qur’an Suci bahwa manusia telah diberikan kecakapan oleh Tuhan untuk menuntut ilmu segala sesuatu yang ada di alam semesta. Qur’an lebih lanjut memberitahukan kepada kita bahwa para malaikat tersebut, yang meletakkan hukum-hukum Ilahi di alam, tunduk kepada manusia  karena keluhuran ilmunya. Dengan kata lain, manusia dapat menggunakan ilmu pengetahuan tentang hukum alam untuk menguasai dunia. Jadi Qur’an Suci sudah mencantumkannya berabad-abad yang lalu bahwa manusia dapat mengembangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebab para malaikat, yang menjadi perantara itu secara otomatis meletakkan hukum-hukum Ilahi untuk dilakukan dalam mengelola alam, semua tunduk kepada manusia.

 

  1. Adakah kunci yang bermanfaat beriman kepada malaikat?

Seperti telah dijelaskan di awal mula, setiap keimanan dalam Islam menuntut setiap Muslim untuk berbuat sesuatu dan positif, dan beriman kepada para malaikat maknanya bahwa kita harus mengikuti dorongan kebaikan kita dan menolak dorongan yang cenderung ke arah kejahatan. Qur’an Suci juga mengatakan bahwa  ada syetan yang merendahkan derajat, mementingkan diri sendiri di dalam pikiran orang. Karena itu, meskipun itu ada, Qur’an Suci tidak menghendaki seorang Muslim untuk mengimani syetan, tetapi harus mengingkarinya. Ini menunjukkan bahwa di dalam Islam beriman itu tidak hanya percaya di dalam saja tetapi harus berbuat sesuai dengan iman itu.

 

 

 

  1. PARA NABI DAN RASUL

 

“Manusia itu satu bangsa. Maka Allah membangkitkan para Nabi sebagai saksi berita baik dan sebagai juru ingat” (2:213).

“Dan mereka yang beriman kepada Allah dan kepada para Utusan-Nya dan tidak membeda-bedakan di antara mereka (dalam keimanan), bagi mereka Dia akan memberikan ganjaran” ((4:152).

“Dan sesungguhnya Kami bangkitkan di setiap bangsa seorang Rasul, sabdanya: Mengabdiilah kepada Allah dan jauhilah kejahatan”(16:36).

 

  1. Apakah Nabi dan Utusan Tuhan itu?

Nabi dan Rasul Allah adalah manusia yang kepadanya Tuhan memberikan petunjuk dan kepadanya dibebankan tugas untuk menyampaikan petunjuk itu kepada orang, dengan demikian mereka bisa melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat.

 

  1. Di negeri mana saja di dunia ini para Nabi dibangkitkan?

Menurut Islam, Tuhan mengutus para Nabi kepada semua bangsa di bumi ini, dan dalam berbagai tingkatan sejarahnya. Qur’an Suci berfirman:

“Dan bagi setiap bangsa di sana ada Utusan” (10:47).

“Dan tak ada suatu kaum, kecuali seorang juru ingat telah berlalu di antara mereka” (35:24).

 

  1. Yang mana di antara para Nabiyullah tersebut yang harus diimani oleh setiap Muslim?

Kaum Muslimin beriman kepada segenap Nabi dan Rasul Allah, sama, tanpa membeda-bedakan di mana pun mereka muncul. Di dalam Qur’an Suci (2:136, 285, dan 3:84 dan sebagainya) dinyatakan jelas sekali: “Kami tak membeda-bedakan di antara mereka”.

 

  1. Sebutkanlah beberapa nama di antara para Nabi tersebut.

Banyak sekali nama Nabi yang disebutkan di dalam Qur’an Suci; contohnya, Nuh, Ibrahim, Musa, Dawud, ‘Isa, para Nabi itu tercantum di dalam Kitab Bebel, dan ada juga para Nabi yang tak tercantum dalam Kitab Bebel, nama-nama tersebut seperti Luqman, Hud, Dhul-Kifli. Dan, yang terakhir dari semua itu, yang mulia dan universal ialah Nabi Muhammad saw.

 

  1. Adakah nabi-nabi lain yang muncul selain yang disebutkan di dalam Qur’an Suci?

Ya sungguh ada. Qur’an Suci sendiri memberitahukan kepada kita bahwa ia menyebutkan beberapa saja dari para Nabi itu (lihat Surat 4:164). Sejak para Nabi itu muncul di setiap bagian dunia, dan di masing-masing bangsa itu banyak jumlahnya, dan untuk mencantumkan nama-nama mereka secara keseluruhan tak mungkin. Muslim mengimani dan hormat kepada semua Nabi, apakah namanya itu tercantum ataupun tidak.

 

  1. Sudah dikenal bahwa kaum Muslimin beriman kepada para Nabi Israeliah, termasuk ‘Isa atau Yesus. Bagaimana mereka mengenal para figur mulia pada agama-agama lain, seperti Krishna, Buddha, dan Kong Hu Cu?

Sungguh disadari dari ajaran Qur’an Suci, bahwa sebagaimana Tuhan mengutus para Nabi kepada setiap bangsa, dan jumlah mereka yang muncul ke dunia ini sangat banyak, para pendiri agama kuno yang lain pun para Nabi dan Rasul Allah. Sebenarnya, di mana pun suatu kaum yang mengikuti Kitab Suci yang lebih tua dari Qur’an, para pendiri agama mereka yang disebutkan di dalam Kitab-Kitab tersebut harus diterima oleh kaum Muslimin sebagai Nabiyullah yang hakiki. Diperkirakan bahwa Buddha disebutkan di dalam Qur’an dengan nama Dhul-Kifli, maknanya Orang dari Kifli, dimana Kifli  ini dalam bahasa Arabnya adalah nama tempat kelahirannya yang bernama Kapilvestu.

 

  1. Tapi agama-agama seperti Kristen dan Hindu menunjukkan bahwa para pemimpin agama mereka disebut “tuhan” atau “perwujudan Tuhan”. Apa yang dikatakan Islam?

Menurut Islam, semua orang-orang tulus tersebut adalah manusia biasa, manusia Utusan Tuhan atau para Nabi, seperti Nabi Muhammad saw sama-sama  membutuhkan apa yang diperlukan oleh manusia. Mereka semua pasti mati, sebagaimana setiap orang pun demikian. Ada beberapa alasan, mengapa mereka itu ditunjuk oleh para pengikutnya sebagai “tuhan”. Salah satunya adalah ucapan mereka disalahfahami oleh generasi berikutnya, yakni salah menangkap makna figuratif jadi arti harfiah. Lainnya lagi adalah kehidupan mereka yang secara mendetail tidak disajikan secara utuh, dan oleh karenanya banyak sekali mitos bertumbuhan di sekeliling mereka, dan perbuatan serta perilaku mereka banyak sekali dilebih-lebihkan.

 

  1. Mengapa para Nabi itu manusia, dan bukan tuhan di bumi?

Sebab mereka diutus untuk memberi petunjuk kepada manusia lain, bukan dengan ajaran semata, tapi juga dengan contoh pribadi. Maka harus sepenuhnya manusia untuk menunjukkan kepada orang lain bagaimana berperilaku hidup. Menurut Islam,  setiap Nabi dirinya sendirilah dan paling awal mengikuti petunjuk Tuhan yang diwahyukan kepadanya agar diikuti orang lain. Oleh karena itu mengapa para Nabi yang terdahulu pun disebut Muslim menurut Qur’an Suci, mereka itu bukan saja guru tapi juga pengikut pimpinan Ilahi. Lihat contohnya dalam Surat 3:67. Sebagaimana Nabi Suci Muhammad, tidak saja Islam mengajarkan bahwa beliau itu manusia biasa, tapi juga mempelajari dan mencontohkan kehidupan beliau sendiri sebagai seorang yang sederhana, dan bercampur baur dengan orang-orang layaknya salah seorang dari mereka.

 

  1. Apa yang diajarkan para Nabi?

Mereka semua memberikan dasar ajaran yang sama: bahwa manusia harus menyembah Allah, dan hanya kepada-Nya saja, dan harus berbuat baik kepada orang lain. Sudah tentu, ajaran mereka secara detailnya berbeda sesuai dengan bangsa dan zaman yang berlaku dikala seseorang Nabi itu muncul. Di dalam Qur’an Suci, ajaran segenap Nabi disebut Islam, dan para Nabi serta para pengikutnya yang sejati disebut Muslim. Lihat contohnya di dalam Surat 2:131-133 dan Surat 5:111. Ini menunjukkan pada kenyataan bahwa ajaran yang fundamental yang diberikan oleh mereka adalah sama – berserah diri kepada Allah dan berbuat damai kepada sesama manusia.

 

  1. Sejak kaum Muslimin beriman kepada segenap Nabi sama, apa posisi khusus pada diri Nabi Suci Muhammad?

Semua Nabi sama-sama dari Allah, dan semuanya sama-sama benar, namun lingkungan misi atau risalah mereka berbeda. Para Rasul sebelum Nabi Suci Muhammad saw diberikan ajaran terbatas pada bangsa mereka sendiri, sebab dikala itu bangsa-bangsa itu tidak banyak berbuat apa-apa dengan bangsa-bangsa lainnya. Lebih dari itu, ajaran setiap Nabi diterapkan untuk suatu batasan periode waktu tertentu saja, yang setelah itu Tuhan mengutus Nabi lain untuk memperbaiki kembali sebagian ajaran itu untuk keadaan waktu yang baru. Tapi akhirnya datanglah waktu untuk mempersatukan seluruh bangsa di atas satu agama maka dengan demikian manusia bisa hidup damai sebagai satu umat. Untuk tujuan inilah diutus Nabi Suci Muhammad, yang kepadanya diberikan semua ajaran bagi seluruh dunia hingga segenap waktu yang akan datang.

 

  1. Dapatkah anda memberi dalil untuk menunjang keimanan ini?

Ya, pertama,  sementara para pengikut agama-agama lain percaya bahwa Wahyu dan petunjuk Ilahi telah diberikan kepada beberapa bangsa dan negeri tertentu, Islam mengajarkan bahwa pimpinan dari Tuhan itu datang untuk setiap bangsa dan meminta kaum Muslimin untuk mengimani segenap Nabi nasional yang telah diutus terlebih dahulu.  Jadi Nabi Suci Muhammad adalah salah seorang yang memperkuat dan menegakkan kebenaran para Nabi dari berbagai bangsa tersebut, dan meletakkan dasar kedamaian di antara mereka. Jadi beliau menjadi Nabi Dunia. Kedua, ini adalah kenyataan yang sebenarnya, sementara ajaran asli berbagai Nabi sebagian besarnya telah lenyap, sumber Islam (yakni Qur’an Suci dan Sunnah Nabi Suci saw) dapat kita peroleh sepenuhnya secara utuh. Ini menunjukkan bahwa Islam itu agama bagi sepanjang zaman.

 

  1. Akan adakah beberapa Nabi atau Rasul Tuhan setelah Nabi Suci Muhammad?

Tidak, setelah Nabi Suci Muhammad tidak akan datang Nabi maupun Rasul dari Tuhan. Alasannya adalah jelas sekali seperti dikemukakan di atas. Ajaran Tuhan diberikan kepada Nabi Suci artinya untuk segenap bangsa untuk sepanjang masa, maka seluruh dunia akan dipersatukan menjadi satu persaudaraan yang sempurna. Ajaran tersebut disajikan secara sempurna. Maka dengan demikian tidak diperlukan lagi seorang Nabi pun setelah Nabi Suci Muhammad.

 

  1. Apakah ini artinya tak ada manusia sekarang ini yang mencapai tingkatan yang dekat kepada Tuhan dan diajak berwawansabda oleh Tuhan?

Tidak, artinya bukan demikian. Maknanya sederhana yakni tidak perlu lagi ajaran agama baru, kitab suci baru maupun Nabi baru yang akan datang ke dunia ini. Tentu masih ada orang, setelah Nabi Suci Muhammad, yang dengan mengikuti ajaran Islam, dekat berhubungan dengan Tuhan dan Dia akan berbicara kepada mereka, menghibur mereka dan dekat kepada mereka bahkan di masa yang akan datang sekalipun, melalui kalimah wahyu, dan melalui impian serta visi yang benar. Di dalam sejarah Islam sudah banyak sekali contohnya para pribadi yang tulus yang sampai kepada tingkat derajat seperti ini dengan mengikuti ajaran Islam secara sempurna. Seseorang seperti ini dikenal sebagai Wali atau orang suci.

 

  1. KITAB ALLAH

 

“(Kaum Muslimin) beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada engkau (wahai Muhammad) dan kepada yang diturunkan sebelum engkau” (2:4).

“Dia telah menurunkan kepada engkau (wahai Muhammad) Kitab dengan hak, memperbaiki yang ada sebelumnya, dan Dia menurunkan Taurat dan Injil sebelumnya, petunjuk bagi kaum, dan Dia mengirimkan Pembeda (Qur’an)” (3:3).

 

  1. Apa Kitab Allah itu?

Kepada berbagai Nabi Tuhan telah menurunkan petunjuk bagi umat. Dia mewahyukan ajaran-Nya. Para Nabi menyiarkan ajaran tersebut, dan para pengikut mereka mempelajarinya lalu diajarkan kembali kepada anak-anaknya, dan anak-anak itu pun mengajrkannya pula kepada generasi berikutnya, dan seterusnya. Demikianlah bagaimana kita sampai memiliki kitab suci dari berbagai agama sampai sekarang. Islam menyebut wahyu asli yang diturunkan kepada berbagai Nabi sebagai “Kitabullah” karena maknanya disajikan dalam bentuk himpunan (baik secara lisan maupun tertulis atau kedua-duanya).

 

  1. Berikanlah beberapa nama dari Kitab Allah yang ada sekarang?

Wahyu yang dikaruniakan oleh Allah kepada para Nabi sebelum Nabi Suci Muhammad, seperti kepada Musa, ‘Isa, Krishna dan Buddha, tidak didapat sekarang dalam bentuk aslinya secara utuh. Karena itu, kitab suci yang ada sekarang dari kaum para pengikut Nabi-nabi itu masih berisi penggalan-penggalan ajaran aslinya, meskipun itu bercampur aduk dengan tambahan-tambahan maupun penafsiran belakangan. Beberapa dari kitab suci tersebut antara lain: Taurat kaum Yahudi, Injil kaum Kristen, Weda kaum Hindu, dan Zend Avesta kaum Zoroastrian.

