Artikel

Pendidikan Agama Berbasis Pengalaman

Peran dan fungsi pendidikan di tengah arus perubahan meniscayakan adanya perubahan paradigma dan performa para pelaku pendidikan (baik formal, non formal, informal dan juga media)  baik dari segi orientasi, isi maupun metodologi. Tantangan besar yang mendesak harus dihadapi saat ini adalah menyiapkan model pembelajaran, termasuk pendidikan  agama yang bisa menyediakan landasan perkembangan kepribadian generasi muda sehingga senantiasa mempunyai kearifan dan mampu bersikap adil menghadapi beragam perubahan dan perbedaan yang dihadapi.

Oleh: Anis Farikhatin | Guru Pendidikan Agama Islam di SMA PIRI 1 Yogyakarta

Masyarakat Indonesia secara umum mempunyai persepsi bahwa agama merupakan faktor yang  sangat penting dalam membangun kehidupan bersama di tengah kemajemukan bangsa. Selain itu nilai nilai agama diharapkan mampu menjadi landasan moral ditengah kehidupan modern yang sangat dinamis, kompetitif, materialistis dan semakin pragmatis. Dalam situasi seperti itu pendidikan agama yang dibutuhkan adalah yang mampu mendamaikan, memotivasi, dan menuntun peserta didik dalam menentukan pilihan pilihan hidup sesuai dengan tuntunan agamanya. Bukan pendidikan agama yang membebani muridnya dengan berbagai hafalan, atau sekedar menjalankan rutinitas ritus ibadah yang kering spiritual.

Dengan demikian, tugas guru agama adalah bagaimana membantu peserta didik  bersemangat dalam beragama agar terbentuk karakter mereka menjadi manusia yang cinta damai, membangkitkan semangat pantang menyerah, menggembleng mental mereka agar berani bermimpi besar dan meraihnya. Hal tersebut meniscayakan guru agama untuk memfocuskan orientasi pembelajarannya pada  dimensi afeksi, bukan kognitif seperti yang berlangsung selama ini.

Persoalannya adalah ketika guru agama harus berhadapan dengan praktek pembelajaran di sekolah dengan berbagai tantangan yang ada baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan tersebut mulai  dari orientasi pembelajaran yang kognitif oriented,  beban administrasi yang tidak masuk akal sampai keruwetan birokrasi yang seringkali membingungkan. Selain itu, di tengah dinamika hidup yang demikian cepat, guru agama  dituntut untuk mampu menghadirkan wacana keagamaan yang sesuai dengan maksud teks dan konteks situasi di sekolah. Kepekaan guru dalam menyadari semakin menguatnya eksklusifisme sebagai awal berkembangnya radikalisme yang menemukan momentnya di era demokrasi menjadi hal yang sangat mendesak. Terlebih lagi di tengah kemajemukan masyarakat yang rentan terjadi konflik. Hal hal di atas ternyata masih belum cukup, karena pendidikan agama juga harus berhadapan dengan dampak negatif kehidupan modern akibat pesatnya perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas, kejahatan seksual, aborsi, hamil pra-nikah sampai tawuran pelajar yang tak kunjung mereda.

Berbagai tantangan di atas merupakan bagian kecil dari persoalan besar yang melanda dunia pendidikan saat ini. Tanpa bermaksud mengecilkan persoalan di atas, tulisan ini saya focuskan pada upaya mencari solusi di sekolah (SMA PIRI I Yogyakarta) dalam rangka mengembalikan peran dan fungsi afeksi pendidikan agama di tengah berbagai tantangan yang ada melalui Pembelajaran Agama Berbasis Pengalaman (PABP).

Pendidikan Agama Berbasis Pengalaman
Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman (PABP) merupakan upaya guru agama mewujudkan amanat Pendidikan Nasional yang berfungsi: “ Mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, guru & tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yg bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, & dialogis.”   Proses pembelajaran harus diselenggarakan secara inspiratif, interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas & kemandirian sesuai dengan bakat, minat,  perkembangan fisik & psikologis peserta didik.

