ArtikelKolom

3 Binatang Kecil dalam Al-Quran dan Ibrah Bagi Manusia

Ada tiga jenis binatang mungil yang disebut dan diilustrasikan di dalam Al-Qur’an dengan sifat yang berbeda-beda, yaitu semut (an-naml), laba-laba (al-ankabut) dan lebah (an-nahl).

Semut senang menghimpun makanan, sedikit demi sedikit tanpa henti, siang dan malam. Makanan yang dihimpun ini dapat untuk persediaan bertahun-tahun. Padahal dia sendiri usianya tidak lebih dari satu tahun. Maka, makanan yang dikumpulkannya akhirnya tak berguna bagi dirinya.

Di dalam Surat An-Naml, surat ke-27 dalam susunan Mushaf Al-Qur’an, ada diilustrasikan sifat Fir’aun. Juga Nabi Sulaiman, yang memiliki kekuasaan yang tidak dapat disamai oleh manusia, baik sebelum maupun sesudahnya. Ada juga kisah seorang raja wanita yang “menyuap” Nabi Sulaiman demi mempertahankan kekuasaannya.

Sifat semut diilustrasikan sebagai budaya “AJI MUMPUNG.” Pemborosan dan korupsi mungkin bertolak dari sifat seperti ini. Di Indonesia, banyak sekali tempat di mana semut berkeliaran.

Laba-laba disebut dalam Surat Al-Ankabut, surat ke 29 dalam susunan mushaf Al-Qur’an, sebagai binatang yang mempunyai sarang paling rapuh (QS 29:41). Meski begitu, sarang laba-laba adalah tempat yang tidak aman bagi binatang kecil lainnya. Apapun yang berlindung disarangnya akan disergap dan dibinasakan. Bahkan jantan laba-laba pun akan dimusnahkan oleh sang betina setelah berhubungan seks.

Telur laba-laba yang berdesak-desakan setelah menetas akan saling menghancurkan satu sama lain. Sebuah gambaran yang mengerikan: saling bunuh membunuh.

Ini adalah Ilustrasi dari “daya akal” yang menghasilkan kekuatan lahiriah tetapi tidak mempergunakan “daya rohani” yang menuntun kepada kebahagiaan.

Daya akal yang  tidak mempergunakan “daya rohani” ini, tak ubahnya seperti laba-laba. Saling bunuh membunuh dan saling membinasakan. Sebuah bangunan kehidupan yang rapuh.

Lain dari dua binatang di atas adalah lebah. Binatang ini memiliki insting yang luar biasa. Dalam surat An-Nahl, surat ke-16 dalam susunan mushaf Al-Quran, digambarkan bahwa atas wahyu atau perintah Tuhan “lebah memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal” (QS 16:68). Sarangnya dibuat berbentuk segi enam agar tidak terjadi pemborosan lokasi.

Lebah adalah binatang yang sangat disiplin, dan mengenal pembagian kerja. Juga binatang yang tidak suka menggangu. Tetapi sekalinya diganggu, mereka akan menyengat. Meski begitu, sengatan lebah seringkali justru menjadi obat.

Lebah memilih makanan berupa sari-sari, seperti putik sari, pucuk-pucuk bunga atau makanan yang berkualitas. Di mana hasil makanannya itu akan menghasilkan “lilin” dan “madu”. Lilin menjadi dapat bahan penerang, dan madu di dalam Al-Qur’an dapat digunakan sebagai obat.

Bila meneguk madu saya suka berfikir. Bila jasmani saya diberi makanan yang berkualitas, seperti madu yang sedang saya teguk, badan saya akan sehat karena yang saya makan adalah obat.

Dan apabila rohani saya diberi santapan yang bernilai, seperti yang dimakan lebah, maka saya akan menciptakan out put yang bermanfaat bagi orang lain karena yang saya berikan kepada orang lain adalah “obat.”

Bahkan Rasulullah saw. mengilustrasikan seorang mukmin sebagai manusia yang “tidak makan kecuali yang baik, dan tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat”.

Semoga kita semua menjadi lebah. Bukan laba-laba, bukan pula semut.[]

 

Penulis : Fathurrahman Irshad

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »