Kliping

Ideologi Wahabi Sama Dengan ISIS

Konflik antara Sunni dan Syiah tampaknya memang telah mengakar sampai ke Indonesia. Sejak perang antara Sunni melawan rezim Basyar al-Assad yg dituding beraliran Syiah, aksi-aksi pendukungnya juga sampai ke Indonesia. Apalagi, kasus-kasus intoleran pada tahun dulu banyak terjadi.

Pada Oktober dahulu contohnya. Terjadi pelarangan umat Islam Syiah ketika mulai melakukan peringatan Asyura di daerah Bogor, Jawa Barat. Begitu juga pesan anti Syiah ini memang begitu masif dikampanyekan di media sosial. Ini tentunya berbahaya, mengingat hasil konferensi ulama sedunia pada 2005 dahulu menyatakan Syiah bagian dari Islam. Tidak sesat.

Tokoh Syiah juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Jalaluddin Rakhmat menjelaskan seandainya konflik intoleran ini memang bermuara dari perseteruan Arab Saudi dan Iran. Dia pun menyampaikan seandainya konflik antara Sunni berwujud Al Qaidah sampai ISIS diyakini seideologi dengan Wahabi.

“Karen Armstrong, menyebut bahwa ISIS itu yaitu produk ideologi di dunia Islam, yg dikembangkan akan abad ke-18, merupakan Wahabisme,” ujar Jalaluddin ketika berbincang dengan merdeka.com, Kamis kemarin.

Berikut penuturan Jalaluddin Rakhmat kepada Mohammad Yudha Prasetya dari merdeka.com:

Sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat apa upaya-upaya yg telah Anda lakukan bagi menangani persoalan diskriminasi kelompok Syiah?

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, pernah bermaksud bagi membuat undang-undang mengenai kerukunan beragama. Kita di Dewan Perwakilan Rakyat juga telah berusaha buat menggantinya dengan nomenklatur baru, merupakan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Kebebasan Beragama. Sampai ketika ini hal tersebut pun telah berhasil kalian masukkan di Prolegnas Dewan Perwakilan Rakyat periode sekarang ini.

Jadi kalian ingin melindungi orang buat menjalankan agamanya, dan bukan semata-mata soal kerukunan saja. Karena kalau soal kerukunan saja, kalian lagi tenang-tenang tiba-tiba muncullah Gafatar, kemudian jadi enggak rukun lagi hidupnya. Makanya kali ini yg kalian garap bukan cuma soal kerukunan saja, tapi kami harap nantinya pemerintah juga menjaga kebebasan beragama. Sebenarnya Kementerian Agama juga telah mencanangkan hal ini, tetapi memang sampai sekarang belum dimasukkan dalam daftar prioritas dan terealisasi.

Apa poin-poin yg ditegaskan dalam nomenklatur pembaharuan pada RUU Perlindungan Kebebasan Beragama ini?

Poin-poinnya adalah Negara harus memberikan jaminan kepada setiap pemeluk agama dan keyakinan buat menjalankan ibadahnya. Dalam hal ini, mencakup semua orang yg memiliki keyakinan beragama, atau bahkan kepercayaan seperti misalnya Sunda Wiwitan, dan yang lain sebagainya. Karena sebetulnya, telah banyak juga Undang-Undang yg menjamin mengenai kebebasan memeluk agama dan kepercayaan ini, bahkan termasuk di UUD 1945 pasal 28 mengenai jaminan kebebasan beragama. Tetapi dalam implementasinya, ternyata tak seperti yg dijaminkan dalam Undang-Undang. Sebabnya adalah, karena para takfiri dan pengujar kebencian ini biasanya berlindung di balik UU No. 1/PNPS Tahun 1965, mengenai penistaan agama.

Lucunya, kebenaran hakiki tentang agama itu ditentukan sendiri oleh mereka secara sepihak, sehingga mereka merasa berhak menentukan siapa-siapa yg tak sepaham atau berbeda dengan mereka, dengan tuduhan menistakan agama. Jadi menurut mereka, berbeda paham itu sama saja menistakan agama.

Ahmadiyah menganggap ada Nabi setelah Nabi Muhammad, apakah dapat disebut penistaan agama?

Di Indonesia, Ahmadiyah itu kan terbagi dua, yakni Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore. Ahmadiyah yg yakin bahwa ada Nabi setelah Nabi Muhammad ini adalah Ahmadiyah Qadiyan, yakni pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Kalaupun ada pihak berwenang yg berhak menganggap mereka itu menyimpang, tapi kan cara-cara persekusi dan kekerasan seperti yg terjadi di Cikeusik bukan solusinya. Maka menurut saya, prinsipnya tetap bahwa Ahmadiyah itu adalah warga negara Indonesia, yg juga mempunyai hak bagi dilindungi dalam berkeyakinan. Kita boleh tak setuju dengan Ahmadiyah, tapi hak-hak kewarganegaraannya itu yg tak boleh disangkal, bahwa mereka juga yaitu warga negara Indonesia.

Saya juga sebenarnya tak setuju dengan persekusi yg diterima kelompok Gafatar. Karena sebenarnya, mereka cuma milik pendapat yg berbeda dengan mainstream. Dan transmigrasi mereka ke Kalimantan itu adalah upaya mereka bagi menghindarkan pertikaian akibat perbedaan pendapat tersebut. Maksudnya adalah agar mereka juga mampu hidup tenang di sana dan tak diganggu. Poinnya adalah, tak ada pihak yg berhak menyalahkan atau menuduh sebuah kelompok menistakan agama, bagi kemudian meng-kafirkannya. Jangan cuma karena salatnya berbeda, misal yg sesuatu tangannya lurus sementara yg lainnya bersedekap, kemudian dikatakan sebagai penistaan. Di Masyarakat Sunni saja ada empat pandangan yg berbeda, Hambali, Hanafi, Syafii dan Maliki. Apakah seluruh perbedaan di antara keempatnya adalah sebuah penistaan?, Kan tidak.

Bukankah perbedaan itu juga terjadi di kalangan NU dan Muhammadiyah, di mana NU memperbolehkan tradisi ziarah kubur sementara Muhammadiyah melarangnya? Tetapi apakah di antara mereka saling tuduh menistakan agama? Kan tak juga. Maka, saat perbedaan itu tak mampu dihakimi secara sepihak oleh siapa pun, hal penting yg harus dijunjung tinggi adalah hak kewarganegaraan dari tiap-tiap pemeluk agama atau kepercayaan itu, bagi menjalani ibadahnya masing-masing. Karena kekerasan dalam memperlakukan kelompok-kelompok itu sama sekali bukanlah sebuah solusi.

Menurut Anda, apa yg telah dikerjakan pemerintah bagi mencegah diskriminasi terhadap kelompok Syiah?

Kalau dari pemerintah, melalui Polri itu mereka telah mengeluarkan surat edaran mengenai ujaran kebencian (hate speech). Tetapi sayangnya aturan ini tak terlalu ditegakkan, karena sebenarnya para takfiri (pihak yg suka mengkafirkan) ini nyatanya masih bebas menjadi pengujar kebencian di media-media sosial. Pemerintah juga ketika ini sedang mengevaluasi KUHP dan berupaya memberikan penjelasan tambahan, yg mulai makin melengkapi definisi dan penegakan hukum mengenai tindakan hate speech tersebut.

Apakah diskriminasi terhadap kelompok Syiah di Indonesia ini yaitu dampak dari konflik internasional antara Arab Saudi dan Iran?

Pastinya ada. Saat ini, ada sebagian kelompok dari kalangan Sunni yg militan, dimulai dari Al Qaidah, dilanjutkan oleh Jabhat Al Nusra, Free Syrian Army (FSA), yg bermetamorfosis menjadi Islamic State of Iraq and Levant (ISIL), kemudian menjadi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), hingga kemudian hari ini kami kenal dengan nama Islamic State (IS). Mereka itulah yg mempunyai garis ideologi yg sama, yakni Wahabisme.

Seorang penulis buku-buku bertema agama yg ternama, Karen Armstrong, menyebut bahwa ISIS itu yaitu produk ideologi di dunia Islam, yg dikembangkan akan abad ke-18, merupakan Wahabisme. Ciri Wahabisme itu cuma satu, yakni Takfiri. Jadi mereka mulai mengkafirkan segala orang yg pahamnya berbeda dengan mereka, bahkan pengkafiran itu dikerjakan di antara kalangan mereka sendiri. Itulah ideologi yg sama yg ketika ini dapat kami lihat melalui Al Qaidah, Jabhat Al Nusra, dan ISIS.

Dalam kajian-kajian internasional pun, telah banyak pemerhati politik dan para akademisi yg mengetahui bagaimana Kerajaan Arab Saudi ini mengekspor ideologi Wahabinya ke semua dunia. Bahkan, banyak di antara mereka yg menjuluki kerajaan Saudi itu sebagai ‘Kerajaan Kebencian’ atau Hatred Kingdom. Paham Wahabi itu tadinya tak terkenal di dunia Islam, sampai akhirnya mereka membentuk kerajaan, dan ditemukanlah minyak di tanah mereka sehingga membuat mereka kaya raya. Kekayaan itulah yg kemudian menjadi alat mereka menyebarkan paham Wahabinya.

Bahkan yg makin marak ketika ini adalah penggelontoran dana dari Kerajaan Arab Saudi buat membangun masjid di manapun, termasuk di Indonesia, buat menyebarkan ajarannya tersebut. Bahkan di Malaysia, kemarin tersebar berita bahwa PM Najib Razak terbukti menerima 681 juta Dollar dana dari kerajaan Saudi, hingga akhirnya mereka berhasil membuat ajaran Syiah dinyatakan sebagai aliran sesat dan terlarang di Malaysia.

