Artikel

Miraj Nabi Muhammad sebagai Usawatun Hasanah

Abstrak

Peristiwa Isra Miraj merupakan pengalaman rohani Nabi Suci Muhammad, bukan peristiwa yang terjadi di alam fisik. Dalam perstiwa itu terdapat hiburan, peneguhan hati Nabi yang dalam kondisi sangat sulit, dan juga berupa ramalan akan kemenangan perjuangan beliau. Dalam peristiwa itu shalat 5 waktu diwajibkan. Hubungan erat antara shalat, Mi’raj dan gambaran buraq sebagai kendaraan Mi’raj dijelaskan dalam artikel ini.

Kata kunci: Isra Miraj, Shalat, Buraq, Uswatun Hasanah

Abstrack

The Isra Miraj event was a spiritual experience of the Holy Prophet Muhammad, not an event that occurred in the physical realm, in that event there was entertainment, confirmation of the Prophet’s heart which was in a very difficult condition, and also a prediction of the victory of his struggle. In that event the 5 daily prayers were made obligatory. The close relationship between prayer, Mi’raj and the description of buraq as the vehicle of Mi’raj is explained in this article.

Keyword: Isra Miraj, Prayer, Buraq, Uswatun Hasanah

Maha-suci Dia Yang menjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjid Suci ke Masjid yang jauh, yang sekelilingnya Kami berkahi, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian pertanda Kami. Sesungguhnya Dia itu Yang Maha-mendengar, Yang Maha-melihat (17:1)

Pendahuluan

Isra-Mi’raj Nabi Muhammad SAW erat kaitannya dengan perintah kewajiban shalat 5 waktu. Dalam suatu hadits Nabi Suci Muhammad SAW, menyamakan shalat dengan mandi, seseorang yang mandi hingga lima kali, hampir bisa dipastikan tubuhnya lebih bersih dan wangi dibanding yang mandi hanya dua kali atau malah dibanding orang yang jarang mandi. Begitu juga dengan shalat, diharapkan shalat lima waktu mampu membersihkan kotoran-kotoran yang terdapat dalam hati dan pikiran. Dalam suatu hadits juga Nabi mengatakan shalat adalah Mi’rajnya orang muslim. Artinya semua orang bisa mi’raj dan Liqoillah melalui shalat itu. Bila Nabi dalam mi’raj mengendarai Buraq, lalu apa sarana kita untuk bisa Liqoillah?. Dalam artikel ini akan kami bahas Mi’raj Nabi dari sisi Nabi Suci sebagai Uswatun Hasanah yang harus kita ikuti, dan mencoba mengkaitkan antara Mi’raj, Buraq, dan kewajiban shalat dalam rangka Liqoillah

Kejadian Sebelum Peristiwa Isra-Mi’raj

Isra-Mi’raj, salah satu hari besar dalam Islam, merupakan sebuah peristiwa penting dalam tonggak sejarah Islam dan perjuangan dakwah Nabi Suci Muhammad saw, bisa dibilang, peristiwa ini merupakan hiburan kepada Nabi sekaligus ramalan tentang kesuksesan dakwah beliau ujian berat yang beliau alami sebelumnya. Surat sebelumnya, yakni surat An-Nahl (16) pada bagian akhir, mengandung pesan kepada Nabi Muhammad agar bersabar dan tak bersedih hati karena tipu daya dan penolakan orang-orang yang menentang dakwahnya

Sebelum melakukan Isra’ Mi`raj, Nabi mengalami cobaan beruntun. Belum selesai penderitaan yang dialami Bani Hasyim pasca diboikot kaum kafir Quraisy [selama ± tiga tahun], Nabi ditinggal wafat paman beliau Abu Thalib dan tak lama kemudian menyusul istri tercinta beliau Sayyidah Khadijah al-Kubra. Keduanya merupakan sosok pembela utama Nabi di masa-masa sulit dalam menyebarkan Islam di Mekah. Setelah ditinggal dua tokoh tersebut, perlawanan kafir Quraisy terhadap Nabi dan penyiksaan terhadap umat Islam kain meningkat, hingga akhirnya beliau hijrah ke Thaif untuk mencari perlindungan sekaligus mencari celah dakwah baru. Namun, kedatangan Nabi ke Thaif ditolak dengan kasar.