Di pihak lain, Firman Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Suci Muhammad bisa didapat sepenuhnya dan sempurna diberikan kepada kaum Muslimin, yang dikenal sebagai Qur’an.

 

  1. Apakah kaum Muslimin beriman kepada Kitab-kitab Suci Tuhan selain kitab suci mereka sendiri?

Kaum Muslimin beriman kepada ajaran asli semua Nabi, termasuk kepada Nabi Musa, ‘Isa dan Nabi-nabi dari India, China dan lain sebagainya yang diturunkan oleh Tuhan. Dengan dasar tersebut, mereka menghormati kitab-kitab suci agama-agama lain sebab sebagian wahyu yang asli masih bisa didapat di sana. Jadi kaum Muslimin dituntut supaya beriman bahwa agama-agama yang datang sebelum Islam seperti agama Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha dan sebagainya berisi banyak kebenaran, bahkan sampai sekarang pun masih ada.

 

46.. Dalam hubungan apakah Qur’an Suci dengan kitab-kitab Suci Tuhan lainnya?

Qur’an Suci mengaku:

  1. “memperbaiki” berbagai kitab Suci yang terdahulu: “Kitab dari Allah membenarkan apa yang ada pada mereka” (2:89).
  2. “menjaga” kebenaran yang ada pada semua itu (5:48).

iii. “hakim”  yang memutuskan perbedaan mereka: Tidaklah Kami turunkan kepada  engkau Kitab kecuali engkau harus membuat jelas kepada mereka dalam  perbedaan mereka” (16:64).

  1. untuk “mewujudkan” dan “menyempurnakan” ajaran mereka (26:1; 5:3).

 

  1. Tolong jelaskan empat poin yang di atas itu sedikit lebih lanjut.
  2. Qur’an Suci membuktikan bahwa semua kitab suci yang telah diturunkan ke berbagai bangsa di dunia asalnya adalah wahyu Ilahi asli.
  3. Ia terjaga dan ajaran aslinya disajikan kembali dan bisa diperoleh untuk selamanya, karena diperkirakan hilang dan bercampur aduk dalam  teksnya.

iii. Semua Kitab Suci berasal dari Allah, tapi semua itu berubah  banyak dan menjadi  berbeda sama sekali satu sama lain, bahkan  di dalam ajaran dasarnya sekalipun.  Qur’an Suci datang sebagai “hakim” untuk memutuskan perbedaan tersebut, dan  untuk memilah-milah ajaran yang asli dari perubahan kemudian.

  1. Qur’an Suci menerangi sepenuhnya semua keimanan yang hakiki, yang sepenuhnya tidak terdapat di kitab-kitab suci terdahulu. Juga menempatkan kembali ajaran yang bersifat lokal dan temporal dengan ajaran sempurna yang  universal yang bisa didapati oleh segenap bangsa sepanjang masa.

 

 

 

 

 

  1. HIDUP SESUDAH MATI

 

“Kami telah menentukan kematian di antara kamu, dan Kami tidaklah dapat dikalahkan. Agar Kami mengubah keadaan kamu menjadi apa yang kamu tak tahu” (56:60-61).

“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhan dikau dengan perasaan ridla, amat memuaskan hati. Masuklah di antara hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke Taman-Ku” (89:27-30).

“Neraka itu adalah api yang dinyalakan oleh Allah yang menjilat-jilat di dalam hati” (104:6-7).

 

  1. Apa yang diajarkan Islam mengenai hidup setelah mati?

Islam mengajarkan bahwa manusia tidak hanya memiliki badan jasmani saja, tapi juga “rohani” yang diberikan kepada orang laki-laki maupun perempuan oleh Tuhan. Rohani itu adalah benih dari bentuk kehidupan  yang tertinggi yang tumbuh di dalam diri manusia itu sendiri, lebih tinggi dari kehidupan jasmani, sebagaimana jasmani pun tumbuh dari benih yang kecil. Seperti halnya alam di sekitar kita adalah bentuk kehidupan yang lebih tinggi yang tumbuh dari keadaan rendah, begitu pula dalam kehidupan seseorang di dunia ini ia akan mencapai kehidupan rohani yang lebih tinggi lagi. Selama hidup, perbuatan manusia membentuk dan mengesan dalam rohani, baik itu yang baik ataupun yang buruk, tergantung perilakunya. Ketika seseorang mati, badan jasmaninya habis begitu saja, namun rohani tetap ada, sebagaimana orang tersebut diberi kesan oleh perbuatannya sewaktu masih hidup. Itulah hidup setelah mati.

 

  1. Bagaimana rohani itu terbentuk selama kita hidup?

Sebagaimana perbuatan dan kebiasaan kehidupan jasmani kita mempengaruhi badan dan meninggalkan kesan padanya, begitulah perbuatan baik ataupun buruk pun mempengaruhi rohani dan meninggalkan kesan padanya. Sering kali kita merasakan sesuatu dari perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jika kita memelihara rohani kita dengan jalan shalat kepada Allah, dengan sekuat-kuatnya kita ambil makna darinya, yakni berbuat baik dan berbuat kebajikan, rohani itu akan berkembang dengan sehat. Tapi jika rohani itu diabaikan, dan orang selalu berbuat keburukan, maka ia akan menderita. Bagaikan Tuhan memberikan segenggam tanah liat kepada setiap orang. Kemudian seseorang itu membentuknya menjadi  sesuatu yang indah ataupun yang jelek dengan perbuatannya.

 

  1. Setelah mati apakah seseorang itu diganjar atas perbuatan baiknya dan dihukum atas perbuatan buruknya?

Seperti telah dikatakan di atas,  perbuatan baik bermanfaat bagi rohani dan perbuatan buruk merusaknya. Pengaruh terhadap rohani tersebut telah ditetapkan ganjaran maupun hukumannya tergantung perbuatan seseorang. Di dalam kehidupan ini kita kadang-kadang meraskan pengaruh ini, namun amat sedikit dan samar-samar. Setelah mati, ketika hanya tinggal rohani, tampaklah semua kesan perbuatan seluruh hidup itu, pengaruh dari perbuatan itu akan terasa lebih nyata dan lebih terang. Itulah ganjaran perbuatan baik dan derita akibat perbuatan jahat.

 

  1. Apakah Sorga dan Neraka itu?

Sorga dan neraka itu bukanlah suatu tempat yang terletak di alam semesta, tetapi sebenarnya keadaan batin kita sendiri atau keadaan rohani akibat perbuatan kita. Sorga dan neraka itu dimulai di dalam kehidupan sekarang ini yang ada di dalam hati seseorang. Perasaan bahagia ataupun senang karena berbuat baik adalah sorga di dalam hati seseorang. Dan perasaan bersalah, malu dan tamak karena berbuat jahat adalah neraka di hatinya. Setelah mati, sorga maupun neraka yang berkembang di dalam hati itu akan terbuka di hadapan kita dan menjadi dunia kehidupan kita kelak, dan kita hidup padanya tidaklah dengan badan jasmani seperti hidup di dunia ini namun badan rohani yang dibuat dari perbuatan kita.

 

  1. Qur’an Suci banyak sekali menyebutkan karunia dan kebahagiaan di sorga dan penderitaan hukuman neraka. Apakah sifat dari semua itu?

Sifat dari semua itu secara tepat tidak bisa diketahui di dunia ini sebab semua itu dunianya berbeda dimana gagasan tentang ruang, waktu, perasaan dan lain sebagainya tak dapat diterapkan. Namun untuk menjelaskannya kepada kita, istilah-istilah fisik biasa digunakan, seperti “taman dan sungai-sungai” bagi sorga, dan “api” bagi neraka, untuk memberikan gambaran seperti apa yang mereka rasakan.

Meskipun demikian, segala sesuatu kehidupan dunia yang akan datang itu benar-benar telah dimulai di dalam hati seseorang di dunia ini, “buah” sorga sebenarnya adalah buah perbuatan baik yang mulai dirasakan di dalam hatinya di dalam kehidupan ini, dan “api” neraka adalah api yang sama dari keinginan rendah dan ketamakan yang membakar hati seseorang di sini. Di dunia yang akan datang, semua perasaan itu akan terbuka dan terbukti dengan sendirinya sebagai kebahagiaan sorga atau penderitaan neraka.

 

  1. Apakah Hari Pembalasan itu menurut Islam?

Sebagaimana kehidupan seseorang akan berakhir, begitu pula kehidupan suatu bangsa akan berakhir, begitu pula segenap kehidupan dunia fisik ini akan berakhir. Inilah yang disebut Hari Pembalasan, yang akan membawa kehidupan rohani nyata sepenuhnya, seperti halnya dalam kehidupan fisik saat ini. Sebagaimana dikatakan di atas, segera setelah mati seseorang mulai merasa dibangkitkan kepada kehidupan yang lebih tinggi, yang dibuat dari hasil perbuatannya di saat sekarang. Tapi ini baru sebagian kenyataan saja. Di Hari Pembalasanlah setiap orang sepenuhnya dibangkitkan dan diangkat ke suatu keadaan yang lebih tinggi, yakni kehidupan rohani. Inilah yang disebut Hari Pembalasan sebab setiap orang  akan menjadi sadar sepenuhnya akan akibat perbuatannya selama hidup di dunia ini, dan mempunyai jasad (seakan begitulah dikatakan) yang dibuat dari perbuatannya sendiri baik dia laki-laki maupun perempuan.

 

  1. Adakah hal penting lainnya tentang sorga dan neraka yang diungkapkan oleh Islam?

Ya. Hidup sesudah matilah yang sebenar-benarnya titik awal kehidupan manusia selanjutnya. Mereka yang berada di sorga tumbuh berkembang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi ilmu dan kesempurnaan imannya. Neraka artinya membersihkan mereka yang menghuninya akibat perbuatan buruknya, dan begitulah agar menjadikan mereka bisa menyesuaikan diri untuk perkembangan lebih lanjut. Inilah yang dikatakan hukuman, oleh karena itu, tidaklah abadi.

  1. Apakah kaum Muslimin percaya akan re-inkarnasi, yakni, setelah mati, seseorang itu bisa lahir kembali ke dunia ini untuk kehidupan yang lain, dan dengan cara ini bisa hidup beberapa kali di bumi?

Tidak. Islam mengajarkan kelangsungan hidup rohani dan karenanya tidak bisa kembali lagi ke dunia ini setelah kematian jasmaninya. Teori re-inkarnasi mengajarkan bahwa jika seseorang  lahir dalam keadaan miskin atau melarat, atau karena menderita karena ketidak mampuannya ataupun tak maju-maju, ini adalah hukuman baginya karena perbuatan buruknya yang dilakukan di masa lalunya; dan jika seseorang itu makmur, sehat, dan termasuk dari keluarga berada atau kaya, itulah ganjaran dari perbuatan baiknya yang dilakukan di masa lalunya. Jika seseorang mempercayai ini, ini berarti kita harus memperlakukan orang miskin, orang melarat, dan menderita karena dia patut menerima kemalangannya, dan tidak ada rasa simpati kepada mereka sebab mereka hanya mengambil balasan hukumannya; dan kita harus hormat kepada orang kaya dan senang karena mereka telah menerima ganjarannya akibat perbuatan masa lalunya. Sikap seperti itu tak berperikemanusiaan dan bertentangan dengan dasar ajaran Islam.

Islam mengajarkan bahwa setiap orang dilahirkan dengan jiwa yang suci, tidak ada batasan beban yang dilakukan masa lalunya, dan orang-orang yang nampaknya menghadapi kesukaran di dunia ini dan mereka yang tampil dengan segala kebahagiaan yang dinikmatinya, semuanya ada dalam “ujian” untuk melihat bagaimana mereka berlaku dalam keadaan seperti itu. Itu bukanlah hukuman ataupun ganjaran. Dalam pandangan Tuhan, orang mulia adalah orang laki-laki maupun perempuan yang terbebas dirinya dalam kondisi yang mereka jumpai.

 

  1. Apa manfaatnya dari keimanan Muslim dalam kehidupan sesudah mati?

Pertama, ia mengajak manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat. Ini karena ia sadar bahwa perbuatan baik itu akan selalu membawanya kepada kemaslahatan, meskipun ia tidak menyadarinya saat itu; dan ia tahu bahwa perbuatan jahat, bahkan meskipun seseorang itu tidak menyadarinya berbuat begitu, perbuatan itu akan terjawab, dan ia akan menghadapi konsekuensinya di hari kemudian jika tidak segera dirasakan saat sekarang.

Kedua, ia mengajarkan manusia untuk melihat harga dirinya dan orang lain, daripada melihat bentuk lahirnya (seperti kekayaan, kedudukan, kecantikan ataupun pendidikan atau titel). Ini sebab dia tahu bahwa harga diri manusia itulah yang hakiki, dan inilah yang akan hidup selama-lamanya, sementara kepemilikan kehidupan lahiriah sungguh akan hilang dan lenyap, dan bahkan seringkali sebelum dia mati.

 

 

  1. DO’A/SHALAT

 

“Rabb kamu berfirman: Berdo’alah kepadaKu, Aku akan mengabulkanmu”(40:60).

“Sesungguhnya shalat itu mencegah (seseorang dari perbuatan buruk dan munkar” (29:45).

“Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, dan ini sukar sekali

kecuali bagi orang yang rendah hati”(2:45).

 

 

  1. Apakah do’a itu?

Do’a itu untuk menempatkan diri kita bersentuhan dengan Tuhan, mengingatkan diri kita akan keagungan, kebaikan dan keindahan-Nya, mengingatkan kembali bagaimana kita dapat meningkatkan akhlak yang telah Dia tanamkan di dalam diri kita, ingat (mensyukuri)  kesuksesan yang telah Dia letakkan di hadapan kita, dan mohon pertolongan-Nya agar memudahkan kita untuk berbuat baik dan menjauhkan perbuatan jahat. Do’a juga membuat kita supaya kita bisa melihat kehidupan diri kita sendiri dengan segala keberhasilannya maupun ketidakberuntungannya dalam arti yang hakiki, dan membuat diri kita merenung sejenak  untuk melihat apa yang akan kita perbuat dalam pandangan yang dikehendaki Tuhan untuk kita perbuat.