Jadi di sini dapat kalian lihat bahwa Iran dan citra Islam Syiah-nya, terus menjadi target buat Kerajaan Arab Saudi bagi disingkirkan di manapun, baik di Malaysia, Indonesia, maupun di negara muslim lainnya. Bahkan hal itu juga ditegaskan dengan dieksekusinya ulama Syiah yang berasal Arab Saudi, yakni Syeikh Nimr al-Nimr. Dan Arab Saudi dalam hal ini terus menggunakan kedok Sunni, padahal mereka itu Wahabi, yg benci terhadap Iran dan aliran Syiahnya.

Di Indonesia, apakah invasi ideologi Wahabi itu menggunakan pola yg sama?

Iya, betul. Sekarang saja banyaklah contohnya di mana ada gelontoran dana dari Kerajaan Arab Saudi bagi membangun mesjid, tapi di masjid itu tak diperbolehkan mengadakan tahlilan, shalawatan, dan yang lain sebagainya yg yaitu ciri-ciri Wahabi. Kalau mau ditelusuri, telah banyak mesjid yg dibangun atas dana-dana aliran dari Arab Saudi tersebut.

Apakah ada kaitannya antara ideologi Wahabi radikal dan intoleran dengan gerakan teror yg marak di dunia Islam ketika ini ?

Saya memperhatikan bahwa siapa pun orang yg membicarakan persoalan terorisme di Indonesia ini, tak pernah menyebut bahwa akar dari terorisme itu adalah ideologi Wahabi. Karena kalau menyebut paham Wahabi, itu sama saja segera menuding Arab Saudi. Sebab agama resmi dan paham yg dibenarkan di Arab Saudi itu ya cuma Wahabisme. Kita dapat lihat contoh dari ideologi Wahabisme itu sendiri adalah larangan menziarahi kubur, dan perusakan-perusakan situs sejarah Islam dari zaman Rasulullah. Oleh Wahabi di Arab Saudi, bahkan situs bersejarah bekas rumah Nabi saja dijadikan toilet umum. Kuburan para sahabat Nabi di pemakaman Baqi, itu sama mereka di buldoser dan tak dirawat, biar tak ada yg berziarah karena hal itu bid’ah dan terlarang menurut mereka.

Menurut Anda, adakah gerakan yang lain yg mencoba menghalau ideologi Wahabi ini di Indonesia?

Jelas ada. Selain dari kelompok-kelompok Syiah yg memang menjadi target mereka, kalangan Nahdlatul Ulama juga gencar menangkal paham Wahabisme itu dengan konsep mereka yg disebut Islam Nusantara. Jadi mereka menggencarkan Islam yg nasionalis, yg tak termakan tipu daya stigma bahwa apapun yg berasal dari Arab pasti islami. Ya contohnya Wahabisme ini, mereka kan mengaku Sunni, tapi ideologinya radikal. Makanya, NU mengejawantahkan paham Islam Nusantara tersebut, sebagai penyadaran bahwa tak seluruh tentang Arab itu Islam. Bahwa Islam itu bukan janggut tebal, celana cingkrang (mengatung), atau bahkan gamis panjang. Islam itu bukan Arab.

Apa saja pengaruh Wahabisme di Indonesia ketika ini ?

Salah sesuatu ciri Wahabisme itu adalah simplifikasi, merupakan menyimpulkan seluruh satu itu secara sepihak dan subjektif. Jadi orang bodoh yg masuk Wahabi itu biasanya terus merasa paling pintar sendiri, dan yg yang lain yg berbeda pendapat dengannya segera di-cap kafir dan sesat. Padahal belajar agamanya juga baru kemarin sore istilahnya.

Kalau pernah dengar dua waktu yg lalu, ada sebagian takfiri yg menuding Prof. Quraish Shihab itu sesat dan kafir, tentunya itu sangat mengherankan bagi saya. Selama ini kalian tahu bahwa kitab tafsir karangan beliau yg terkenal yakni Tafsir Al Misbah, telah banyak diakui di dunia internasional. Namun, dengan kebodohan sebagian orang yg berpaham Wahabi ini, maka dituduh lah Quraish Shihab ini sebagai Syiah, sesat dan kafir. Ini kan lucu, anak kemarin sore menuduh sesat ke seorang Profesor Al Quran, yg kredibilitasnya telah diakui secara internasional.

Bahkan pernah ada buku yg berjudul “50 Orang Penyebar Kesesatan di Indonesia”, yg diterbitkan oleh kelompok takfiri ini. Di tulis di buku tersebut, penyebar kesesatan nomor 1 itu Gus Dur, nomor 2 Ustadz Quraish Shihab, nomor 3 Nurcholis Majid (Cak Nur), dan nomor 4 saya, Jalaluddin Rakhmat.

Dikatakan demikian, wah, bangga dong saya. Disebut kafir tapi aku disandingkan dengan Ustadz Quraish Shihab, Cak Nur, Gus Dur, ya enggak apa-apa deh. Daripada aku dianggap sebagai orang paling berpengaruh di dunia Islam, tapi disandingkan dengan nomor 1 Abu Bakar Al Baghdadi, dan nomor 2 Jalaluddin Rakhmat, ih amit-amit aku mah.

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »