Artikel

Siapakah yang disebut Muslim?

IslamLib – Saya akan memberikan definisi minimal: Siapa saja yang mengucapkan kredo syahadat, maka dia adalah seorang Muslim. Kita tak boleh meng-kafirkan siapa saja yang telah mengucapkan syahadat. Tak peduli apakah sekte, mazhab, golongan, dan pandangan politik dia. Apakah dia seorang Sunni, Syiah, Ahmadiyah — semuanya Muslim, sebab mereka mengucapkan syahadat.

Apa intinya syahadat? Mengakui doktrin tauhid (tiada tuhan selain Allah) dan kenabian (Muhammad adalah utusan Allah). Dengan kata lain, inti syahadat adalah tauhid dan kenabian (nubuwwah).

Apakah ada dasar untuk definisi ini? Ada. Ndak usah khawatir. Yaitu hadis terkenal riwayat Bukhari-Muslim: Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang sampai mereka menyaksikan tak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jadi syarat menjadi Muslim adalah cuma bersyahadat. Ndak usah neko-neko. Teks Arabnya (kalau anda kurang yakin): Umirtu an uqatila al-nasa hatta yaqulu la ilaha illa al-Lah wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh.

Hadis ini memang menyisakan pertanyaan sedikit: Kalau begitu Islam disebarkan dengan pedang? Saya akan bahas ini dalam tulisan terpisah.

Dengan definisi minimal ini, kita tak boleh mengkafirkan siapapun. Jika kita bisa menghindarkan umat Islam dari takfir (saling mengkafirkan), maka konflik sektarian dalam umat Islam bisa diminimalisir.

Selama ini umat Islam saling tengkar dan bunuh-bunuhan karena rebutan istilah “Muslim”. Yang satu mengaku Muslim sambil meng-ekskomunikai kelompok lain yang berbeda paham dari sebutan “Muslim”. Ratusan tahun umat Islam melakukan ini: Apakah ndak kapok-kapok dan lelah bertengkar memperebutkan istilah “Muslim”?

Pertanyaan berikutnya: Apakah orang Ahmadiyah Muslim atau tidak? Ya, mereka bagian dari umat Islam. Sebab mereka mengucapkan syahadat, melaksanakan salat, puasa, zakat dan haji ke Mekah.

Tapi orang-orang Ahmadiyah bukankah mengakui ada nabi setelah Nabi Muhammad? Ada dua jawaban untuk pertanyaan ini. Pertama: syahadat Islam hanya menegaskan “Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Tak ada kata-kata “Muhammad adalah utusan Allah terakhir”.

Kalaupun benar orang Ahmadiyah mengakui ada nabi baru setelah Nabi Muhammad, mereka sama sekali tidak melanggar syahadat Islam. Mereka sudah memenuhi definisi minimal tentang Islam yang diberikan oleh Nabi Muhammad dalam hadis yang sudah saya sebutkan di atas.

Kedua: nabi yang dipercayai Ahmadiyah, yaitu Hazrat Ghulam Ahmad, bukan “nabi” dalam pengertian yang kita pahami selama ini. Yang dimaksud nabi di sini adalah seorang pembaharu (mujaddid) yang mengkonfirmasi syariat yang dibawa oleh Nabi Muhmmad. Dia tak membawa syariat baru. Dia hanya menegaskan syariat Islam yang sudah ada.

Dengan kata lain, nubuwwah yang didaku oleh Hazrat Ghulam Ahmad bukanlah “nubuwwah al-tasyri’” (kenabian yang membawa syariat baru dan menghapuskan syariat sebelumnya, yaitu syariat Nabi Muhammad), melainkan “nubuwwah al-taqrir wa al-tabligh“, yakni kenabian yang menegaskan dan menyampaikan syariat Islam yang sudah ada. Yang berakhir adalah kenabian dalam pengertian khusus, yaitu nubuwwah al-tasyri’.

Sementara kenabian dalam pengertian nubuwwah al-tabligh wa al-taqrir bisa saja berlangsung terus, sampai kiamat. Kenabian jenis kedua ini sama saja pengertiannya dengan tajdid dalam istilah yang sering dipakai oleh kelompok Sunni. Tak usah terjerat dalam perdebatan istilah. Yang penting esensinya.[]

Oleh: Ulil Abshar Abdalla | pendiri dan mantan kordinator Jaringan Islam Liberal (JIL)

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here