Dalam konteks pendidikan agama,  model pembelajaran ini merupakan upaya guru untuk menggeser orientasi, isi materi maupun proses pembelajaran yang diampunya. Dari sisi orientasi yang selama ini didominasi oleh ranah kognitif, digeser menuju ke ranah afektif. Orientasi pembelajaran agama  digerakkan dari having religion (yang lebih menitikberatkan pada formalisme agama) ke being religious dan being humane (yang lebih menitikberatkan pada substansi dan nilai agama). Sebagai konsekwensinya, dari sisi proses  membutuhkan ruang dimana nilai nilai agama yang konseptual dan abstrak itu berdialog dan bernegosiasi dengan realitas kehidupan (praxis). Dengan demikian, pembelajaran agama tidak cukup hanya mengajarkan “tentang” agama, tapi juga “cara” beragama dalam realitas kehidupan yang nyata. Hal tersebut meniscayakan adanya realitas kehidupan sebagai laboratorium belajar afeksi sekaligus sebagai wahana belajar hidup yang memungkinkan peserta didik dan guru belajar bersama,  berdialog dan bernegosiasi dengan persoalan riil kehidupan. Dengan demikian isi materi tidak hanya mengacu pada silabi kurikulum, tetapi juga mengakomodasi persoalan persoalan riil dan aktual yang terjadi di sekeliling peserta didik dan juga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Proses  pembelajaran yang bersumber pada pengalaman diproses sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi peserta didik maupun guru sebagai fasilitator untuk  mencapai pemahaman dan kesadaran atas suatu realitas.  Proses belajar yang demikian  dari sisi metodologis menuntut adanya sebuah situasi yang tidak menggurui, berpusat pada peserta belajar (learner centered approach),  berlangsung partisipatif dan dialogis reflektif. Partisipasi yang tinggi dari dari pserta belajar  merupakan hal yang paling mempengaruhi dayahasil sebuah proses pembelajaran berbasi pengalaman.

Kemampuan guru dalam membangun keterlibatan siswa baik secara fisik, kognitif, sosial maupun emosional merupakan hal penting. Disamping itu kemampuan berkomunikasi dan membangun suasana nyaman diantara guru-peserta didik agar keterbukaan dan kemerdekaan berpendapat terjalin menjadi kuncinya. Hal ini meniscayakan adanya komitmen guru untuk terus belajar mengembangkan wawasan, ketrampilan dan pengalamannya, serta terus mengembangkan relasi dengan institusi di luar sekolah sebagai mitra belajar.

Seseorang, betapapun kecilnya pasti memiliki pengalaman hidup, maka  penggunaan metode  pengalaman   atau  belajar dari pengalaman  yang diproses  dengan menggunakan “Daur Belajar Berdasarkan Pengalaman” (experiental learning cycle) dengan tehnik reflektif terasa lebih berdayahasil, karena dapat merangsang peserta didik untuk mengolah pengalamannya  sendiri dan kemudian  menarik pelajaran dari padanya. Lagipula penggunaan metode ini menunjukkan adanya rasa hormat pada harkat kemanusiaanya  karena peserta didik tidak lagi dianggap sebagai bejana kosong seperti yang selama ini sering terjadi dalam proses pembelajaran di sekolah.

Proses pembelajaran yang dilakukan mengikuti alur siklus belajar berdasarkan pengalaman sebagai berikut:

Dalam melaksanakan lima tahapan tersebut, pembelajaran dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengalaman langsung dimana peserta didik dibawa kedalam suatu pengalaman, sedangkan bagian ke dua adalah tahapan mengungkapkan, diskusi dan refleksi. Pengalaman yang dihadirkan dapat berupa pengalaman langsung maupun tidak langsung. Untuk pengalaman langsung, peserta didik dibawa pada realitas kehidupan nyata yang terjadi di sekeliling siswa, bisa juga peristiwa nyata yang dialami peserta didik/ guru. Untuk pembelajaran tidak langsung bisa berupa peristiwa aktual yang sedang terjadi melalui media (misal kasus demo buruh, kekerasan seksual, krisis lingkungan, narkoba, HIV/ Aid dll) maupun cerita pengalaman yang bersumber dari peserta didik/ guru, atau juga pengalaman rekayasa guru dalam bentuk permainan.