Cobaan beruntun tersebut membuat Nabi sangat bersedih, sehingga di tahun itu disebut `?mul khuzn, tahun kesedihan, tahun duka cita. Karena itu, cukup beralasan jika beberapa sumber menyatakan bahwa peristiwa Isra’ Mi`raj merupakan perkenan Allah untuk menghibur Nabi dari kesedihan, meningkatkan kesabaran, dan untuk memperteguh semangat beliau dalam menjalankan risalah kenabian yang selalu mendapat tantangan dan ancaman dari dalam (kaum munafiq) dan luar (kaum kafir).

Perjalanan Rohani atau Fisik?

Dan tiada Kami membuat impian yang Kami perlihatkan kepada engkau selain bahwa itu menjadi ujian bagi manusia (Al-Isra 17:60)

Maulana Muhammad Ali dalam menafsirkan ayat ini mengatakan:

“Yang dimaksud ru’ya di sini ialah Isra’ Mi’raj-nya Nabi Suci (B. 63:42), yang ini sesungguhnya meramalkan kemenangan akhir agama Islam. Lihatlah tafsir nomor 1410. Ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang apakah Mi’raj Nabi Suci dilakukan dengan badan jasmaninya atau rohaninya saja. Kebanyakan ulama setuju dengan pendapat pertama, tetapi di antara golongan yang menyetujui pendapat kedua, terdapat orang-orang kenamaan, seperti Siti ‘Aisyah dan Mu’awiyah. Tetapi mengingat firman Qur’an yang terang, yang menerangkan bahwa Isra’ Mi’raj Nabi Suci dikatakan sebagai ru’ya yang Kami perlihatkan kepada engkau, maka pendapat kebanyakan ulama itu harus ditolak. Banyak Hadits Nabi yang memperkuat pendapat ini. Dalam salah satu Hadits diterangkan bahwa Malaikat mendatangi Nabi Suci pada malam yang lain tatkala beliau melihat, mata beliau tertidur, tetapi hati beliau tak tidur, dan demikianlah halnya para Nabi, mata mereka tidur, tetapi hati mereka tak tidur, lalu Malaikat Jibril menyertai beliau dan membawa beliau ke langit (B. 61:24). Dalam Hadits lain yang menerangkan Mi’raj, diakhiri dengan kalimat “Beliau bangun dan beliau berada di Masjid Suci” (B. 98:37). Di dalam Hadits lain lagi tercantum kalimat yang menggambarkan keadaan beliau pada waktu Mi’raj: “Pada saat itu aku dalam keadaan antara tidur dan jaga” (B. 59:6). Memang benar beliau tidak tidur — beliau hanya dalam keadaan ru’ya, tetapi di samping itu, beliau tidaklah Mi’raj dengan badan jasmaninya. Beliau benar-benar dibawa ke hadapan Tuhan, dan diperlihatkan keajaiban besar kepada beliau, tetapi yang dibawa menghadap Tuhan ialah rohani beliau, dan beliau melihat keajaiban besar dengan mata rohani, bukan dengan mata jasmani, karena perkara rohani itu hanya dapat dilihat dengan mata rohani. Mi’raj Nabi Suci mempunyai arti penting. Beliau menjalankan Mi’raj pada waktu beliau, menurut pandangan manusia, sedang dalam keadaan tak berdaya, dan dalam keadaan itulah beliau dinyatakan bahwa kemenangan besar di kemudian hari akan ada di pihak beliau. Musuh-musuh beliau, seperti biasa, tak percaya kepada ru’ya semacam itu, dan mereka menertawakan beliau. (Qur’an Suci Terjemah dan Tafsir oleh Muhammad Ali no 1441)

Nabi Muhammad sebagai Manusia Biasa

Masih di surat yang sama:

Dan mereka berkata: Kami tak akan beriman kepada engkau, sampai engkau mendatangkan kepada kami sebuah sumber yang memancarkan (air) dari bumi. Atau engkau mempunyai kebun kurma dan anggur yang di tengah-tengahnya engkau alirkan sungai yang mengalir dengan melimpah-limpah. Atau engkau jatuhkan langit berkeping-keping di atas kami, seperti engkau bayangkan atau engkau datangkan Allah dan malaikat berhadapan muka (dengan kami); Atau engkau mempunyai rumah dari emas, atau engkau naik ke langit. Dan kami tak akan beriman atas kenaikan dikau (ke langit), sampai engkau menurunkan kepada kami satu Kitab yang kami dapat membacanya. Katakanlah: Maha-suci Tuhanku! Bukankah aku ini hanya manusia (biasa) yang menjadi Utusan? (Al-Isra 17:90-93)

Kaum kafir Quraisy, menantang kebenaran dakwah Nabi Suci Muhammad saw, bahwa mereka hanya akan beriman kalau beliau bisa naik ke langit dan turun dengan membawa kitab. Jawaban Nabi Suci Muhammad saw bahwa beliau hanyalah manusia biasa yang diutus Allah. Sebagai manusia biasa tentu fisik nabi tidak bisa lepas dari ayat kauniyah Ilahi yang berupa hukum alam, seperti merasa lapar, haus, mengantuk dan sebagainya sama seperti kita semua. Selain itu ada ketetapan Ilahi lainnya yang terdapat dalam Quran dan telah terbukti secara science yakni:

Maka barangsiapa Allah menghendaki untuk memberi petunjuk Ia melapangkan dadanya kepada Islam. Dan barangsiapa Ia menghendaki untuk membiarkannya dalam kesesatan, Ia membuat dadanya sesak (dan) sempit, seakan-akan ia naik ke langit. Demikianlah Allah menimpakan kotoran kepada orang-orang yang tak beriman (An Nahl 16:125)

Keadaan bentuk atau formasi atmosfer tidak ada seorang yang tahu kecuali setelah Pascal menemukannya pada tahun 1648. Dia menemukan fakta bahwa tekanan oksigen akan berkurang pada tempat yang lebih tinggi dari permukaan laut. Fakta Ilmiah al-Quran tentang sesak napas di ketinggian semakin terungkap ketika akhir-kahir ini para ilmuwan mengetahui bahwa oksigen yang berada di permukaan bumi lebih padat ketimbang di ketinggian.

Kepadatan oksigen antara permukaan bumi hingga 20.000 meter di atas permukaan laut adalah sebesar 50 persen. Ini lebih banyak dibandingkan dengan oksigen yang berada antara permukaan bumi hingga 50.000 di atas permukaan laut yang berjumlah hanya 90 persen.

Jadi, kesimpulannya adalah udara semakin ketempat tinggi semakin berkurang secara vertikal (dari bumi ke arah tinggi) dan oksigen akan semakin sedikit ketika berada pada ketinggian paling atas dari atmosfer, sebelum oksigen benar-benar hilang ketika berada di luar angkasa atau di luar atmosfer. Tanpa bantuan hukum alam lainnya, kita tidak mungkin berada diluar angkasa dengan selamat. Lagi pula sebagaimana halnya bila ada benda langit masuk keatmosfir akan terbakar habis, begitupula bila ada benda bumi yang melesat keluar angkasa dengan kecepatan dan percepatan tinggi seperti meteor, dipastikan akan habis terbakar.

Nabi Muhammad saw, Sebagai Uswatun Hasanah

Katakanlah: Jika kamu cinta kepada Allah, ikutilah aku; Allah akan mencintai kamu, dan melindungi kamu dari dosa. Dan Allah itu Yang Maha-pengampun, Yang Maha-pengasih. (Ali-Imran 3:31)

Sesungguhnya kamu mempunyai dalam diri Rasulullah teladan yang baik bagi orang yang mendambakan (bertemu) dengan Allah dan Hari Akhir, dan yang ingat sebanyak-banyaknya kepada Allah (Al-Ahzab 33:21)

Sebagai Uswatun Hasanah, Segala perbuatan dan tingkah laku Nabi Muhammad saw, bukan hanya sangat manusiawi, melainkan kita selaku umatnya sangat dianjurkan untuk mengikuti jejaknya. Bila Mi’raj itu peristiwa diluar nalar manusia, maka tentu siapapun tak akan bisa mencontohnya.

Nabi Muhammad bertemu dengan para Nabi yang sudah wafat

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW menceritakan perjalanan menuju langit, bertemu dengan para Nabi yang telah lama wafat. Rasulullah SAW naik dari langit pertama hingga langit ketujuh, bertemu dengan Nabi Adam, Nabi Isa, Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan lainnya. Dari peristiwa ini ada dua hal yang bisa kita tarik kesimpulan:

  1. Bertemu dengan roh para Nabi, tentu bukanlah peristiwa yang terjadi dialam fisik, 
  2. Diantara roh para Nabi dilangit, ada Nabi Isa, jadinya Nabi Isa berada dilangit sudah dalam kondisi wafat, seperti halnya para nabi sebelumnya

Kesimpulannya adalah, peristiwa Isra Mi’raj merupakan pengalaman rohani Nabi Suci Muhammad saw, bukan suatu peristiwa yang terjadi di alam fisik

Isra Mi’raj dan Kewajiban Shalat 5 waktu

Dalam suatu hadits dikatakan:

Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Allah mewajibkan kepadaku 50 salat sehari semalam. Kemudian saya turun menemui Nabi Musa. Lalu dia bertanya: “Apa yang diwajibkan Tuhanmu atas umatmu?” Saya menjawab: “50 salat.” Nabi Musa berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya. Saya telah menguji dan mencoba bani Israil dan ternyata mereka terlalu lemah untuk menanggung tugas berat.”