 

  1. Apakah do’a itu perlu?

Sebagaimana jasmani membutuhkan makanan, kebersihan dan latihan untuk membuatnya fit untuk hidup setiap hari, ruhani atau jiwa itu pun membutuhkan makanan rohani demi perkembangannya, dengan demikian akhlak dan sikap seseorang itu pun tetap baik dan sehat. Kebutuhan rohani disediakan oleh amal perbuatan ibadah dan pengabdian, yang paling penting dan perlu sering dilakukan adalah do’a. Tanpa memberikan kebutuhan tersebut bisa melemahkan kemuliaan orang, merusak kemampuannya untuk berbuat baik dan menjauhkan kejahatan, sebagaimana  tak cukup makanan membuat badan jasmaninya tidak fit untuk bekerja dan rentan terhadap penyakit.

 

  1. Hal apakah yang paling penting diajarkan Islam mengenai do’a?

Di antara yang penting lainnya mengenai do’a, pertama-tama seseorang harus melaksanakan do’a “seolah-olah ia melihat Tuhan”, atau paling tidak menyadari bahwa ia ada di hadapan Tuhan. Ini maknanya bahwa do’a itu harus dilaksanakan dengan penuh perhatian, memusatkan pikiran dan dengan perasaan hati, seperti halnya kita berbicara kepada seseorang yang ada di hadapan kita. Hal penting lainnya yang diajarkan Islam tujuan utama shalat itu ialah menuntun seseorang untuk berbuat baik, mencegah perbuatan jahat, dan untuk berbuat lebih baik lagi terhadap orang lain. Jika do’a itu tidak memiliki pengaruh ini dalam kehidupan dan sikap seseorang sehari-hari, itu artinya, baik laki-laki maupun perempuan tidak melaksanakan do’a secara benar sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam.

  1. Bagaimana seseorang melakukan do’a dalam Islam?

Do’a, sudah tentu, dalam pengertian umum adalah menghadap Tuhan. Islam menjelaskan-nya secara khusus mengenai do’a ini agar membuatnya sistematis dan untuk memudahkan seluruh masyarakat untuk berdo’a berjamaah. Detailnya do’a dalam Islam dapat diperoleh dalam banyak kitab. Singkatnya, sikap badan tertentu dilakukan (i’tidal, ruku, sujud, dan duduk di lantai) yang masing-masing dilakukan bacaan do’a dan ucapan-ucapan lainnya memuji dan meninggikan Tuhan. Inilah do’a yang dilakukan terus menerus yang dinamai shalat, dan dilaksanakan secara berjamaah ((jika memungkinkan) ditetapkan lima kali sehari. Terpisah dari shalat, seseorang dapat berdo’a kepada Tuhan di setiap waktu, maupun di setiap situasi,  bisa menggunakan kata-kata yang dipilih orang tersebut.

 

  1. Apakah manfaatnya berbagai sikap selama shalat?

Ini untuk memberikan tekanan dan perasaan yang lebih kuat terhadap kata-kata dalam shalat yang diucapkan, dan sebenarnya ditujukan kepada Tuhan dengan sepenuh hati dan bukan hanya di lidah saja. Hal ini seperti seseorang berbicara satu sama lain mereka menggerakkan tangan, kepala dan lain sebagainya untuk menekankan apa yang sedang dia ucapkan. Sikap berdiri seolah-olah berkata kepada Tuhan bahwa kita siap-sedia taat pada-Nya. Beruku’ dan bersujud adalah untuk mengungkapkan perasaan yang dalam bahwa kita mau tunduk kepada perintah Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari dan patuh kepada-Nya dengan penuh kerendahan hati. Kata-kata yang diucapkan dalam dua posisi ini maknanya bahwa “Tuhan tidak tercela (maha suci) dan Maha Luhur”, yakni kita, yang tidak sempurna ini, merendahkan diri di hadapan Yang Maha Sempurna, melalui kontak dengan-Nya, keburukan kita bisa dibuang.

 

  1. Do’a-do’a apakah yang diucapkan dalam shalat seseorang?

Pertama-tama, ada beberapa do’a dan ungkapan singkat yang harus diucapkan dalam posisi tertentu selama shalat dalam bahasa Arab. Do’a paling utama adalah Al-Fatihah, surat pertama dari Qur’an Suci yang terdiri dari tujuh ayat pendek-pendek, yang menjadi jantungnya seluruh shalat. Tambahan do’a-do’a yang sunnah, kita boleh mengucapkan do’a yang kita suka menurut bahasa  yang kita pilih pada tingkatan tertentu dalam shalat. Firman Qur’an dan sabda Nabi Suci Muhammad saw berisi sejumlah besar do’a yang tepat dan indah untuk berbagai keadaan. Sudah tentu kita harus tahu sepenuhnya makna setiap do’a yang kita ucapkan, baik dalam bahasa Arab ataupun lainnya, dan itu harus diucapkan dengan penuh kehadiran pikiran dan ketulusan hati.

 

  1. Tolong jelaskan secara ringkas makna Al-Fatihah itu?

Ini adalah do’a yang mendasar bagi kaum Muslimin, yang mengilustrasikan tujuan orang beribadah:

  1. Segala puji bagi Allah, Tuhan sarwa sekalian alam.
  2. Yang Maha-pemurah, Yang Maha-pengasih.
  3. Yang Memiliki Hari Pembalasan.
  4. Kepada Engkau kami mengabdi, dan kepada Engkau kami mohon pertolongan.
  5. Pimpinlah kami pada jalan yang benar.
  6. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.
  7. Bukan jalan orang-orang yang terkena murka dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
  8. Apakah hal penting yang perlu dicatat mengenai do’a ini?

Kita berdo’a agar mendapat petunjuk pada jalan yang benar sepanjang waktu, maka selama itu pula kita mendapat kemajuan secara konstan dan berkembang menuju akhlak yang baik yang telah Tuhan tanamkan dalam diri setiap orang. “Jalan benar” ini yang telah diberikan kepada orang-orang tulus sepanjang zaman yang berjalan, yang kehidupan mereka menunjukkan bahwa Tuhan telah mengaruniakan kepada mereka dengan karunia rohani-Nya. Sementara berdo’a untuk ini, kita ingat kembali bahwa kita ini lemah, dan karena itu kita pun berdo’a agar kita bisa mencegah perbuatan tidak benar maupun iman yang tak benar (no.7). Ini membuat perasaan seseorang berendah hati sementara ia berjalan di jalan yang benar, dan mencegah kesombongan, mementingkan diri sendiri dan puas diri.

 

  1. Mengapa bagian-bagian shalat itu diucapkan dalam bahasa Arab?

Alasan utamanya adalah, ketika shalat itu dilaksanakan berjamaah, beberapa kata dan kutipan dibaca dengan suara keras oleh Imam, maka jamaah yang bermakmum dalam shalat selaras dan harmonis layaknya satu badan. Sejak Islam menjadi agama internasional dan kaum Muslimin bershalat jamaah bisa jadi datang dari berbagai negeri (sebagaimana sering terjadi dalam do’a bersama di kalangan bangsa Barat), menggunakan bahasa Arab, bahasa asli al-Qur’an, maknanya ialah mereka bisa shalat bersama. Shalat dan ungkapan dalam bahasa Arab perlu sekali dipelajari oleh seorang Muslim secara singkat dan mudah, dan dapat dipelajari sejak kanak-kanak dalam beberapa hari saja. Menggunakan bahasa Arab juga mempermudah orang dalam pertemuan ibadah Hajji (di Makkah, Saudi Arabia) dari berbagai bagian dunia, untuk beribadah bersama dalam satu langkah.

 

  1. Apakah maksud shalat itu untuk membawa orang menjadi dekat satu sama lain?

Ya. Disamping menjadikan orang dekat kepada Tuhan, tujuan utama lain dari shalat itu untuk mempersatukan orang dan mengajarkan kepada mereka akan persamaan dan persaudaraan. Mereka yang beribadah itu berdiri bersama, bahu membahu, tanpa perbedaan suku, bangsa warna, kekayaan, keluarga, kedudukan dan lain sebagainya dan semua bershalat bersama bagaikan satu badan.  Mereka merasa rendah di hadapan Tuhan dan bersaudara di antara mereka. Shalat diakhiri bersamaan wajah mereka menengok ke kanan dan ke kiri, dan ke setiap arah mengharap kedamaian dan rahmat Ilahi bagi seluruh dunia. Tujuan shalat karenanya melatih orang untuk memperoleh akhlak dan karakter yang membawa mereka damai ke seluruh dunia.

 

  1. PUASA

 

“Wahai orang yang beriman, puasa diwajibkan kepada kamu, sebagaimana itu diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu (yakni pada agama-agama terdahulu), agar kamu menjaga diri dari kejahatan …  (2:183).

“Dan bila hamba-Ku bertanya kepada engkau (wahai Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya  Aku ini dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a bila dia berdo’a kepada-Ku…” (2:186).

 

  1. Apa puasa yang diwajibkan oleh Islam itu?

Puasa adalah bentuk latihan untuk mencegah segala perbuatan buruk dengan belajar mengontrol keinginan seseorang. Ia terdiri dari meninggalkan, untuk periode waktu yang ditetapkan, yang paling ditekankan  pada manusia, ialah tekanan untuk merasakan lapar, haus dan keinginan seksual, dan mengabdikan diri untuk melayani dan menolong orang lain sementara tak mengindahkan kebutuhan sendiri.

 

  1. Bagaimana puasa dilakukan di dalam Islam?

Selama bulan yang dikenal sebagai bulan Ramadlan dalam kalender Islam, setiap hari dimulai sejak fajar menyingsing dinihari hingga terbenamnya matahari, seseorang tidak diperbolehkan makan dan minum (atau hubungan seksual). Anda boleh makan sementara keadaan masih gelap menjelang fajar menyingsing, kemudian jangan makan dan minum apa pun hingga matahari terbenam ketika puasa itu berakhir. Selama jam-jam berpuasa, harus berusaha keras untuk berbuat baik, murah hati dan menolong orang lain, dan mencegah segala yang buruk atau yang bisa merugikan orang lain.

 

  1. Apakah setiap Muslim berpuasa di bulan Ramadlan?

Setiap Muslim dewasa yang sehat laki-laki maupun perempuan harus berpuasa selama bulan Ramadlan. Bagi mereka yang jatuh sakit atau dalam perjalanan di dalam bulan ini tak usah berpuasa di hari-hari tersebut dan harus dilengkapinya puasa yang ditinggalkan itu setelah Ramadlan. Orang yang tak kuasa untuk berpuasa selamanya, atau mereka karena alasan tertentu tidak bisa puasa dalam waktu yang panjang, seperti orang yang sudah terlalu tua, sakit yang terus-menerus, dan perempuan yang sedang hamil atau sedang menyusui, dan lain-lainnya, dapat bersedekah sebagai pengganti puasa. Sedekah itu terdiri, paling tidak, memberi makan kepada seorang miskin setiap meninggalkan puasa.

 

  1. Bagaimana puasa bisa membuat kita meninggalkan keinginan buruk yang bisa mengarah ke perbuatan jahat?

Selama berpuasa, seseorang merasa sekali ingin makan dan minum, namun demikian ia menahan segala keinginan yang kuat itu karena taat kepada Tuhan. Latihan sehari-hari ini, selama satu bulan, melatih dan memperkuat kemampuannya untuk mengontrol keinginan buruk dalam kehidupan sehari-hari yang bisa menjurus ke perbuatan jahat. Sebagaimana halnya latihan untuk memperkuat jasmani, kemudian dapat melawan penyakit lebih mudah lagi.

 

  1. Apakah ada manfaat akhlak lainnya dari puasa itu?

Ya. Pertama, manusia ditarik untuk lebih dekat kepada Tuhan sebab ketika dia merasakan lapar atau haus selama puasa, saat inilah dekatnya Tuhan yang bisa menyetopnya dari perasaan keinginannya. Ini membuatnya merasa bahwa Tuhan selalu dekat padanya. Kedua, puasa mengajarkan seseorang untuk berlaku sabar dan dapat mengatasi kesukaran, untuk itulah dia itu dilatih selama berpuasa. Ketiga, membuat kita sadar akan karunia besar makanan dan minuman yang begitu mudah diperoleh,  bahkan yang secara normal bisa kita ambil sewajarnya. Keempat, mengekang perasaan serakah yang selalu tumbuh dalam diri orang ketika mereka memiliki segala sesuatu yang mereka butuhkan, dan bahkan lebih dari itu.

 

  1. Dan apakah puasa itu mengajarkan kita bagaimana memperlakukan orang lain?

Puasa membuat kita sadar terhadap penderitaan dan perasaan mereka yang tak punya dan miskin. Tujuan utama puasa itu adalah untuk belajar peduli tentang kebutuhan orang lain dengan mengurangi kebutuhan diri sendiri. Inilah mengapa semua jenis amal sedekah itu khususnya digalakkan selama bulan puasa. Dengan mengurangi konsumsi makanan dan minuman untuk diri sendiri selama berpuasa, anda melatih diri untuk memudahkan meninggalkan hak milik anda sendiri, suka dan rela, dengan tujuan untuk menolong dan mengabdi kepada orang lain.

 

  1. HAJJI ATAU BERZIARAH KE MAKKAH

 

“Sesungguhnya rumah pertama yang ditetapkan (untuk ibadah) bagi manusia ialah rumah yang ada di Bakkah (Makkah), yang diberkahi dan pimpinan bagi sekalian bangsa … dan barangsiapa memasukinya ia akan aman; dan ibadah hajji ke rumah itu wajib bagi manusia karena Allah, bagi yang mampu mengadakan perjalan ke sana” (3:96-97).

 

  1. Apakah Hajji itu?

Setiap tahun, di awal bulan ZulHijjah dalam kalender Muslim, pertemuan besar kaum Muslimin diselenggarakan di Makkah, Saudi Arabia, dimana mereka bersepakat bahwa hanya ada Satu Tuhan bagi segenap umat manusia dan mereka semua itu sama, tidak ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan maupun kedudukan. Kesempatan ini dikenal sebagai Hajji atau berziarah ke Makkah. Berziarah pergi ke Makkah adalah pengorbanan perseorangan yang cukup besar, dan meninggalkan kesenangan hidup sementara berada di sana. Dari kerja kerasnya, dia belajar bahwa manusia harus mengorbankan keinginan rendahnya jika dia ingin mencapai kedekatan kepada Ilahi dan menegakkan persaudaraan seluruh dunia dengan persamaan dan cinta.

