Pujji syukur ke hadirat Allah Ta’ala. Respon atas terbitnya kembali Fathi Islam amat baik. Antusiasme pembaca, dari warga GAI khususnya maupun yang lain, nyata benar dengan datangnya sumbang saran dan sedekah dana dari berbagai pihak.
Atas kebaikan mereka, yang tentu tak bisa disebut satu persatu di sini, semogalah Allah Ta’ala membalasnya dengan limpahan rizki yang barakah, disertai pula limpahan rahmat dan karunianya.
Tentu, itu suatu hal yang menggembirakan, sekaligus menjadi penyulut ghirah dan gairah kita untuk meneruskan upaya “membela dan menyiarkan Islam”, yang salah satunya kita selenggarakan melalui media ini. Sebab, upaya itu memang bukanlah perkara gampang. Antara lain, butuh ketelatenan, kesabaran dan istiqamah.
Tak kalah penting dari itu semua, adalah kehendah untuk berbuat (will to action) dari setiap kita, semampu dan sedapat yang bisa kita lakukan. Mungkin bisa dimulai dari perkara yang boleh jadi kita anggap kecil dan sederhana. Tak perlu menungu untuk bisa, atau terjebak dalam bayangan kesempurnaan. Lakukan saja. Alah bisa karena biasa, bukan?
Insya Allah, tidak ada yang tak berarti. Toch, Allah tak akan menilai apa yang kita lakukan dari hasil akhir yang dicapai, tapi justru dari upaya dan proses yang kita selenggarkaan itu sendiri.
Dalam perkara pembelaan dan penyiaran Islam, Imamuz-Zaman jauh-jauh hari sudah mengingatkan umat. Pada masanya, di zaman ketika banjir bandang fitnah melanda Islam, banyak orang tak bergerak bekerja, dan terlena dalam penantian panjang atas kedatangan Sang Juru Selamat, yang diimani akan menyelesaikan persoalan agama yang mereka hadapi. Ditambah lagi, mereka bersikap jumud pula, karena ber-taqlid pada pihak-pihak yang dianggap punya otoritas untuk melakukan sesuatu dalam perkara agama.
Karena alasan itulah, boleh jadi, Ghulam Ahmad dengan lantang mengikrarkan diri sebagai Al-Masih, sekaligus pula Al-Mahdi. Mungkin saja semata-mata supaya umat tak perlu lagi menanti-nanti sosok yang tak pasti, dan berhenti berpangku tangan, atau bahkan berlepas tangan sama sekali dari perkara penyiaran dan pembelaan agama. Seolah, ia ingin berseru, “Mari, kita bekerja, bersama-sama. Janganlah lagi menunggu, dan melempar tanggung jawab pada yang lain!”
Kini, zaman sudah berlalu. Tapi, dalam rotasi waktu itu, ada banyak sisa pekerjaan yang belum selesai, dan mungkin tak akan pernah selesai. Sebab, nyatanya, apa yang terjadi di era itu, juga terjadi di masa kini.
Karena itu, giliran kitalah, yang hidup sekarang ini, untuk berbuat sesuatu. Sesuatu, yang mungkin kita anggap kecil dan sederhana. Tapi, siapa tahu, menjadi besar dan berarti, pada saatnya.[]
[Klik gambar untuk melihat atau mengunduh majalah]
Comment here