Nabi Muhammad SAW berkata: “Aku kembali kepada Tuhanku seraya berkata, Wahai Tuhanku ringankanlah untuk umatku.” Maka dikurangi dariku lima salat. Kemudian saya kembali kepada Musa dan berkata: “Allah mengurangi untukku 5 salat.” Dia berkata: “Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan.” Maka terus menerus saya pulang balik antara Allah SWT dan Nabi Musa, hingga Allah berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya ini adalah 5 salat sehari semalam, setiap salat (pahalanya) 10, maka semuanya 50 salat. Barang siapa yang meniatkan kejelekan lalu dia tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa baginya) sedikitpun. Jika dia mengerjakannya, maka ditulis (baginya) satu kejelekan.” Kemudian saya turun sampai saya bertemu dengan Nabi Musa seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan,” maka saya pun berkata: “Sungguh saya telah kembali kepada Tuhanku sampai saya pun malu kepada-Nya”. (HR Muslim)

Dari hadits tersebut, dikatakan bahwa shalat lima waktu diwajibkan dalam peristiwa Isra-Mi’raj

Peristiwa Mi’raj Nabi Sebagai Uswatun Khasanah

Ash-shalatu Mi’rajul Mukmin’. Shalat adalah Mi’rajnya orang Mukmin

Mi’raj secara etimologi berarti tangga untuk dinaiki. Dalam hadits disebutkan Nabi Muhammad Miraj mengendarai kendaraan super cepat bernama buraq. Dalam suatu hikayat digambarkan buraq itu berupa wanita berbadan kuda dengan mahkota yang mewah. Meski banyak yang menolak kesahihan hikayat tersebut, namun gambaran Buraq itu bisa jadi simbolis dari:

  1. Harta
  2. Tahta
  3. wanita

Arti simbolisnya adalah keinginan akan harta, tahta, dan wanita adalah nafsu karunia Ilahi yang disatu sisi sering kali membuat manusia tergelincir jatuh ke dasar jurang namun disisi lain bila kita kendalikan, nafsu itu malah bisa menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti dalam hadits berikut

“Tidak seorang pun dari kalian melainkan padanya telah didampingi oleh qorin(pendamping)nya dari golongan jin dan golongan malaikat”. Para sahabat bertanya, “ Apakah hal itu juga ada padamu wahai Rasulullah?” Kemudian Beliau menjawab, “Ya, demikian juga ada padaku akan tetapi sesungguhnya Allah telah menolongku atasnya sehingga qorin tersebut telah masuk Islam maka dia tidaklah menyuruhku melainkan kepada kebaikan” (HR Muslim)

Shalat sebagai sarana penyucian

“Permisalan shalat yang lima waktu itu seperti sebuah sungai yang mengalir melimpah di dekat pintu rumah salah seorang di antara kalian. Ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali.” Al Hasan berkata, “Tentu tidak tersisa kotoran sedikit pun (di badannya).” (HR. Muslim no. 668)

Jadinya peristiwa Mi’raj Nabi Sebagai Uswatun Hasanah adalah:

Bila kita meneladani Nabi dalam hal Shalat, yakni kita menjadikan shalat sebagai sarana penyucian, pengendalian serta sarana untuk menunggangi dan mengendalikan hawa nafsu, maka kita akan dipandu oleh malaikat untuk menaiki tangga (Mi’rajul Muslimin) menuju Allah (liqaillah) dengan menunggangi kendaraan Buraq yang melesat cepat dan tepat

Mi’raj dalam pandangan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad

Kenaikan rohani berupa Mi’raj dari Yang Mulia Rasulullah saw merupakan pertanda penarikan diri beliau sepenuhnya dari segala yang bersifat duniawi dan tujuannya adalah untuk memperlihatkan posisi maqam samawi beliau. Setiap jiwa mempunyai suatu titik di langit yang tidak akan bisa dilampauinya lagi. Adapun titik terakhir bagi Yang Mulia Yang Mulia Rasulullah saw adalah Arasy Ilahi. Dengan demikian jelas bahwa Yang Mulia Yang Mulia Rasulullah saw  dimuliakan di atas semua manusia lainnya. (Malfuzat, vol. II, hal. 136). (Erh)

 

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here