 

  1. Tolong kemukakan garis besarnya yang penting dari Hajian tersebut?

Semua peziarah, pada tiga hari permulaan dari Ziarah tersebut, memakai dua potong kain  sederhana. Jadi perbedaan kekayaan, kedudukan dan keluarga dihilangkan selama Hajian dengan menampilkan setiap orang sama bentuk lahirnya. Hajian itu sendiri terdiri dari sejumlah amal ibadah dan dzikir kepada Ilahi, yang dilaksanakan oleh perseorangan dalam menemani jamaah yang maha besar. Dua ibadah yang paling utama dari itu adalah tawwaf  (berputar mengelilingi Ka’bah, empat tembok sederhana dimana kaum Muslimin seluruh dunia menghadap ke sana dikala bershalat), dan para peziarah berkumpul di lapangan  terbuka yang disebut Arafah untuk mengagungkan Ilahi.

 

  1. Apa pentingnya dari amal perbuatan tersebut?

Semua amal ibadah tersebut adalah pengalaman rohani yang tinggi. Dengan mengelilingi Ka’bah, peziarah tersebut mengungkapkan rasa cinta yang begitu besar kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab bangunan tersebut peringatan termulia dan tertua untuk membentuk keimanan tersuci kepada Keesaan Ilahi. Mengelilingi Ka’bah seolah dikatakan bahwa kehidupan seseorang harus berputar di sekitar keesaan Ilahi. Berkumpul di Arafah, di sana ada lautan manusia yang maha luas, orang dari berbagai warna kulit, suku, bangsa, bahasa, dari berbagai tingkat kehidupan, kaya maupun miskin, yang tinggi maupun rendah, tapi semua benar-benar sama, berpakaian yang sama sederhana, berdzikir kepada Tuhan dengan cara yang sama pula.  Dari sini, para peziarah membawa oleh-oleh pelajaran persamaan hak dan persaudaraan umat manusia, yang hanya bisa datang melalui keimanan kepada Keesaan Ilahi.

 

76.. Apakah kaum Muslimin menyembah Ka’bah, atau percaya bahwa Tuhan hidup di sana?

Tidak. sungguh tidak.  Bagaimana mereka bisa menyembah Ka’bah bila, kenyataannya, mereka pergi ke sana untuk ingat bahwa Tuhan itu Maha Esa? Dan, menurut kepercayaan Muslim, Tuhan ada di mana saja di alam jagat raya kita ini, maka Dia tidak menempati suatu tempat atau bangunan. Ka’bah itu adalah bangunan memorial tertua untuk mengimani Keesaan Ilahi, yang ada hubungannya dengan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad saw yang mengajarkan keimanan ini begitu teguh. Ini adalah tempat bermusyawarah semua bangsa, yang datang bersama-sama dan ingat bahwa hanya keimanan inilah yang dapat mempersatukan mereka. Meskipun Tuhan itu berada di mana saja, namun jutaan orang berkorban cukup besar untuk bertemu di satu tempat hanya untuk beribadah kepada-Nya saja,  yang tempat itu tepat sekali mendapat julukan “Rumah Tuhan”, sebagaimana juga disebut Ka’bah.

 

 

 

 

  1. SEDEKAH

 

“Kamu sekali-kali tak dapat mencapai ketulusan, kecuali jika kamu membelanjakan apa yang kamu cintai “(3:92).

 

  1. Apa artinya bersedekah dalam Islam?

Sedekah, yang biasa diungkapkan dalam Qur’an Suci “membelanjakan apa yang telah Tuhan karuniakan kepada kamu”, maknanya menggunakan energi, kecakapan, kekayaan, uang, kepemilikan, atau apa saja yang kamu miliki untuk menolong dan berbuat baik kepada mereka yang membutuhkan bantuan. Dalam Islam sedekah itu sering sekali disebutkan bersamaan dengan shalat sebab shalat itu hubungan manusia dengan Tuhan, atau kewajiban manusia terhadap Tuhan, sedangkan yang awal (yakni sedekah) melaksanakan hubungannya dengan sesama manusia, dan yang pada hakikatnya adalah dengan segenap makhluk Tuhan. Shalat mengungkapkan cinta kepada Tuhan, berserah diri kepada-Nya, dan mengharapkan bisa membawa akhlak Ilahi yang letaknya tersembunyi di dalam diri setiap orang. Sedekah adalah ungkapan rasa simpati dan suka berbuat baik kepada makhluk Tuhan, diterapkan dalam amal perbuatan dari ajaran yang Anda pelajari dalam shalat.

 

  1. Berikanlah beberapa contoh dari amal sedekah dalam Islam.

Banyak sekali contoh yang dapat diberikan karena sedekah itu berbuat kebaikan apa saja terhadap seseorang, bahkan terhadap anda sendiri agar anda lebih bermanfaat bagi orang lain, dengan sesuatu yang telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada anda, itu pun bersedekah. Memberi makan orang yang lapar, menolong kaum miskin, memelihara yang tak mampu seperti anak yatim, mengulurkan tangan bagi yang tak mampu, membantu orang nganggur agar mendapat pekerjaan, dan lain sebagainya, semua itu adalah contoh nyata bersedekah yang diajarkan oleh Islam. Namun juga diajarkan yang lainnya, beramal sedekah sekecil apa pun bisa dilakukan seseorang setiap hari. Menolong seseorang dalam cara apa pun, menunjukkan jalan kepada orang tak dikenal, berbicara baik agar orang senang, memberikan nasehat atau membagi ilmu kepada seseorang, menyingkirkan suatu rintangan dari jalan agar tidak mencelakakan orang, bahkan mencegah agar tidak melukai seseorang, semua itu adalah amal sedekah dalam Islam.

 

  1. Bersedekah itu dikira memberikan uang atau berderma kepada pengemis miskin, dan dikatakan untuk menurunkan derajat mereka dan membuat mereka merasa lebih rendah. Ini tidak Islami, lalu apa?

Memang benar tidak begitu. Pertama, bersedekah dalam Islam jauh lebih luas dari sekedar memberikan uang kepada kaum papa, dan itu dapat dibiasakan dengan baik bahkan dikala tidak ada kemiskinan sekalipun, sebagaimana ditunjukkan di atas. Kedua, bersedekah, atau berbuat setiap kebaikan kepada seseorang, harus dilakukan sebagai suatu kewajiban, bukan untuk merendahkan derajat mereka atau meminta balasan terima kasih. Qur’an Suci menjelaskan kepada kita:

“Ucapan yang manis dan pengampunan lebih baik dari pada sedekah yang diikuti  ucapan yang menyakitkan hati …. Wahai orang yang beriman, janganlah sedekah  kamu menjadi sia-sia dengan mencomel dan menyakitkan hati, seperti orang yang  membelanjakan hartanya karena ingin dilihat orang…” (2:263-264).

Ketiga, sedekah itu harus dilakukan secara diam-diam karena cinta kepada Allah (lillahi Ta’ala), ingin selalu berbuat baik kepada makhluk-Nya, sebagaimana Qur’an mengatakan tentang orang-orang tulus:

“Mereka memberi makan, karena cinta kepada-Nya (Allah), kepada orang miskin,  anak yatim, dan budak belian. Kami memberi makan kepada kamu hanya karena  mencari perkenan Allah. Kami tak menginginkan pembalasan dari kamu, dan tak  pula terima kasih” (76:8-9).

 

 

 

  1. Bagaimana pentingnya bersedekah itu?

Sedekah itu sangat ditekankan sekali kepada kaum Muslimin, begitu kuat tekanan itu hingga Nabi Suci Muhammad bersabda bahwa setiap anggota badan pun harus berbuat sedekah setiap hari, baik itu dilakukan oleh tangan, kaki ataupun lidah. Tak seorang pun yang tak dapat berbuat sedekah kepada orang lain. Menurut Nabi Suci, jika seseorang tidak bisa memberikan sesuatu, dia harus bekerja dan berusaha, lalu memberikan hasilnya, jika tidak ada yang bisa diberikan, dia harus menolong seseorang dalam kesukaran, jika tak kuasa juga, karena beberapa alasan, sekalipun begitu, dia harus mencoba berbuat baik yang dia bisa dan mencegah dari perbuatan yang bisa merugikan orang lain.

Terpisah dari sedekah pada umumnya, Islam mewajibkan semacam pajak terhadap milik seseorang, ini yang dikenal sebagai Zakat, yang harus dibelanjakan demi kesejahteraan mereka yang tak beruntung. Ini akan dijelaskan lebih lanjut pada No.83.

 

  1. Kepada siapa seorang Muslim dapat memberikan sedekah?

Sebagaimana amal sedekah itu sangat luas sekali gunanya  dalam Islam, begitu pula ruang lingkup tersebut terhadap siapa saja bisa dilakukan secara luas. Dimulai dari orang yang ada di sekeliling kita – keluarga kita, kawan dan tetangga – kemudian meluas ke segenap kaum Muslimin dan pula kepada para pengikut agama lain. Sebenarnya, sedekahnya seorang Muslim itu meliputi pula terhadap hewan. Qur’an Suci menganjurkan bahwa seseorang harus selalu peduli kepada mereka yang mungkin membutuhkan meskipun tanpa meminta pertolongan (2:273).

 

  1. Jenis apakah yang harus diberikan dalam sedekah?

Dalam hal beramal sedekah bila kita memberikan sesuatu, Qur’an Suci mengajarkan bahwa kita harus memberikan sesuatu yang baik dan berguna, bukan barang yang tak bisa dipakai atau barang yang tak layak, dan barang-barang itu harus yang kita sukai sendiri (2:267). Lebih dari itu, barang-barang yang akan diberikan dalam sedekah harus diperoleh oleh seseorang itu dari hasil atau usaha yang halal.

 

  1. Jelaskanlah apa Zakat itu?

Sebagaimana Islam telah menerangkan seperangkat bentuk Shalat, agar memudahkan kita untuk melakukannya secara bersinambung, begitu pula ia memberikan bentuk jalan keluar dari sedekah itu dan membuatnya wajib, agar menjadi kewajiban yang bersinambung pula. Jalan keluar bentuk sedekah itu adalah yang disebut Zakat, dan terdiri dari memberikan sebagian khusus dari kekayaan seseorang setiap tahun kepada lembaga zakat. Lembaga zakat ini diurus oleh kaum Muslimin atau oleh Pemerintahan Muslim, dan itu digunakan untuk membantu kaum miskin, orang yang tak mampu, pengangguran dan lain-lain yang membutuhkan.

 

  1. Apakah Zakat itu seperti pajak?

Dalam hal menarik dan membelanjakan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintahan Muslim, zakat itu seperti pajak. Karenanya, perbedaan utama zakat itu adalah suatu kewajiban agama yang harus dilaksanakan karena ketaatan kepada Tuhan dan rasa simpatik terhadap orang. Jadi berzakat secara moral bermanfaat bagi yang membayarnya sebab mengembangkan rohani yang mementingkan diri dan mengekang perasaan tamak. Perlu diketahui bahwa kata “pajak” maknanya “beban”, namun “zakat” maknanya sesuatu yang membersihkan anda.

 

  1. Mengapa sedekah dan zakat secara umum itu menjadi kewajiban dalam Islam?

Sebab ia menjadikan akhlak yang mulia dan luhur pada diri seseorang, yang ini sebenarnya menjadi tujuan utama menurut Islam. Tuhan telah mengaruniakan kepada seseorang berbagai kecakapan dan kekayaan, seperti halnya ilmu pengetahuan, uang, kekuatan, beberapa kecakapan atau skill, dan lain sebagainya. Setiap orang pasti menggunakan sumber yang dikaruniakan itu, baik itu laki-laki maupun perempuan, untuk kemaslahatan orang lain maupun kepada makhluk Tuhan lainnya, dan akhirnya bukan untuk kepentingan diri sendiri. Jika prinsip dasar ini diabaikan, di sana bukan hanya tidak bisa meredakan orang yang tertekan dan menderita yang membutuhkan, tapi pertumbuhan mementingkan diri sendiri membuat saudaranya menjadi musuh yang mematikan; dan masyarakat maupun umat manusia terbagi kepada berbagai kelompok dan golongan yang semuanya mencoba saling merampas segala sesuatu satu sama lain.

 

 

 

 

 

  1. JIHAD

 

 

  1. Apa jihad itu?

Jihad dalam bahasa Arab artinya “berjuang keras”  atau berusaha keras pada diri anda sendiri untuk mencapai kekuatan dan kemampuan. Qur’an Suci seringkali menekankan kaum Muslimin untuk berjuang keras, menggunakan kata jihad berarti berjuang.

 

  1. Perjuangan apakah yang dibicarakan oleh Qur’an Suci?

Qur’an menyebutkan beberapa tujuan di bawah ini dimana kaum Muslim harus berjuang keras:

  1. mencapai kedekatan kepada Tuhan, dengan berjuang untuk mengatasi segala keinginan rendah anda.
  2. untuk tetap setia kepada Islam meskipun dalam keadaan susah, seperti ketika menghadapi hukuman atau pun problem lain.
  3. berpartisipasi mempertahankan masyarakat Muslim ketika diserang musuh yang ingin menghancurkan Islam.
  4. menyampaikan risalah Islam kepada orang lain, dengan mencurahkan waktu dan uang anda demi tugas ini.

 

  1. Dapatkan anda mengutip beberapa ayat dari Qur’an Suci untuk menjelaskan ini?

Menunjuk kepada empat nomor pertanyaan terakhir, di bawah ini kami berikan beberapa ayat Qur’an yang menyebutkan jenis-jenis perjuangan tersebut. Kata yang diterjemahkan sebagai “berjuang” di ayat-ayat ini adalah jihad:

 

  1. “Mereka yang berjuang untuk Kami, Kami pasti akan memimpin mereka ke jalan Kami” (29:69).

Di dalam ayat tersebut, Tuhan berfirman bahwa Dia memimpin ke jalan yang benar mereka yang berjuang keras untuk mencapai kepada-Nya. Ini adalah jihad untuk menumbuhkan diri anda dengan berbuat baik dan menjauhi keinginan rendah.

 

  1. “Sesungguhnya Tuhan dikau melindungi orang yang berhijrah setelah mereka difitnah, lalu mereka berjuang dan sabar, sesungguhnya Tuhan dikau Yang Maha- pengasih dan Maha-penyayang” (16:110).

Ayat ini membicarakan kaum Muslimin yang dianiaya di Makkah, dan mereka mengungsi meninggalkan rumah mereka. Jihad mereka tetap sabar dan tabah sementara menghadapi berbagai kesulitan.

 

  1. “Allah membuat orang-orang yang berjuang dengan harta mereka dan jiwa mereka, lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang tinggal di belakang” (4:95).

Ayat ini menunjuk pada peristiwa perang yang dilakukan oleh kaum Muslimin, dan dikatakan bahwa mereka yang berjuang dengan mencurahkan harta dan jiwanya demi perjuangan tersebut, mereka memiliki derajat yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak berjuang.

 

  1. “Berjuanglah melawan mereka (kaum kafir) dengan (Qur’an) ini dengan perjuangan yang hebat” (25:52).

Di sini kaum Muslimin diberitahu untuk melakukan perjuangan (jihad) yang “hebat” terhadap mereka yang kafir dengan menyiarkan Qur’an kepada mereka berupa hujjah, dalil, argumen dan keindahannya agar bisa meyakinkan mereka tentang kebenaran Islam.

 

  1. Jadi Jihad itu bukan berarti perang yang dilakukan kaum Muslimin terhadap kaum non Muslim?

Ya bukan, sungguh bukan begitu. Kata jihad  itu sendiri bukan berarti perang, tidak juga di dalam Qur’an Suci artinya perang. Meskipun kaum Muslimin masih tinggal di makkah, selama setengah bagian dakwah Nabi Suci, sebelum menjadi pemerintahan Muslim maupun adanya pasukan tempur, Tuhan telah memerintahkan mereka untuk berjihad dengan firman-Nya:

“Berjuanglah di jalan Allah dengan perjuangan yang benar” (22:78).

Ini tidak berarti bertempur perang. Itu hanya berarti berjuang untuk mencapai kedekatan pada Allah dan demi membela perkara Islam.

 

  1. Mengapa kata jihad itu diterapkan untuk perang di zaman Muslim permulaan?

Sebab perang tersebut dilakukan demi mempertahankan keberadaan agama Islam, dan sebab kaum Muslimin berjuang keras dengan risiko hidup mereka dan mengorbankan harta milik mereka. Ambil bagian dalam pertempuran tersebut adalah perjuangan besar, dilakukan demi menjaga Islam dari kehancuran dan tak ada alasan lain.

Sebelum mereka mengungsi (hijrah) ke Madinah, sementara mereka tinggal di Makkah, para pemeluk Islam menghadapi penderitaan pengejaran dan siksaan. Tapi menghadapi semua itu mereka tetap bersabar. Di dalam Qur’an hal ini pun disebut jihad dalam diri mereka. Setelah kaum Muslimin mendapat kekuatan untuk hijrah ke Madinah, para lawan Islam di Makkah memutuskan untuk memerangi mereka. Maka kaum Muslimin bertempur mempertahankan diri. Karena mereka tak memiliki tentara dan persenjataan, setiap anggota masyarakat kaum Muslimin melakukannya dan memberikan apa saja yang mereka miliki baik laki-laki maupun perempuan. Mereka secara sukarela ikut berjuang di medan tempur, dan mereka memberikan uang dan harta miliknya untuk perang tersebut. Karena itu disebutlah jihad dengan arti jiwa dan raga serta harta.

 

  1. Apakah ini artinya bahwa Islam hanya mengizinkan kaum Muslimin berperang untuk membela alasan tertentu?

Ya, dan alasan-alasan tersebut jelas sekali diterangkan di dalam Qur’an Suci. Ia berfirman:

“Perang diizinkan kepada orang-orang yang diperangi karena mereka dianiaya ……  yaitu orang-orang yang diusir dari rumah mereka tanpa alasan yang benar kecuali  mereka berkata: Tuhan kami adalah Allah” (22:39-40).

 

“Berperanglah di jalan Allah melawan mereka yang memerangi kamu, tetapi  janganlah kamu melanggar batas. Sesungguhnya Allah itu tak menyukai orang yang  melanggar batas” (2:190).

 

Hanya untuk membela diri sajalah perang itu diizinkan oleh Islam, dan bukan untuk menaklukkan negeri atau memperbudak rakyat lain. Nabi Suci berperang hanya di bawah kondisi seperti ini. Sebenarnya, kaum Muslimin pada waktu itu tidak menginginkan perang, sebagaimana Qur’an berfirman menunjuk mereka:

“Perang diwajibkan kepada kamu, meskipun itu tidak disukai oleh kamu” (2:216).

 

  1. Jika jihad itu bukan berarti bertempur perang, dapatkah setiap Muslim ambil bagian dalam beberapa jenis hijad sepanjang waktu?

Tidak hanya dapat berbuat begitu,  namun ambil bagian dalam jihad (atau berjuang keras) adalah perlu sekali, sebagaimana difirmankan Qur’an:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah dan Utusan-Nya,  lalau mereka tak ragu-ragu, dan mereka berjuang keras dengan harta dan jiwa  mereka di jalan Allah” (49:15).

Dua jenis Jihad tersebut yang bisa dilakukan sepanjang waktu, yakni: pertama, berjuang keras demi kemajuan seseorang, dan kedua, berjuang keras untuk menyiarkan risalah Islam kepada orang lain. Arti berjuang dengan harta kamu, di dalam jenis jihad pertama, yaitu membelanjakan harta demi menolong orang lain, dan dalam bentuk jihad yang kedua, membelanjakan harta demi kemajuan dakwah Islam. Arti berjuang keras dengan jiwa kamu, adalah berjuang demi melawan keinginan rendah dan keinginan yang salah bagi dirinya sendiri, dan dalam jenis jihad kedua berarti mencurahkan waktu anda, kecakapan dan energi dalam membantu tugas penyiaran Islam.

 

 

  1. QUR’AN SUCI

 

  1. Beritahukanlah kami lebih sedikit tentang Qur’an Suci yang telah anda sebutkan dan anda kutip melalui buku kecil ini sementara menjelaskan ajaran Islam.

Qur’an Suci adalah Kitab Suci kaum Muslimin, itu adalah firman Ilahi yang dikomunikasikan kepada Nabi Suci Muhammad dalam sejumlah kesempatan yang berbeda sejak waktu Tuhan menjadikannya Nabi, ketika beliau berusia 40 tahun, hingga beliau wafat (selama tahun 609 – 623 M). Semua wahyu itu, diterima di berbagai waktu di atas periode 23 tahun, kemudian disusun atas perintah Nabi Suci, kemudian ayat-ayat itu terbentuklah menjadi Qur’an Suci.

 

  1. Bagaimana Tuhan mengkomunikasikan risalah dan firman-Nya kepada Nabi Suci?

Risalah Ilahi tidak disampaikan dengan suara yang bisa didengar oleh telinga manusia biasa, tapi hanya bisa diterima oleh batin, yakni perasaan “rohani” oleh semua manusia. Dalam hal para Nabiyullah perasaan itu sangat tajam sekali dan sangat tinggi tingkatannya, dan karenanya mereka dapat menerima jelas sekali komunikasi dari Tuhan.

Di dalam dunia fisik, kita dapati bahwa risalah disampaikan oleh berbagai media, seperti udara dapat membawa suara, atau gelombang radio bisa menyampaikan sinal radio atau televisi. Begitu pula firman  Ilahi dibawa kepada Nabi melalui makhluk rohani yang disebut malaikat. (Lihat bab awal yang meliput para Malaikat).

Wahyu di dalam Qur’an Suci yang disampaikan kepada Nabi Suci Muhammad disampaikan oleh malaikat Jibril dalam bentuk kata-kata yang jelas dalam bahasa Arab. (Menurut keimanan kaum Muslimin, Tuhan berfirman kepada semua Nabi, seperti kepada Nabi Musa, ‘Isa, sama seperti itu dalam bahasa mereka).

 

  1. Bagaimana Qur’an Suci bisa sampai kepada kita?

Itu terjadi dalam beberapa tingkatan:

  1. Selama Nabi Suci masih hidup, kapan saja wahyu itu datang kepada beliau, beliau menyampaikan itu kepada umat, kemudian banyak dari para sahabat menghafalnya, dan juga langsung ditulis pada saat itu juga. Karena Qur’an Suci itu suka dibaca dengan suara keras dalam shalat berjamaah, dan juga sering dibaca di waktu-waktu lainnya, setiap Muslim tidak asing lagi dengan isinya, dan banyak sekali yang hafal seluruhnya.

 

  1. Kurang lebih enam bulan setelah Nabi Suci wafat, yang terjadi tahun 632 M., dilakukanlah tugas untuk menghimpun salinan Qur’an secara lengkap yang terdiri dari tulisan-tulisan yang terdapat pada waktu Nabi Suci masih hidup. Ini dilakukan atas perintah pemimpin kaum Muslimin pertama, Abu Bakar, dan dibantu oleh para penyalin dan para Sahabat Nabi Suci. Dengan cara ini, naskah utama Qur’an itu telah terhimpun.

 

iii. 15 tahun kemudian, ketika pemerintahan kaum Muslimin telah menyebar luas, pemimpin kaum Muslimin ketiga setelah Nabi Suci, yang bernama Utsman, memerintahkan kembali untuk menyalin dari naskah utamanya. Salinan-salinan tersebut disebar luaskan ke kota-kota besar dunia Muslim untuk dipelihara sebagai salinan standar. Kaum Muslimin juga melanjutkan praktik ini untuk mengingat bagian-bagian dari Kitab Suci tersebut, banyak sekali yang menghafal keseluruhanya di dalam hati. Dengan cara ini, Qur’an Suci berlalu berabad-abad, baik dalam tulisan maupun dalam bentuk hafalan, tetap terpelihara utuh sesuai bentuk aslinya. Sebab Qur’an selalu dibaca dengan suara keras setiap hari dalam shalat berjamaah maupun dalam pengajian-pengajian, setiap orang mengenal Qur’an yang sama.

 

  1. Lalu, apakah segenap kaum Muslimin memiliki Qur’an yang sama?

Ya. Sebab alasan yang diberikan di atas, naskah Kitab Suci kaum Muslimin disajikan dalam bentuk aslinya. Sebenarnya, Tuhan sendiri telah menjanjikan di dalam Qur’an sendiri bahwa Dia-lah yang menjaga Kitab Suci ini:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Peringatan (Qur’an), dan sesungguhnya Kami pula Penjaganya” (15:9).

Segenap kaum Muslimin, dari golongan apa pun, dari negeri dan bahasa apa pun, benar-benar memiliki Qur’an dalam bahasa Arab yang sama, sama seperti pada waktu zaman Nabi Suci Muhammad masih hidup. Tidak ada dua Qur’an Suci di mana pun di dunia ini yang berbeda dalam hal apa pun.

 

  1. Sebutkan beberapa yang menarik dari Qur’an Suci yang menempati tempat unik di antara berbagai kirab suci dunia.

Sebagaimana yang berkaitan dengan teks Qur’an Suci, ada beberapa perbedaan yang tidak terdapat di kitab-kitab suci lainnya:

  1. Seperti disebutkan di atas, Qur’an Suci tidak pernah mengalami kehilangan atau perubahan sejak pertama kali muncul ke dunia beberapa abad yang lalu, dan  segenap umat Islam memiliki Qur’an yang sama.
  2. Qur’an Suci masih bisa diperoleh oleh kita sampai hari ini dalam bahasa aslinya sejak ia diturunkan.

iii. Bahasa Arab, adalah bahasa Qur’an Suci, ia masih tetap menjadi bahasa yang  diucapkan dan ditulis oleh lebih dari seratus juta orang, dan mengalami perubahan  sedikit beberapa abad.  Oleh karena itu setiap orang sekarang ini dapat  mempelajarinya seperti bahasa modern lainnya, dan  dapat membaca dan mengerti  Qur’an Suci langsung.

  1. Sejarah penurunan wahyu dan penghimpunan Qur’an Suci diketahui sepenuhnya dan jelas, tidak diselimuti oleh misteri atau ketidak pastian.

Perlu kami tambahkan secara ringkas, tanpa mengurangi hormat, bahwa kitab-kitab suci lain telah banyak mengalami perubahan dan kehilangan dalam kisah perjalanan sejarahnya. Bahasa asli mereka telah mati, maka hanya beberapa sarjana saja yang memiliki ilmu pengetahuan untuk mempelajari teks itu secara langsung, dan meskipun demikian,  mereka tak begitu yakin terhadap arti beberapa kata dalam terjemahannya yang mereka hasilkan. Keaslian dan sejarah kitab-kitab suci tersebut secara luas tak dikenal, dan informasinya tak bisa diperoleh mengenai para penulisnya ataupun pribadi yang menerima wahyu tersebut.

 

  1. Adakah catatan lain perbedaan Qur’an Suci?

Salah satu dari itu bisa disebutkan bahwa Qur’an Suci memberitahukan kepada kita segala sesuatu tentang dirinya. Dari berbagai tempat di dalamnya kita dapat mempelajari bahwa Kitab itu disebut Qur’an, sesuatu yang diwahyukan dari Tuhan, difirmankan kepada Nabi Suci Muhammad saw, disampaikan melalui malaikat Jibril, dalam bahasa Arab. Qur’an juga memberitahukan kepada kita bahwa itu diwahyukan sebagian-sebagian, tidak semua sekaligus, dan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Suci terjadi pada bulan Ramadlan.

Qur’an Suci menunjuk dirinya dengan beberapa nama yang menunjukkan kualitasnya dan pekerjaan yang akan dilakukan. Contohnya, al-furqan: yang membedakan antara Kebenaran dan kebatilan, al-Hakim: maha-bijaksana, al-nur: Cahaya, al-huda: petunjuk dan lain sebagainya.

Keunikan istimewa yang disebutkan di sini dan dalam menjawab pertanyaan terakhir yang dikemukakan, hanya teks Kitab Suci tersebut sebagai jawabannya. Ada beberapa perbedaan mengenai Qur’an Suci  sebagaimana juga ajarannya, dan semua ini bisa diperoleh di halaman-halaman buku kecil ini.

 

  1. Bagaimana Qur’an Suci itu dibagi?

Sejauh mengenai yang dibicarakan, ia dibagi kepada 114 bab. Setiap Bab disebut Surat  dalam bahasa Arab,  terdiri dari sejumlah Ayat. Beberapa Surat diturunkan secara keseluruhan atau sebagian besarnya kepada Nabi Suci selama 13 tahun pertama dari misi beliau ketika beliau tinggal di Makkah, dan sisanya setelah beliau hijrah ke kota Madinah. Surat-surat yang turun di Makkah disebur Surat Makkiyah, dan yang turun di Madinah disebut Surat Madaniyah. Sementara setiap Surat berbeda panjangnya, Qur’an Suci juga dibagi kepada 30 bagian yang sama, setiap bagian disebut sebagai juz (atau separa dalam bahasa Urdu dan Persi). Pembagian ini sederhana untuk memudahkan pembaca untuk membaca Kitab Suci tersebut secara lengkap dalam satu bulan.

 

  1. Apakah Qur’an Suci itu dipersiapkan agar rangkaian dalam berbagai risalahnya turun kepada Nabi Suci?

Tidak. Buktinya wahyu pertama datang kepada Nabi Suci sebenarnya terdapat dalam Surat 96, tidak jauh dari akhir Qur’an Suci. Aturan berbagai ayat ataupun Surat yang diwahyukan sebenarnya tidak begitu penting, khususnya bagi orang setelah Nabi Suci, sebab Qur’an lengkap, kitab yang konsisten. Ayat itu penting dan berguna tak peduli kapan itu diwahyukan.

 

  1. Dikatakan bahwa Qur’an Suci tidak dipersiapkan dalam bentuk yang berurutan, tetapi meliputi berbagai masalah yang tak beraturan. Terangkan ini.

Ini tidak benar. Benar bahwa Qur’an tidak meliputi topik demi topik secara berurutan, tapi ini bukan berarti tak diatur. Qur’an Suci bukanlah kitab wet ataupun undang-undang berbagai masalah. Tema utamanya adalah keagungan Ilahi, yang menuntut manusia agar bisa dekat kepada-Nya, dan perbuatannya, baik ataupun buruk, akan selalu menemui akibatnya sesuai yang dilakukannya. Semua topik Qur’an diliput di sekitar risalah dasar ini yang tujuan utamanya ditekankan sepanjang zaman.

 

  1. Adakah topik yang diatur begitu rupa di dalam Qur’an?

Ya, ada, dan untuk lebih detailnya terjemahan Qur’an Suci dalam bahasa Inggris berikut tafsirnya oleh Maulana Muhammad Ali perlu juga dibaca (Juga terjemahannya dalam bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan berbagai bahasa besar dunia, sudah tersedia -pent.) Di sini secara ringkas saja kami kemukakan bahwa Kitab Suci itu dimulai dengan Surat pendek yang amat terkenal, yakni Al-Fatihah, ia merupakan pendahuluan ringkas yang mengikhtisarkan seluruh isi Qur’an dan ajarannya berisi tujuh ayat. Kemudian ini diikuti Surat yang panjang yang dimulai dengan menjelaskan ajaran fundamental Islam, kemudian menunjukkan  mengapa agama baru itu diperlukan zaman sekarang ini, dan bagaimana para pengikut berbagai agama tersesat. Surat ini dan beberapa Surat  berikutnya membahas secara detail mengenai ajaran Islam. Sering sekali di dalam Qur’an, Surat-surat yang diturunkan di Makkah, berisi berbagai ramalan tentang kemenangan Islam, kemudian diikuti oleh Surat-surat yang turun di Madinah yang menunjukkan bagaimana ramalan-ramalan tersebut terpenuhi. Jadi jelas di dalam Qur’an Suci ada penyusunan suatu perkara.

 

  1. Pembicaraan macam apakah yang diliputi Qur’an Suci?

Sejumlah besar topik. Ia memberitahukan kepada kita tentang Tuhan, Sifat-sifat-Nya, posisi manusia di alam semesta, tujuan hidupnya dan bagaimana cara mencapai tujuan itu, bagaimana hubungan dia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. Ia memberikan secara detail bagaimana seseorang harus beriman dan bagaimana cara mengamalkannya. Kehidupan yang akan datang dijelaskan secara penuh. Sejarah berbagai bangsa dan para Nabi mereka, begitu pula banyak sekali membahas berbagai peristiwa dari kehidupan Nabi Suci sendiri, juga diberikan di dalam Qur’an. Ia memberikan dalil untuk mematahkan dalil segala keimanan palsu, dan menjawab segala macam persoalan dan keberatan yang diajukan tentang ajaran dan tentang Nabi Suci. Petunjuik, hukum dan masalah kehidupan sehari-hari seperti kehidupan keluarga, masalah bisnis, undang-undang, perang dan damai, hak-hak kaum perempuan, kebersihan, pemerintahan dan demokrasi dan lain sebagainya, semua itu pun terdapat dalam Kitab Suci tersebut. Bila membahasa suatu topik, Qur’an Suci memberikan alasan, dalil maupun bukti dalam menunjang ajarannya, dan ia menentang mereka yang tak menyetujuinya untuk membuktikan pandangan mereka.

 

  1. Apakah Qur’an Suci memberikan bukti untuk mendukung pengakuannya bahwa ia firman Tuhan, dan bukan ajaran manusia?

Ya sungguh. Qur’an tidak menghendaki seseorang menerima sesuatu tanpa alasan dan bukti. Bukti itu disajikan seperti di bawah ini:

  1. Qur’an Suci berisi prinsip yang demikian mulia dan ilmu yang dalam yang tidak bisa diketahui oleh seseorang di abad ketujuh, ketika itu diturunkan. Mereka itu sungguh tidak dapat mengenal, atau menemukan, orang seperti Muhammad  saw  yang tak bisa baca tulis, dan tinggal di negeri yang sangat tertinggal dan terputus dari peradaban zaman itu.
  2. Ajaran akhlak Qur’an Suci menyebabkan perubahan ke arah perbaikan secara menyeluruh  dan menakjubkan bagi rakyat di seluruh negeri, suatu reformasi yang  tak mungkin dimunculkan oleh ajaran manusia.

iii. Ramalan-ramalan yang ada di dalam Qur’an bahwa Nabi Muhammad akan  memperoleh kemenangan di atas sekalian lawannya, yang terjadi ketika beliau  sulit sekali memperoleh pengikut maupun sahabat, semua menjadi kenyataan  dalam waktu yang relatif pendek. Dan ramalan-ramalan di dalam Qur’an tentang  hari yang akan datang jauh di muka menjadi kenyataan di zaman modern.

  1. Gaya bahasa dan tulisan Qur’an Suci begitu tinggi hingga para lawan Nabi Suci, termasuk para penyair ulung dan para ahli bahasa Arab, tidak bisa menandinginya meskipun mereka ditantang untuk melakukannya.

Olehh karena semua itu, Qur’an melontarkan tantangan, tetap terbuka untuk sepanjang zaman, terhadap mereka yang berpikir kalau itu bukan firman Tuhan, untuk menghasilkan tulisan yang seperti itu sekalipun satu surat yang panjang.

 

  1. Posisi apakah yang dipegang Qur’an Suci terhadap kaum Muslimin?

Qur’an Suci adalah otoritas tertinggi bagi kaum Muslimin dalam segala hal. Itu adalah sumber fundamental segala ajaran Islam. Bila ditentukan baik itu kepercayaan atau amal tertentu di pihak Islam atau bukan, keputusan Qur’an adalah prioritas tertinggi dan harus diterima meskipun itu bertentangan dengan praktik atau kehendak seseorang. Jika seorang Muslim berbeda pendapat dengan kita mengenai makna suatu ayat Qur’an, kita harus hormat terhadap pendapatnya jika ia memberikan dalil dari Kitab Suci tersebut di dalam menunjang pendapatnya.

 

 

 

 

 

  1. HADITS

 

 

  1. Apakah Hadits itu?

Istilah literatur Hadits (atau kadang-kadang disebut Hadits saja) menunjukkan kepada sejumlah kitab bersejarah  yang berisi riwayat-riwayat berbagai ucapan, perbuatan dan contoh Nabi Muhammad saw, yang beliau tunjukkan kepada para sahabat beliau bagaimana menerapkan ajaran Qur’an Suci menjadi amal perbuatan.

 

  1. Apa arti kata Hadits tersebut?

Hadits artinya hanyalah ucapan. Bila itu digunakan pada istilah dalam agama Islam, hadits itu berarti riwayat apa yang diucapkan atau diperbuat oleh Nabi Muhamad saw dalam kesempatan tertentu. Dalam buku-buku keislaman berbahasa Inggris, kata tradition juga digunakan untuk menunjukkan hadits. Kata Hadits juga diterapkan pada kitab-kitab yang berisi riwayat-riwayat tersebut.

 

  1. Sebutkan beberapa nama kitab Hadits.

Dua yang paling termasyhur karya Hadits adalah: Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Masing-masing nama tersebut adalah nama orang yang menghimpunnya, yakni Bukhari dan Muslim. Kata Sahih dalam judul tersebut menunjukkan pada kenyataan bahwa para penghimpun kitab tersebut menyaring riwayat-riwayat yang murni tentang Nabi Muhammad dari kisah sejarah yang tidak atau jarang terdapat, sejauh yang mereka bisa, dan termasuk mereka yang hanya bisa dipercaya. Banyak sekali kitab Hadits, dengan nama para penghimpunnya, seperti Tirmizi, Abu Dawud, dan Musnad Ahmad ibnu Hanbal.

 

  1. Bagaimana Kitab-kitab itu dihimpun?

Banyak sekali ajaran Qur’an Suci yang diilustrasikan oleh amal perbuatan Nabi Suci (seperti bagaimana cara mempraktikkan shalat). Para sahabat beliau mempelajari dan merekamnya apa yang beliau lakukan, kemudian dengan contoh mereka diajarkan kepada generasi berikutnya bagaimana cara melakukan amal-amalan tersebut. Terpisah dari sisi praktek seperti itu, Sabda Nabi Suci dalam berbagai hal dan detailnya apa yang beliau lakukan di dalam berbagai kesempatan, juga diingat oleh mereka yang mendengar dan melihat beliau. Kemudian mereka menceritakan semua itu kepada orang lain. Tapi, tak seperti Qur’an Suci, detailnya semua itu biasanya tak ditulis.

Jadi tradisi seperti itu berlalu dari satu generasi ke generasi lainnya dengan contoh  perbuatan (seperti halnya shalat tadi) dan dengan ucapan. Kurang lebih 150 tahun kemudian setelah Nabi Suci wafat, beberapa ulama memutuskan untuk mencoba dan berusaha menjejaki semua tradisi ini hingga kembali kepada beliau, dengan mengikuti mata rantai orang-orang yang telah meriwayatkan dari zaman Nabi Suci hingga zamannya. Dari penelitian besar itu, mereka menghimpun kitab-kitab Hadits seperti kita miliki sekarang.

 

  1. Jadi para penghimpun Hadits tidak hanya merekam segala sesuatu yang mereka dengar orang yang membicarakan sabda maupun perbuatan Nabi Suci?

Tidak, mereka menyelidiki setiap dan masing-masing riwayat sabda maupun perbuatan Nabi Suci untuk diketahui apakah nama-nama semua personal itu terlibat dalam menurunkan riwayat itu dari zaman beliau. Mereka juga menyelidiki kehidupan dan akhlak semua orang itu untuk mengetahui apakah mereka itu memang punya kesempatan mendengar dan menurunkan ucapan dari seseorang kepada orang lainnya, dan apakah  mereka bisa dipercaya dan baik ingatannya. Bukhari dan Muslim lebih teliti daripada para penghimpun lainnya dalam mengecek perawi tersebut sebelum menerima hadits apakah itu murni. Oleh karena itulah mengapa dua kitab tersebut dikenal sebagai Hadits yang lebih bisa diterima. Bukhari menduduki ranking tertinggi dari semua itu.

 

  1. Apa maksud dijilidkannya literatur Hadits?

Berbagai kitab riwayat Hadits secara garis besarnya seperti berikut:

  1. Sabda Nabi Suci Muhammad mengenai ajaran dasar dan amaliah Islam, seperti keimanan, shalat, puasa dan lain sebagainya.
  2. Sabda beliau dalam berbagai aspek amal perbuatan hidup, seperti kehidupan keluarga, masalah bisnis, hukum, makan dan minum, nilai akhlak dsb.,

iii. Terpisah dari Sabda, amal perbuatan contoh pribadi Nabi Suci yang  mengilustrasikan ajaran beliau dan lebih lanjut menunjukkan bagaimana semua itu  beliau lakukan (contohnya, bagaimana beliau melaksanakan shalat, bagaimana  selama menjalani hari-hari puasa, bagaimana cara memberikan sedekah dan lain  sebagainya).

  1. Riwayat mengenai beragam kehidupan sehari-hari Nabi Suci Muhammad, akhlak mulia beliau, pergaulan beliau dengan para sahabat dan cara menghadapi musuh, peristiwa-peristiwa penting di dalam hidupnya dan lain-lain.
  2. Ramalan-ramalan Nabi Suci yang berhubungan dengan Islam di masa yang akan datang, mengenai kaum Muslimin, dan manusia pada umumnya.
  3. Apakah semua catatan Hadits itu benar dan asli?

Tidak,  tidak semuanya. Orang-orang yang meriwayatkan hadits dengan ucapan yang mereka himpun itu bisa salah dalam beberapa hal. Ada juga beberapa ucapan hadits itu ditulis di dalam Kitab Hadits yang mungkin tidak diucapkan oleh Nabi Suci. Karenanya, banyak sekali Hadits, khususnya yang berisi di dalam Kitab Bukhari  dan Muslim, itu asli. Ajaran Nabi Suci yang diilustrasikan oleh suri tauladan beliau (seperti bagaimana cara melaksanakan shalat), disalin oleh sejumlah besar orang yang tak bisa diragukan lagi keasliannya. Begitu pula, banyak pula sabda beliau diingat dan dilanjutkan oleh sejumlah para Sahabat dalam setiap hal, bukan oleh seorang saja, dan menjadi dikenal di antara kaum Muslimin sejak dari awal.

 

  1. Apakah perlu bagi seorang Muslim mengimani dan mengikuti Hadits?

Ya, khususnya bagian yang berhubungan dengan menjalankan agama dan praktek kehidupan. Itu harus selalu diingat, oleh karena itu, Hadits itu berarti penjelasan lebih lanjut dari ajaran Qur’an Suci. Setiap riwayat di dalam Kitab Hadits yang muncul bertolak belakang dengan Qur’an Suci harus diamati secara cermat untuk melihat apakah  itu memberikan arti yang tidak bertolak belakang dengan Kitab Suci tersebut atau tidak, dan jika bertolak belakang, maka harus ditolak.

 

 

  1. SIKAP KAUM MUSLIMIN

 

  1. Menurut ajaran Islam, terpisah dari keimanan yang benar apa pentingnya bagi seseorang berbuat baik?

Berbuat baik dan memiliki keimanan yang benar saling bergandengan tangan di dalam Islam. Sebenarnya, melaksanakan perbuatan baik itu adalah satu bukti dari memiliki keimanan yang benar di dalam hati. Oleh karena itu mengapa Qur’an Suci sering sekali membicarakan kaum Muslim sebagai “mereka yang beriman dan berbuat baik”. Keduanya baik Qur’an maupun Nabi Suci mengingatkan kaum Muslimin bahwa orang yang terbaik di antara mereka adalah orang yang menunjukkan sikap mulia terhadap orang lain.

 

  1. Tolong berikan daftar beberapa akhlak yang harus diperoleh kaum Muslim.

Di bawah ini kami berikan, yakni dari firman Qur’an Suci dan sabda Nabi Suci Muhammad, akhlak utama kaum Muslim yang harus dilaksanakan:

  1. Keyakinan penuh:

 “Wahai orang yang beriman, laksanakanlah kewajibanmu kepada Allah dan  berbicaralah dengan kata-kata yang jujur” (33:70).

 

“Wahai orang yang beriman, laksanakanlah kewajibanmu kepada Allah, dan  sertailah orang-orang yang tulus” (9:119).

 

”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang menegakkan  keadilan, berdiri saksi karena Allah, meskipun terhadap dirimu sendiri atau orang  tua kamu, atau kerabat kamu atau orang lain, baik itu kaya maupun melarat”  (4:135).

 

  1. Ketulusan:

 “Mengabdilah kepada Allah dengan ikhlas kepada-Nya dalam kepatuhan”

(39:2).

“Amat membencikan dalam penglihatan Allah bahwa kamu mengatakan apa yang  tak  kamu lakukan” (613.

“Celaka sekali bagi orang-orang yang bershalat, yakni yang mereka alpa dalam  shalat mereka, yaitu orang yang kebaikannya dipamerkan”. (107:4-6).

  1. Tak mementingkan diri sendiri:

“Engkau  sekali-kali tak akan mencapai kebajikan hingga kamu membelanjakan  (bersedekah) apa yang kamu cintai” ((3:91).

“Dan mereka (orang beriman) memberi makan karena cinta kepada-Nya, kepada  orang miskin, anak yatim, dan tawanan, katanya: Kami memberi makan kepada  kamu hanya karena mencari perkenan Allah, Kami tak menginginkan pembalasan  dari kamu, dan tak pula terima kasih” (76:8-9).

“Dan janganlah memberi sesuatu untuk mencari keuntungan” (74:6).

  1. Rendah hati:

 “Hamba Tuhan Yang Maha-pemurah  ialah mereka yang berjalan di muka bumi  dengan  rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menegur mereka, mereka  berkata: Damai!” (25:63).

“Dan janganlah memalingkan mukamu dari orang-orang dengan remeh, dan jangan  pula berjalan di bumi dengan bersorak-sorai” (31:18).

“Janganlah kamu menganggap diri kamu suci. Dia (Allah) tahu benar siapa yang  menjaga diri dari kejahatan” (53:32).

  1. Sabar:

 “Allah mencintai orang yang sabar” (3:145).

“Berilah kabar gembira kepada orang yang sabar, ketika musibah menimpa  mereka, mereka berkata: Sesungguhnya kami ini kepunyaan Allah, dan kami akan  kembali kepada-Nya” (2:155-156).

  1. Pengampun:

 “Dan hendaklah mereka suka memaafkan dan melupakan kesalahan. Apakah kamu  tak suka bahwa Allah memberi ampun kepada kamu? (24:22).

“(Yang patuh itu adalah) ….. orang yang menahan amarah, dan orang yang  mengampuni orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat baik” (3:133).

“Kapan saja mereka (orang beriman) marah, mereka memberi ampun” (42:37).

“Dan pembalasan suatu kejahatan adalah siksaan yang setimpal dengan (kejahatan)  itu, tetapi barang siapa memberi maaf dan memperbaiki diri, maka ganjarannya  ada pada Allah. Sesungguhnya Ia tak suka kepada orang-orang lalim” …..”Dan  barang siapa sabar dan memberi ampun, itulah keputusan yang paling mulia”  (42:40, 43).

Ketika Nabi Suci Muhammad mengalahkan para musuhnya di Makkah dan kembali ke kota itu sebagai penakluk, beliau mengampuni mereka dengan ucapan sebagai berikut:

“Hari ini tak ada celaan bagi kamu; Allah mengampuni kamu, dan Dia Maha- pengasih dan penyayang” (12:92).

  1. Bersih dan suci:

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya, dan ia ingat akan nama  Tuhannya, lalu bershalat” (87:14-15).

“Dan pakaian dikau bersihkanlah, dan jauhilah kotoran” (74:4-5).

  1. Tulus hati atau jujur

“Janganlah mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik, hingga ia  mencapai usia dewasa. Dan tepatilah janji (yang anda buat) …. Dan penuhilah  takaran bila kamu menakar, dan menimbanglah dengan timbangan yang betul”  (17:34-35).

“Janganlah kamu menelan harta di antara kamu  sendiri dengan jalan yang tidak  sah, dan jangan pula menyuap dengan itu kepada para hakim, bisa jadi kamu  menelan harta manusia secara tidak sah, sedangkan kamu tahu” (2:188).

  1. Baik dan lemah lembut pada orang lain:

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat baik (kepada orang lain)  dan memberi sesuatu kepada kerabat” (16:90).

Tiga tingkatan perbuatan baik disebutkan di sini: “adil”, maknanya membalas perbuatan baik yang telah dilakukan seseorang kepada anda dengan perbuatan baik yang sama; “berbuat baik kepada orang lain” , maknanya berinisiatif untuk berbuat baik kepada orang lain; dan “memberikan sesuatu kepada kerabat” maknanya berbuat baik kepada orang secara naluriah dan Fitriah seperti seseorang berbuat baik kepada sanak keluarga sendiri.

“Berbuat baiklah kepada orang lain, sesungguhnya Allah amat cinta kepada orang  yang berbuat baik” ((2:195).

 

  1. Hormat dan bijaksana kepada orang lain:

“Wahai orang beriman! Janganlah masuk ke rumah orang  yang bukan rumah kamu,  sampai kamu minta izin dan memberi salam …. dan bila dikatakan kepada kamu:  Pulanglah, maka pulanglah” (24:27-28).

“Wahai orang yang beriman! Jauhilah sebagian besar prasangka, sesungguhnya  prasangka dalam beberapa hal itu dosa; dan janganlah memata-matai, dan jangan  pula sebagian kamu mengumpat sebagian yang lain” (49:12).

“Dan apabila kamu diberi hormat dengan suatu penghormatan, maka balaslah  dengan penghormatan yang lebih baik dari itu, atau yang sepadan dengan itu”  (4:86).

  1. Berani:

Membicarakan sejumlah kecil kaum Muslimin menghadapi sejumlah besar musuh yang kuat, Qur’an Suci menceritakan:

“Orang-orang yang berkata kepada mereka: Sesungguhnya orang-orang telah  berkumpul hendak menyerang kamu, maka dari itu takutlah kamu kepada mereka;  tetapi itu malah menambah iman mereka, dan mereka berkata: Allah sudah cukup  bagi kami, dan Dialah pelindung sejati” (3:172).

  1. Tidak berlebihan:

“Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan” (7:31)

“Janganlah membelenggukan tangan dikau pada leher engkau (artinya harus  mengulurkan tangan), dan jangan pula membentangkan itu selebar-lebarnya  (artinya jangan boros, berlebihan)” (17:29).

Dalam hal melaksanakan kewajiban agama, Nabi Suci memberi nasehat seperti berikut:

“Agama itu mudah, tetapi seseorang yang terlalu memaksakan diri dalam  melaksanakan agama, maka ia akan disulitkan olehnya; maka kamu harus berbuat  yang sesuai, dan tetaplah begitu, dan bergembiralah selalu, dan mohonlah  pertolongan Allah di waktu pagi, sore dan di sebagian malam” (Bukhari).

  1. Bergembira hati:

 “Bergembiralah” (Sabda Nabi Suci, dalam Kitab Hadits Bukhari).

“Bertemu dengan teman anda dengan wajah gembira, itu  merupakan  sedekah”  (Sabda Nabi Suci di dalam Kitab Misykat).

Akhirnya, kami berikan ayat Qur’an Suci yang menyebutkan sejumlah akhlak kaum Muslimin, laki-laki  maupun perempuan, yang harus diupayakan:

“Sesungguhnya kaum Muslimin laki-laki dan kaum Muslimin perempuan, dan kaum Mukmin laki-laki dan kaum Mukmin perempuan, dan kaum Mukmin laki-laki yang patuh dan kaum Mukmin perempuan yang patuh, dan kaum laki-laki yang tulus dan kaum perempuan yang tulus, dan kaum laki-laki yang sabar dan kaum perempuan yang sabar, dan kaum laki-laki yang khusyu dan kaum perempuan yang khusyu, dan kaum laki-laki yang dermawan dan kaum perempuan yang dermawan, dan kaum laki-laki yang puasa dan kaum perempuan yang puasa, dan kaum laki-laki yang menjaga kesucianya dan kaum perempuan yang menjaga kesuciannya, dan kaum laki-laki yang banyak ingat kepada Allah dan kaum perempuan yang banyak ingat kepada Allah, Allah menyiapkan bagi mereka pengampunan dan ganjaran yang besar”. (33:35).

  1. Bagaimana Islam meminta kaum Muslim agar akur dengan orang di sekitarnya?

Qur’an Suci maupun Hadits menyebutkan berbagai jenis orang yang saling berhubungan satu sama lain, dan memberikan petunjuk pergaulan yang mulia bagaimana cara menghadapi mereka.

  1. Kedua orang tua dan orang yang lebih tua:

 “Tuhan dikau memerintahkan agar kamu jangan mengabdi kepada siapa pun  kecuali kepada-Nya, dan agar kamu berbakti kepada kedua orang tua. Jika salah  seorang atau kedua-duanya telah mencapai usia lanjut di sisi engkau, janganlah  engkau berkata “Cih” terhadap mereka, dan jangan mencerca mereka, dan   berkatalah kepada mereka dengan kata-kata mulia. Rendahkanlah dirimu di  hadapan mereka dengan penuh kasih sayang, dan ucapkanlah: Tuhanku,  sayangilah mereka sebagaimana mereka telah menyayangi daku dikala aku masih  kecil” (17:23-24).

“Nabi Suci bersabda, adalah dosa besar orang yang suka melaknat kedua orang  tuanya. Seseorang berkata: Bagaimana mungkin seseorang bisa mengutuk kedua  orang tuanya sendiri? Beliau bersabda: Jika seseorang sewenang-wenang  terhadap ayah orang lain, berarti seseorang itu sewenang-wenang terhadap kedua  orang tuanya” (Hadits riwayat Bukhari).

  1. Keluarga dekat lainnya:

 “Berbuat baiklah kepada keluarga terdekat” (4:36).

“Berilah kepada sanak kerabat haknya, demikian pula kepada kaum miskin dan  orang bepergian (yang membutuhkan pertolongan)” (17:26).

  1. Anak-anak:

“Janganlah membunuh anak-akan karena takut melarat– Kami memberi rezeki  kepada mereka dan kepada kamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu kesalahan besar” (17:31).

“Seseorang datang kepada Nabi Suci dan berkata: Anda mencium anak-anak tapi  kami tak pernah mencium mereka. Nabi Suci bersabda: Aku tidak mengetahuimu  jika Allah mencabut rahmat dari hatimu” (Hadits riwayat Bukhari).

  1. Anak-anak yatim dan anak-anak yang malang:

“Rawatlah mereka dari penghasilan harta mereka dan berilah pakaian, dan berilah  mereka pendidikan. Dan ujilah mereka sampai mereka mencapai usia dewasa, dan  jika kamu mendapatkan mereka telah dewasa, serahkanlah harta mereka kepada  mereka” (17:5-6).

“Saya dan orang yang memelihara anak yatim akan berada di sorga seperti ini”,  sabda Nabi Suci, yang mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya  didempetkan. (Hadits  riwayat Bukhari).

  1. Kaum papa dan yang membutuhkan:

 Perbuatan utama ialah ….. memberikan harta karena cinta kepada-Nya, kepada  kaum kerabat dan anak yatim, dan kaum miskin dan orang bepergian dan orang  yang membutuhkan dan memerdekakan budak belian” (2:177).

“Apakah yang membuat engkau tahu, apakah jalan naik itu? (Yaitu) memerdekakan budak, atau memberi makan pada hari kelaparan, kepada anak yatim yang ada  pertalian keluarga, atau orang miskin yang berbaring di tanah” (90:12-16).

“Apakah engkau melihat orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang kasar  terhadap anak yatim, dan tak memberi desakan untuk memberi makan kepada kaum  miskin” (107:1-3).

“(Orang yang beriman itu ialah) yang ia tahu bahwa di dalam hartanya itu ada hak  yang sudah diketahui untuk orang yang meminta-minta dan orang yang kekurangan”  (70:23-24).

“Orang yang mengatur segala sesuatu untuk janda dan orang miskin adalah  bagaikan orang yang berjuang keras di jalan Allah” (Hadits riwayat Bukhari).

  1. Tetangga:

 “Berbuat baiklah ….. kepada tetangga yang ada hubungan Famili maupun yang tak  ada hubungan Famili” (4:36).

“Tidaklah beriman yang perutnya merasa kenyang sedangkan tetangganya lapar”  (Hadits).

“Malaikat Jibril tak putus-putusnya mengajakku untuk memelihara tetangga, begitu  seterusnya hingga aku mengira bahwa dia akan membuatnya warisan harta  seseorang” (Hadits riwayat Bukhari).

  1. Suami/Isteri:

 “Mereka (istri kamu) pakaian bagi kamu dan kamu adalah pakaian bagi mereka”  (2:187)

“Dan di antara tanda bukti-Nya ialah, Ia menciptakan untuk kamu jodoh di antara  jenis kamu, agar kamu menemukan ketentraman pada mereka, dan Ia membuat di  antara kamu cinta dan kasih” (30:21).

“Yang paling mulia di antara kamu ialah yang paling baik terhadap isterinya”  (Hadits Nabi  Suci riwayat Tirmidzi).

Seseorang meriwayatkan:

“Saya bertanya kepada ‘Aisyah (isteri Nabi Suci): Apa yang diperbuat Nabi bila beliau berada di rumah? Aisyah berkata: Beliau melayani isterinya, artinya beliau bekerja untuk isterinya” (Hadits riwayat Bukhari).

  1. Majikan dan buruh

 “(Orang yang beriman ialah) mereka yang memenuhi amanatnya dan janjinya”  (23:8).

“Amanat” termasuk kewajiban dan segala sesuatu yang seorang buruh dipercayakan oleh majikannya. “Janji” termasuk kontrak yang dilakukan baik oleh buruh maupun majikan sama-sama terikat.

“Allah berfirman: Ada tiga orang yang bertentangan yang akan Aku adili di Hari  Pembalasan …. (ketiga) adalah) orang yang mengerjakan seorang hamba dan  memeras tenaganya tetapi tidak dibayar upahnya” (Hadits riwayat Bukhari).

Anas, seorang sahabat Nabi Suci meriwayatkan:

“Saya melayani Nabi Suci selama sepuluh tahun, dan beliau belum pernah  mengatakan kepadaku: “Cih”, tidak pernah pula mengatakan: “Mengapa kau  lakukan ini” atau “Mengapa tak kau lakukan ini”. (Hadits riwayat Bukhari).

  1. Binatang:

 “Tiada binatang di bumi, dan tiada burung yang terbang dengan dua sayapnya,  melainkan semua itu umat seperti kamu” (6:38).

Seseorang bertanya kepada Nabi Suci: Apakah ada ganjarannya bagi kita (dari Allah) karena berbuat baik kepada binatang? Beliau menjawab:

“Setiap binatang mempunyai hati yang segar yang hidupnya mempunyai  ganjaran” (Hadits Nabi di dalam Kitab Misykat).

“Hati-hatilah dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dalam perkara  binatang yang bisu; tunggangilah mereka dikala kesehatannya baik, dan berilah  makan meskipun mereka dalam keadaan sehat” (Hadits riwayat Abu Dawud).

“Siapa saja yang membajak tanah, sementara burung-burung dan binatang lainya  makan dari sana, ini adalah perbuatan sedekah” (Hadits Musnad Ahmad).

  1. Kekuasaan:

Mengenai pemilihan dan menentukan orang untuk menduduki kekuasaan, Qur’an berfirman:

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu supaya menyerahkan amanat  (atau kedudukan jabatan kekuasaan) kepada orang yang pantas menerimanya”  (4:58).

Beberapa prinsip lain seperti berikut:

“Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada yang memegang  kekuasaan di antara kamu, lalu jika kamu bertengkar mengenai suatu hal,  kembalikanlah itu kepada Allah dan Utusan” (4:59). yakni bereskanlah  ketidaksetujuan itu dengan putusan Qur’an Suci atau contoh Nabi Suci.

“Taatlah (kepada penguasa itu) dalam hal yang baik saja”, yakni perintah yang  salah jangan ditaati. (Hadits riwayat Bukhari).

Pemimpin pertama pemerintahan kaum Muslimin setelah Nabi Suci Muhammad, yang sangat terkenal adalah Abu Bakar, beliau berpidato setelah pemilihannya:

“Bantulah aku jika aku benar. Koreksilah aku jika aku salah. Taatlah kepadaku  selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dalam hal ketidak taatan kepada  Allah dan Rasul-Nya, tidak dibenarkan untuk kamu taati”.

“Jihad yang sesungguhnya ialah berbicara benar di hadapan pemimpin yang  sewenang-wenang” (Hadits Nabi dalam kitab Misykat).

  1. Kaum Muslimin:

 “Peganglah erat-erat tali perjanjian Allah semuanya, dan janganlah kamu berpecah  belah. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kamu tatkala kamu saling  bermusuhan, lalu Dia persatukan hati kamu, maka dengan karunia-Nya kamu  menjadi bersaudara” (3:102).

“Semua kaum Mukmin adalah saudara, maka berdamailah di antara saudara- saudara kamu …. Janganlah  mencela orang-orang kamu sendiri, dan jangan pula  saling memanggil dengan nama ejekan” (49:10-11).

“Tolong menolonglah dalam berbuat baik dan kebenaran, dan jangan tolong  menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan” (5:3).

“Janganlah saling membenci satu sama lain dan jangan pula  saling iri satu sama  lain dan jangan memboikot satu sama lain, dan mengabdilah kepada Allah,  sebagaimana berbakti kepada saudara-saudara, tidak dihalalkan bagi kaum  Muslim untuk menyakiti sesama saudaranya lebih dari tiga hari” (Hadits Nabi  riwayat Bukhari).

“Kamu akan melihat orang-orang beriman saling mengasihi satu sama lain, dan  saling mencintai satu sama lain, bagaikan jasad manusia, bila salah satu  anggotanya sakit, seluruh badannya merasakannya, satu bagian saling merasakan,   susah tidur dan demam” (Hadits Nabi riwayat Bukhari).

  1. Mereka yang mengejek kaum Muslimin:

 “Bersabarlah atas apa yang mereka ucapkan” (20:130).

“Dan janganlah menghiraukan ucapan mereka yang menyakitkan hati” (33:48).

“Apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah dikafirkan atau ditertawakan, janganlah  kamu duduk dengan mereka hingga mereka memasuki pembicaraan yang lain”  (4:140).

“Dan jika kamu ajak mereka kepada petunjuk, mereka tak mendengar, dan engkau  melihat mereka memandang kepad aengkau, tetapi mereka tak melihat. Berilah  ampun, dan suruhlah orang berbuat baik, dan berpalinglah dari orang bodoh”  (7:198-199).

“Utusan Allah dan para Sahabatnya biasa mengampuni para penyembah berhala  dan para pengikut ahli Kitab (Yahudi dan Kristen), sebagaimana Allah  perintahkan kepada mereka, dan mereka biasa menunjukkan kesabaran ketika  mendengar ucapan yang menyakitkan hati” (Hadits riwayat Bukhari).

  1. Para musuh:

“Tangkislah keburukan dengan apa yang paling baik, dan apabila antara engkau  dan mereka terdapat permusuhan, tiba-tiba akan menjadi seperti kawan yang  akrab” (41:34).

“Kebanyakan kaum ahli Kitab menghendaki agar mereka dapat mengembalikan  kamu ke dalam kekafiran setelah kamu beriman, karena perasaan dengki yang  timbul  dalam batin mereka, setelah kebenaran menjadi terang bagi mereka. Akan  tetapi maafkanlah” (2:109).

“Dan engkau akan selalu menemukan pengkhianatan di kalangan mereka, kecuali  hanya sedikit di antara mereka, maka maafkanlah dan ampunilah mereka.  Sesungguhnya Allah itu suka kepada orang yang berbuat baik kepada orang lain”   (5:13).

  1. Non Muslim:

 “Allah tidak melarang kamu tentang orang-orang yang tak memerangi kamu dalam  hal agama, dan tak mengusir kamu dari rumah kamu, bahwa kamu berlaku manis  terhadap mereka dan berlaku adil terhadap mereka … Allah hanya melarang kamu  tentang orang-orang yang memerangi kamu dalam hal agama dan mengusir kamu  dari rumah kamu, dan membantu orang dalam pengusiran kamu bahwa kamu  bersahabat dengan mereka” (60:8-9).

“Dan kebaikan apa saja yang mereka kerjakan (oleh kaum agama lain), tak akan  dipungkiri, dan Allah tahu orang yang menetapi kewajiban” (3:114).

“Wahai orang-orang beriman, jadilah kamu orang yang jujur karena Allah,  (jadilah kamu) saksi yang adil; dan janganlah kebencian orang-orang mendorong  kamu untuk berlaku tak adil, Berlaku adillah kamu, ini lebih dekat kepada taqwa”  (5:8).

“Berdakwahlah ke jalan Tuhan dikau dengan bijaksana dan nasehat yang baik, dan  berbantahlah dengan mereka dengan cara yang amat baik” (16:125).

“Dan janganlah kamu berbantah dengan kaum Ahli Kitab kecuali dengan cara  yang paling baik, kecuali orang-orang yang lalim di antara mereka. Dan  berkatalah: Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang  diturunkan kepada kamu, dan Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah Esa, dan kami  berserah diri kepada-Nya” (29:46).

Seorang sahabat Nabi suci meriwayatkan:

“Prosesi pemakaman melewati Nabi Suci, dan beliau berdiri menghormatinya.  Orang berkata kepada beliau: Itu adalah pemakaman seorang Yahudi. Beliau  bersabda: Bukankah ia seorang yang pernah hidup? (Hadits riwayat Bukhari).

  1. Manusia pada umumnya:

 “Manusia itu umat yang satu” (2:213).

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan  perempuan, dan membuat kamu suku-suku dan kabilah-kabilah agar kamu saling  mengenal satu sama lain. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah ialah yang  paling Taqwa di antara kamu” (49:13).

“Dan tiada Kami mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi sekalian bangsa”  (21:107).

“Berkatalah dengan baik kepada sekalian manusia” (2:83).

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu …. jika kamu mengadili antara  manusia,  (yakni kepada setiap bangsa, agama, keluarga, tingkatan dan lain  sebagainya) kamu harus mengadaili dengan adil” (4:58).

 

APENDIKS

Beberapa pertanyaan muncul setelah buku ini dicetak, yang berhubungan dengan apa yang disebut jinn, dijawab di dalam apendiks ini. Silakan pelajari bersamaan ini dengan bab malaikat.

  1. Apakah jinn itu?

Jinn yang disebutkan di dalam Qur’an Suci sungguh bukanlah semacam iprit yang biasa diceritakan atau biasa dibayangkan oleh orang pada umumnya. Kata jinn  itu menunjukkan “sesuatu yang tersembunyi dari penglihatan”, dan di dalam Qur’an biasa disebut beberapa arti yang berbeda yang menunjukkan kepada orang atau sesuatu yang jauh dan tidak nampak.

Ini bisa diterapkan terhadap para pemimpin, yang berbeda dengan orang biasa, dan bisa juga diterapkan terhadap orang asing di negeri lain. Contohnya, Qur’an berfirman: “Wahai masyarakat jinn dan manusia, apakah belum datang kepada kamu para Utusan dari golongan kamu ….” (6:131). Karena Utusan Tuhan hanya datang kepada manusia, jinn di sini juga manusia, dan yang dimaksudkan “jinn dan manusia” adalah para pemimpin dan orang-orang biasa. Begitu pula, Qur’an dua kali menyebutkan beberapa jinn yang menerima ajaran (46:29); 72:1). Dalam hal pertama, suatu suku Yahudi yang dimaksud, dan yang kedua adalah kaum Kristen, disebut jinn sebab mereka itu jauh.

Kata jinn juga digunakan untuk sesuatu yang tak bisa dilihat, makhluk non-fisik yang menggerakkan keinginan rendah di dalam batin seseorang. Ini berbeda dengan malaikat yang mendorong batin seseorang untuk berbuat baik.

  1. Jadi jinn itu (jenis yang kedua) dan malaikat mendorong batin seseorang berlawanan arah?

Ya, jika anda membicarakan masalah jinn dalam pengertian yang kedua seperti disebutkan di atas. Nabi Suci bersabda bahwa setiap manusia mempunyai jinn dan malaikat  yang bergabung dengannya baik pada diri laki-laki maupun perempuan. Beliau pernah ditanya apakah ia itu sama dengannya. Nabi Suci menjawab: “Itu sama seperti aku, namun Allah telah menolongku terhadap jinn-ku, karenanya ia tunduk kepada Tuhan, ia tidak menyuruhku berbuat sesuatu kecuali kebaikan saja.” Jadi malaikat dan jinn menghadirkan dua kekuatan yang berlawanan yang mendorong manusia untuk berbuat baik dan buruk. Jika anda terdorong untuk berbuat jahat, maka robahlah itu dengan perbuatan baik. Dan sebagaimana halnya malaikat, jinn tersebut bukan makhluk fisik, oleh karena itu tidak bisa dilihat ataupun didengar dengan panca-indera manusia.

  1. Dikatakan bahwa syetan adalah malaikat yang tak patuh kepada Tuhan dengan menolak untuk bersujud kepada Adam. Benarkan itu?

Malaikat tidaklah mempunyai kehendak sendiri, jadi pertanyaan malaikat yang tidak taat kepada Tuhan mestinya tidak ada. Syetan disebutkan sekali di dalam Qur’an jelas sekali adalah “salah satu dari jinn” (18:50). jadi bukan salah satu dari malaikat.

Ringkasnya, apa yang diberitahukan Qur’an kepada kita bahwa Tuhan memberikan ilmu segala sesuatu kepada Adam, kemudian segenap malaikat tunduk kepada Adam, tetapi syetan menolak berbuat begitu dan memperdaya Adam dan isterinya. Artinya orang itu, karena ia memiliki ilmu pengetahuan, ia bisa menaklukkan alam, tetapi ia tidak bisa menaklukkan dirinya sendiri dari perbuatan buruk. Oleh sebab itu Tuhan menurunkan wahyu agar manusia bisa mencegah dorongan syetan.

  1. Apa yang dimaksud Qur’an ketika berfirman bahwa Tuhan menciptakan jinn dari api?

Ini kembali kepada manusia yang melawan Tuhan dan menolak berbuat baik, menuruti dorongan kemauan jinn. Mengikuti kehendak berontaknya dan bersifat sombong, dan sebenarnya di dalam hatinya terbakar oleh api keinginan jahat, sombong dan dengki, mereka disebut sebagai diciptakan dari api.  Begitu pula, manusia dijelaskan sebagai diciptakan dari “debu” sebab sifat manusia yang hakiki adalah rendah hati dan taat kepada Tuhan.

  1. Jadi Jinn yang disebutkan di dalam Qur’an berbeda sekali dengan yang pada umumnya dibayangkan?

Benar sekali. Qur’an Suci dan Hadits tidak mendukung gambaran jinn pada umumnya sebagai makhluk yang melakukan di atas kekuasaan perbuatan manusia, yang bisa muncul dalam bentuk manusia dan ikut campur dalam urusan manusia, atau dapat “menguasai” manusia dan mempengaruhi mereka dengan menjangkiti. Gagasan ini tidak bisa diterima oleh ajaran Islam.

 

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here