Beberapa realitas  (pengalaman langsung) yang pernah saya hadirkan di antaranya:

  • Belajar empati dan toleransi di pondok Pesantren Waria Al-Fatah Notoyudan Yogyakarta.
  • Belajar menghargai kesempatan dan kemerdekaan hidup bersama penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP)  Perempuan Wirogunan Yogyakarta
  • Belajar sambil beramal di Panti II Rehabilitasi Anak Cacat Ganda,Yayasan Sayap Ibu, Kalasan Yogyakarta
  • Belajar memahami perbedaan dengan berkunjung ke Komunitas Penghayat Kerokhanian Sapta Darma di Dukuh Perengkembang Balecatur Gamping Sleman Yogyakarta
  • Belajar sikap toleran, simpati dan empati bersama Ibu Ruth dan Anak asuhnya di Yayasan Rehabilitasi Cacat Yakkum (Yayasan Kristen) yang berlokasi Jl. Kliurang KM. 13,5 Yogyakarta
  • Belajar Natura Esoterika bersama kang Sabar Subardi (pelukis difabel yang menggunakan kaki dalam melukis) di Galeri Yogya, kompleks Alun Alun Utara Kota Yogyakarta
  • Belajar nilai nilai hidup dengan menghadirkan Bapak Surya, guru agama Hindu dari Narayana Ashram, pendeta Bambang  dan Kyai Muhaimin dari FPUB.

Dari sisi guru, model  Pembelajaran Agama Berbasis Pengalaman memberi pelajaran berharga berupa:

  • Merangsang guru untuk terus belajar dan mengembangkan wawasan.
  • Menjadikan guru lebih dekat dan akrab dengan peserta didiknya.
  • Menantang kemampuan guru dalam ketrampilan berkomunikasi, memfasilitasi dan bekerjasama.
  • Memperkaya pengalaman guru dalam memandu pengalaman berikutnya.

Dari sisi peserta didik:

  • Proses pembelajaran ini mendorong peserta didik menemukan pesan moral/ makna hidup yang mendalam.
  • Memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan ketrampilan hidup (life skill): berfikir kritis, terbuka menyampaikan pendapat dan mengambil pilihan sikap berdasarkan nilai nilai agamanya melalui pengalaman.
  • Melalui pembelajaran seperti ini mampu menumbuhkan kesadaran spiritual peserta didik yang tidak saja diarahkan  pada kesadaran akan dirinya dan Tuhannya, tetapi juga realitas sosial yang obyektif dan actual di sekelilingnya.
  • Peserta didik menjadi lebih aktif, lebih merdeka serta menjadi lebih percaya diri  dalam belajar.
  • Siswa merasa lebih terkesan dan lebih   berminat mengikuti pelajaran agama,
  • Melatih peserta didik mengapresiasi orang lain dan memaknai hidup
  • Pesan moral/ nilai nilai yang didapat jadi lebih mendalam dan berkesan.
  • Pendekatan ini terbukti mampu mendorong tumbuhnya kesadaran  peserta didik  sehingga memungkinkan  terjadinya  perubahan sikap dan perilaku ke arah yang  lebih baik.

Penutup
Tantangan  dunia pendidikan bukanlah merupakan permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan perkembangan iptek dan aspek kehidupan lain, baik ekonomi, politik maupun sosial budaya. Oleh karena itu, upaya perbaikannya harus dilakukan oleh semua pihak dengan berbagai perndekatan dan cara secara bersama sama

Peran dan fungsi pendidikan di tengah arus perubahan meniscayakan adanya perubahan paradigma dan performa para pelaku pendidikan (baik formal, non formal, informal dan juga media)  baik dari segi orientasi, isi maupun metodologi. Tantangan besar yang mendesak harus dihadapi saat ini adalah menyiapkan model pembelajaran, termasuk pendidikan  agama yang bisa menyediakan landasan perkembangan kepribadian generasi muda sehingga senantiasa mempunyai kearifan dan mampu bersikap adil menghadapi beragam perubahan dan perbedaan yang dihadapi.

Model Pendidikan agama Berbasis Pengalaman merupakan sebuah upaya penulis menjawab tantangan pendidikan berupa peningkatan performa guru dengan melakukan uji coba dan refleksi atas pengembangan model pembelajaran yang telah dilakukanya di kelas. Tanpa itu semua pendidikan agama menjadi mandul religiusitanya dan tidak memberi efek pada perubahan sikap dan perilaku anak didik.

Dunia pendidikan memang membutuhkan kepedulian semua pihak untuk mengkritisi berbagai persoalan yang membelitnya, akan tetapi dunia pendidikan lebih membutuhkan lagi berpartisipasi semua pihak dalam memberi solusi  melalui berbagai cara dan media menuju peningkatan kualitas. Bukankah lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan?[]

Disampaikan dalam diskusi film Layu Sebelum Berkembang, Karya Ariani Djalal, Yogyakarta, LIP: 20 Mei 2014

Sumber : http://www.rahima.or.id

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »